Rara telah menyelesaikan beberapa tugas sekolahnya pada malam ini.
Sepi. Rasanya, ia ingin menghubungi sahabatnya atau teman sekelasnya yang lain. Namun, ini adalah malam Minggu, malam yang lebih sering ia sebut dengan Sabtu malam. Tentu, para temannya itu tak sedang menganggur seperti dirinya.
Pasti lagi pada sibuk sama pacarnya. Pikirnya.
Namun tak urung ia mengirim pesan kepada para teman perempuannya. Kemudian menuju ranjang, untuk melamun dan menunggu balasan.
Tanpa sadar, cewek itu mengingat kejadian tadi pagi, ketika mengembalikan jaket milik cowok itu, sekaligus pagi yang membuatnya gondok setengah mati.
Bahkan, ia sempat mengira bahwa cowok itu tak mengerti bahasa manusia, karena setiap keketusannya justru dianggap sebagai pancingan. Pancingan agar cowok itu semakin gencar mengejar dirinya? Benar-benar pemikiran yang sinting!
Dering ponsel yang ditunggu itu akhirnya membuyarkan segala bentuk lamunan yang tengah dilancarkan, meski heran karena tumben-tumbenan ada yang membalas. Cewek itu langsung melihat ke arah layar, mendapati satu buah pesan dari nomor tak dikenal.
Lumayan, daripada sepi. Pikirnya, lalu mulai membaca isinya.
Unknown number
Ayang Rara?
Me
?????
Unknown number
Lupa, ya? Ini pacar baru sayang
Me
??????
Unkown number
Nama
Matanya melotot, ketika membaca tulisan terakhir. Rasa-rasanya, ia belum pernah sekali pun memberikan nomor ponselnya pada Nama. Akhirnya ia sibuk berdebat dengan diri sendiri, antara ingin membalas atau tidak. Hingga dering ponsel terdengar kembali, namun kali ini menandakan bahwa ada sebuah panggilan masuk.
"Angkat, enggak. Angkat, enggak. Angkat," gumam Rara dalam hati, bimbang.
Setelah dering kesekian, barulah cewek itu mengangkat panggilan. Sepertinya ponselnya akan terus berdering, jika ia tak menanggapi. "Halo?" sapanya ragu-ragu, juga tanpa minat.
"Halo, Sayang?"
Rara berdecak. "Kalau masih mau nelepon gue, ilangin panggilan norak itu!"
"Iya, iya. Galak banget sih, jadi cewek."
"Udah tahu gue galak, ngapain juga masih mau ngobrol sama gue!?"
"Astaghfirullah. Padahal nggak pantes galak, kalau masih pakai bedak bayi."
"Nggak usah sok alim, dan nggak usah nginget-inget yang tadi pagi!" Rara semakin jengkel, cowok itu mengungkit-ungkit kebiasaannya yang masih memakai bedak bayi pada tubuhnya.
Namun yang ia dapatkan hanyalah tawa renyah, entah mengejek! Lalu, "Udah makan?"
Sebenarnya Rara paling enggan mendengar pertanyaan semacam itu, tapi ia akan mencoba menjawab. Biar cowok itu menganggap bahwa ia adalah cewek gampangan, yang tiba-tiba bersikap manis dengan pertanyaan manis. Katanya, cowok tak suka cewek overacting, kan? Nah, ia akan membentuk image itu.
Itung-itung, belajar jadi cewek manis juga, pikirnya.
"Udah," jawabnya singkat.
"Sama apa? Kapan?" Nah kan, berbuntut?
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Interaksi
Teen FictionJudul Awal: Klop! (Bukan Asal Pacaran) Status Rara dan Al itu jelas pacaran, meski jadian secara sepihak. Hanya saja, walau kedekatan mereka semakin intens dan mulai saling terbuka, ada satu hal yang membuat Al jengkel. Yaitu, Rara tak tahu nama len...