Hani mendengus kesal ketika Seongwoo terus saja mencubiti pipi nya yang sekarang terasa keram karena dicubit setengah jam yang lalu.
Menghela napas berat, untuk yang kesekian kali nya lagi Hani menepis kasar tangan Seongwoo. Dan untuk yang kesekian kalinya Seongwoo kembali mecubiti pipi Hani yang sekarang memutarkan kedua bola matanya.
“Tangan lo bisa diem gak? Pipi gue sakit lo cubit terus daritadi.”
“Salah siapa lucu,”
Hani berdecih, lebih membiarkan kedua tangan Seongwoo yang menguyel-nguyel kedua pipinya.
“Ini gue serius astaga, pipi gue sakit Seongwoo!”
“Gue juga serius astaga, salah siapa lucu?”
“Lo-!” Bentakan Hani terhenti karena melihat Guanlin yang sedang berjalan sendirian sambil memasukan kedua tangannya kedalam saku celana.
Hani berdiri lalu berjalan pelan menghampiri Guanlin. Sejauh yang ia tahu, Guanlin itu adalah sahabat dari Jinyoung dan Daniel.
“Lin?”
Guanlin berhenti lalu menatap Hani dan Seongwoo bergantian. Mengangkat sebelah alisnya pertanda menyapa.
“Lo ngapain di sini?”
“Jalan.”
“Sendiri?”
“Lo liat ada orang selain gue di sini?”
“Kita.”
Seongwoo menjawab sambil merangkul bahu Hani. Hani mendelik lalu berusaha melepaskan rangkulan itu.
Guanlin hanya menatapnya biasa lalu melanjutkan perjalanannya yang sempat terhenti.
“Dasar, ini Guanlin kalo diliat-liat ganteng, iya kan Ong?”
Seongwoo mendelik, “oh, lo mau gebet Guanlin gitu?”
“Ya enggak lah, kan gue cuma bilang.”
“Tapi nada bicara lo kayak yang mau ngejar Guanlin aja.”
“Sembarangan lo nyimpulin gitu dasar kutil bunglon.”
“Berani lo ngatain gue?”
“Emang lo siapa yang perlu gue takutin?”
Seongwoo langsung diam, Hani menutup mulutnya terkejut.
Kenapa ia bisa sampai keceplosan mengatakan itu?
“Maaf / Maaf.”
“Eh / Eh.”
Hani dan Seongwoo saling memandang lalu terkekeh malu, “heheh, kok bisa barengan ya?”
****
Guanlin membuka pintu rumah Aluna sembarang ketika melihat ada sepasang sepatu hitam laki-laki didepannya. Ia tidak tahu kenapa ia harus semarah ini.
Niat awalnya ia pergi ke rumah Aluna adalah hanya untuk melihat apakah Aluna masih di rumah atau tidaknya. Padahal jelas-jelas ia yang mengantar Aluna pulang dan melihat Aluna memasuki rumahnya sendiri.
Menatap datar pemandangan didepannya dengan tangan mengepal, didepannya tengah terpampang hiburan yang sedikit membuatnya tertarik.
Daniel tengah menggigit pipi kanan Aluna sementara Aluna melotot ketika menyadari Guanlin melihatnya dengan posisi seperti ini.
“Oh. Jadi gini sifat bos di luar kantor, hm?”
Daniel melirik sekilas Guanlin lalu melanjutkankan kegiatannya yang sempat terhenti. Mengemut pipi Aluna.
Wajah Aluna merah seketika ketika Daniel tidak mau melepaskan gigitannya.
Meronta kecil pertanda menyuruh Daniel untuk melepaskannya, Daniel menurut.
“Kenapa?” Daniel menatap Guanlin rendah yang telah menganggu aktifitasnya.
Guanlin menyeringai, “gue cuma mau mastiin kalo dirumah Aluna gak ada serangga.” Guanlin menjawab santai.
“Siapa yang lo maksud?”
“Cowok yang sekarang baru aja beres gigit pipi orang.” Seringai Guanlin semakin melebar ketika melihat raut emosi di wajah Daniel.
“Yang lo maksud itu gue, Lin?” Daniel berusaha menjawab santai walau tangannya sudah gatal untuk membanting tubuh tinggi Guanlin.
“Bukan gue yang bilang ya.” Seringai Guanlin lebar sepenuhnya ketika membuat Daniel skak mat.
“Ngapain lo di sini?” Daniel mengabaikan sinisme yang ditunjukkan Guanlin dan lebih memilih bertanya hal lain.
“Ngapain ya? Bukannya gue udah bilang tadi.”
“Yang mana?” Daniel berpura-pura tidak tahu walau ia sangat tahu orang yang dianggap Guanlin serangga adalah dirinya sendiri.
Sementara Aluna menatap bingung Guanlin dan Daniel, tidak tahu harus melakukan apa, yang ia lakukan sekarang adalah hanya diam. Menurut salah satu novel Hani yang ia baca adalah, Diam itu Emas. Mungkin kalau ia diam saja daritadi ia akan mendapatkan beberapa batang emas.
“Tolol.”
Daniel menaikkan sebelah alisnya lalu memutar kedua bola matanya, “Aluna cewek gue. Gue punya hak buat apa-apain Aluna.” Namun, sepertinya ucapan Daniel yang ini membuat Aluna tersinggung dan kembali membuat Guanlin tersenyum miring.
“Maksud lo, jalang?” Guanlin merasa di atas angin ketika melihat Daniel yang diam saja.
Aluna lebih memilih diam ketika Guanlin mengarahkan pandangan padanya dengan senyum menyebalkannya.
“Terserah.” Daniel tidak menjawab dengan jawaban yang membela Aluna.
Aluna hanya terkekeh kecil tanpa suara, ternyata Daniel hanya menganggapnya seperti itu? Seenaknua memainkan tubuhnya? Sementara Sabrina yang sudah lama bertunangan dengan Daniel bahkan belum disentuh Daniel sekalipun.
Daniel yang menceritakan itu dengan Alasan tidak sudi.Aluna menatap sekilas Daniel yang sekarang tengah memainkan handphone nya mengabaikan ia dan Guanlin yang terdiam.
Seharusnya dari dulu ia tidak iya saja ketika ditawari menjadi kekasih sang Bos kalau akhirnya akan seperti ini.
Aluna bahkan merasa dirinya lebih rendah dari Sabrina yang memang berada jauh diatasnya.
Rasanya Aluna ingin menangis saja, semua laki-laki memang brengsek. Memainkan perempuan sesuka hati lalu akan meninggalkannya kalau sudah bosan. Mungkin Aluna juga akan ditinggalkan kalau Daniel sudah bosan dengannya lalu kembali pada Sabrina.
Siapa yang tahu, 'kan?
HOTEL