Beautiful Sadness

42 0 0
                                    

Namaku Joana Marie Siregar biasa dipanggil Joy oleh teman-temanku. Alasannya sepele karena aku orang yang mudah bahagia dan membagikan kebahagiaanku dengan orang sekitarku. Aku adalah seorang remaja yang akan menginjak usia 17 tahun. Di masa SMA ku aku sangat menikmati momen kebahagiaan saat berada di sekolah. Mulai terlambat, dihukum, menjaili kakak kelas maupun adik kelas, mengerjai guru dan berbagai hal yang tak pernah kulakukan saat SMP dulu.

Semua hal yang kujalani itu semata-mata untuk menikmati hidup ini. Dan hal yang paling kusuka adalah meminta pajak jadian kepada teman-temanku yang sudah taken. Semua orang pasti mengerti maksudnya, aku sangat senang mereka mentraktirku di cafe mahal. Tetapi ada sedikit terbesit di dalam hatiku, sebenarnya bagaimana rasa cinta itu?

Entah berapa lama aku menjadi sosok yang menyenangkan. Tak lama kemudian aku menyadari bahwa aku merasakan apa namanya cinta. Heran terutama temanmu sendirilah yang menyadarkanku, tentunya sikapku langsung menyanggah dan mengatakan bahwa itu tidak benar. Padahal di dalam hatiku bergemuruh kencang.

Aku jatuh cinta pertama kali oleh salah satu teman ekskulku namanya Dimas. Dia menembakku tepat di depan kelasku lebih tepatnya di tengah lapangan. Mengingatnya saja bisa membuatku tersipu malu dan senyum-senyum sendiri. Saat itu dia yang menyatakan cinta pun segera diterima tanpa pikir panjang.

Awal hubungan kami terasa sangat lamban dan pelan. Seakan-akan dunia ini tidak ada yang bisa mengganggu kami. Kami saling berbagi satu sama lain dan saling melengkapi bahkan aku tak sadar telah meluangkan semua waktuku untuk bersamanya. Semua itu terasa indah.

Namun masa indah itu tak berlangsung lama saat aku berulang tahun ke 17, Dimas memutuskanku dengan alasan aku terlalu cuek dan pasif padanya. Aku tidak mengerti maksudnya pasif. Hubungan kami belum genap satu tahun tetapi dia tidak memberikan penjelasan dari alasan yang sebenarnya.

Dan itu adalah sebuah kesalahan mengenal Dimas,

"Gua udah putusi Joy kalian lihat Joy masih sekolah bukan?" ketus Dimas pada seluruh temannya yang kini mendesah kesal.

"Kamu mutusinya gak niat sih!"
"Jadi kita kalah ya"
"Ini motornya, Dim. Gue gak nyangka lo bisa setega itu sama Joy"

Itulah beberapa percakapan yang kudengar di kelasnya saat pulang sekolah. Dimas dan mereka semua memanfaatkanku demi taruhan mereka.

Ternyata selama ini hubunganku dengan Dimas semata-mata untuk ajang pembuktian pada teman-temannya. Hasilnya Dimas mendapat motor sport yang harganya dua kali lipat dengan motor yang digunakan setiap hari. Dengan menembakku tepat di lapangan, dia hanya menginginkan sebuah motor? Hubungan kita dihargai oleh sebuah motor.

Itu adalah hal yang menyakitkan bagiku di masa-masa SMA-ku yang indah. Semua orang- satu demi satu tidak lagi kupercayai. Bahkan untuk sahabatku sendiri. Mereka semua yang mendukung hubunganku bersama Dimas pun menjauhiku. Terlihat sudah topeng mereka selama ini.

Kupikir karena kita masih sama-sama SMA perasaan sedih ditinggal akan menghilang seiring berjalannya waktu. Tetapi rasa sakit akibat putus masih terasa hingga akhir tahun menuju kelulusanku. Apalagi setelah putus denganku Dimas telah menggaet cewek lain yang merupakan teman sekelasku. Awalnya kuanggap biasa tapi lama kelamaan aku terpikirkan olehnya. Seolah-olah dia tengah mengkhianatiku. Harusnya aku sadar diri, Dimas bukan lagi Dimas yang kukenal atau memang itulah sifatnya.

"Joy, kamu mau ikut gak ke rumah Gita?"
"Iya, ayolah Joy.."
"Sorry guys, aku ada les,"

Selama satu semester aku selalu murung tak mampu sekedar tertawa bahagia. Hal ini membuat teman-temanku terutama orang tuaku tampak khawatir. Dan saat sisa semester terakhir, seluruh keluargaku memutuskan pindah ke kota lain. Mereka berpikir dengan kepindahan akan membuatku kembali seperti semula tapi itu hanya sementara.
"Joy selamat ya nak"
"Terimakasih Bunda Ayah.."
"Ayo foto bareng"
"Kakak yang foto"
"Ih, aku juga mau foto dengan adikku"

CerPen-Judul ada di Bab-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang