“Mungkin emang sebaiknya aku pergi.”
“Kenapa?”
“Aku gak perlu bilang alesannya.”
“Kamu mau ninggalin aku gitu?”
“...”
“Sebenarnya kamu kerja apa?”
“... Aku-”
“Hotel. Kamu kerja di hotel, kan?”
“Kenapa gak diperusahaan aku aja? Kenapa harus dihotel?”
Aluna terdiam di depan sang kekasih, ia bingung harus menjawab apa.
Bukan hal bodoh yang sangat sulit untuk Aluna lupakan, bahwa orang tua Bae Jinyoung sangat tidak menyukainya.
Ia hanya lulusan SMA dan kini ia hanya tinggal berdua dengan adik kandungnya di perumahan kumuh.
Sementara Jinyoung, ia anak konglomerat. Berpendidikan tinggi dan sekarang ia menjadi direktur muda di Young's Product Corporation.
Yang menghasilkan produk-produk berkualitas, dari mulai produk make up sampai pakaian.
Aluna dan Jinyoung sudah menjalin hubungan selama empat tahun lama nya. Namun, Aluna memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Jinyoung.
Mereka tidak sederajat.
Itu membuatnya sangat tersiksa,
“Sayang~ jangan tinggalin aku.”
Jinyoung memegang erat tangan Aluna. Aluna meringis, sebaiknya ia segera pergi.“Maaf.”
Aluna pergi meninggalkan Jinyoung dalam keadaan hancur di ruangan direkturnya, Jinyoung meremas dada kirinya berharap rasa sakitnya tergantikan.
Ia harap, ini hanyalah sebuah kejutan ulang tahun nya.
Yeah~ besok, 10 May. Jinyoung ulang tahun untuk yang ke dua puluh tahun nya.
❁ཻུ۪۪⸙
“Hm..”Aluna meremas jarinya gugup. Ia sedang berada di dalam ruangan bos pemilik hotel yang akan ia masuki. Ia tidak tau kenapa harus dihadapkan langsung dengan bosnya, padahal hanya sekedar melamar.
Aluna melamar kerja di Paradise Hotel.
Ia melamar pada pukul 10.39 KST .
“Kamu tau, kalo di sini tinggi dan berat badan sangat dipertimbangkan?”
Ia melanjutkan, “bahasa yang harus kamu kuasai juga ada empat.”
Kang Daniel, ia adalah calon bos Aluna yang kini tengah memandang Aluna dari atas sampai bawah, terus saja seperti itu. Mengulang-ngulang.
Aluna mengangguk, “iya, saya sudah tau itu. Anda bisa suruh salah satu karyawan anda untuk mengukur saya.” Jeda sebentar, “soal bahasa yang dikuasai, saya sudah tau sebelumnya. Anda bisa percayakan itu pada saya.”
Aluna tersenyum manis, menjawabnya dengan mantap.
Daniel mengangkat alisnya, “Wirklich? Was ist mein Grund zu glauben?”
(Benarkah? Apa alasan saya untuk percaya?)Aluna tertawa renyah, saat sadar apa yang dilakukannya tidak sopan, ia membungkuk 90°.
“Natürlich Was auch immer es ist,”
(Tentu saja. Apapun itu,)