Mourning

20 3 5
                                    

Kabung, kb: secarik kain putih yang diikatkan pada kepala sebagai tanda berduka cita.

-(0)-

Namanya adalah Ari, dia adalah satu-satunya gadis yang berada di keluarga besar Brama-sebutan bagi pengkhianat negara-(Bramacora). Dirinya tidak jauh berbeda dengan yang lain, bahkan beberapa kali sempat sekelas dengannya. Saat SMP, dia berpindah untuk menemui ibunya yang sedang sakit di kota. Tak lama berselang, dia kembali lagi ke desa hingga SMA.

Menurut kabar dari orang-orang yang bertetangga dengan keluarga Ari, keluarga besar Brama mendapatkan kutukan. Kutukan yang sudah mendarah daging di setiap pewaris darah nama Brama. Itulah yang mengakibatkan Ibu Ari meninggal setelah mengidap penyakit keras.

Percaya atau tidak itu memang benar terjadi. Beberapa anggota inti dan luar keluarga Brama meninggal secara mendadak atau mengenaskan. Terakhir adalah berita bahwa kakak sulung Ari meninggal karena Tsunami di Aceh dengan jasadnya terseret ombak dan tersangkut di timbunan reruntuhan. Dan kini hanya tersisa Kakek, Ayah, Kakak ketiga Ari dan Ari sendiri. Hanya tersisa 4 orang di keluarga itu.

Entah apa yang terjadi jika seseorang mendapatkan nasib seperti Ari. Dan pastinya tidak akan betah apalagi bertambah dengan cacian masyarakat mengenai masa lalu keluarga tersebut. Keluarga mata-mata NICA.

  -(0)-  

Ari menjadi seorang yang penyendiri di sosok remajanya yang harusnya penuh kenangan. Padahal jika tidak ada embel-embel nama belakangnya dan latar belakang keluarganya pastinya dia sama dengan yang lain.

"Bolehkah aku duduk disini?" tanyanya lembut. Senyuman kaku nan ragu diberikannya. Apalagi sorotan lembut matanya seperti diri ini dalam bayangannya. Rasanya taburan bunga bermekar saat melihat sorot mata itu. Bola mata bagai kaca hitam berbentuk lingkaran yang akan membuat siapapun terhisap olehnya.

"Boleh," suara keluar khas dengan kegugupannya tak salah jika tingkah ini masih tidak percaya. Ari adalah gadis yang begitu cantik jika tersenyum.

"Panji, jauh-jauh dari gadis itu!!", suara memekak telinga saat mendapatkan tarikan tangan ini. Seluruh anggota tubuh ini terjungkal namun tidak terjatuh.

Dia terdiam, duduk dengan tenang tak peduli. Seolah yang terjadi adalah hal biasa yang sama sekali tidak menyinggungnya. Ari, apa yang kamu pikirkan?

"Maafkan mereka, Ari,"

Tidak-dia tidak mendengarnya- tetap diam seperti tidak terjadi apa-apa. Satu tarikan lagi terasa begitu mendorong tiba-tiba membuat mata ini hanya mampu melihat jauh tubuh Ari.

"Dia itu aneh. Ayo kita pergi!!" dua kali mengangguk tapi tetap menatap wujud gadis pemurung itu-Ari-.

  -(0)-  

Ini hanya bentuk sebagian kecil pengucilan orang-orang terhadapnya. Dia tidak pernah membalas ucapan pedas atau melawan perilaku mereka terhadap dirinya. Dia tetap menjadi seorang yang diam tidak memperdulikan tanggapan orang terhadapnya. Dan rasa penasaran ini menyeruak karenanya..

Saat itu adalah hal aneh, 14 tahun tidak bertemu Ari membuat semua berubah. Acara pemakaman diselenggarakan untuk pemakaman Kakaknya yang meninggal saat bertugas. Kakaknya adalah seorang tentara militer negara yang sering bertugas menjaga perbatasan. Rasa sedih atas kepergiannya membuat seisi ruangan bersuasana duka. Berbeda dengan Kakek Ari.

Kakek Ari menggunakan secarik kain yang diikat pada kepalanya dan melakukan gerakan aneh. Semua orang nampak tenang tidak peduli dengan Pria Tua itu. Namun dalam hati memberi tatapan aneh, lantaran Ari turut melakukan tarian aneh itu.

"Apa penguburan akan dilakukan segera?" seorang ustadz mengingatkan Ayah Ari untuk segera menguburkan anaknya.

"sebentar, saya akan memanggil Bapak saya," ujarnya lalu berdiri tegap. Pria yang berusia lebih setengah abad itu menghentikan tarian aneh Kakek Ari dan Ari. Rasa ingin tahu pun menjadi diri ini mengikutinya hingga mendekat. Tetapi hanya mampu mendengar dari kejauhan.

"Kita akan mengubur Arya," ucapan sarat akan aura tegas diberikan. Namun Kakek Ari tidak bergeming, sama juga dengan Ari yang masih menunduk tidak mengatakan apapun.

"Lakukanlah, aku masih tidak bisa menahan kesedihan ini," jawaban Kakek Ari membuat semua orang kaget. Setelah sekian lama tidak mendengar suara Pria itu. Dan nampak suara getaran tanda rasa dukanya ditinggal salah satu cucunya sekali lagi.

"Bapak, anakku Arya, cucumu akan-"

"Lanjutkanlah, aku tak sanggup," sela Kakek Ari kembali mengulangi gerakannya. Diam, semua orang tidak berani untuk menasihati Kakek Ari. Mereka seolah sudah terbiasa dengan kelakuan Kakek Ari. Tapi yang aneh, kali ini Ari-cucu perempuannya- turut serta.

Ayah Ari mendengus kasar dan berjalan mendekati Ustadz yang akan memulai sholat jenazah. Semua orang pun melanjutkan pemakaman dengan khidmat dan ucapan belasungkawa berulang kali diberikan untuk keluarga tersebut. Berdiri penuh ragu, kaki ini melangkah mendekat pada tubuh kaku -Ari- yang masih diam di teras rumah.

"Masuklah Ari, makan," tak ada respon apa-apa yang diberikan Ari. Pelan, tangan itu terangkat tuk mengenggam.

"Panji, pergilah!!" teriaknya tiba-tiba.

"Ari, Aku-" tubuhnya membalik secara tiba-tiba. Dada ini bergemuruh menatap wajah Ari.

"Jangan peduli padaku.. cukup 14 tahun lalu sekarang tidak!!"

Ari berlari menjauh.
Ari meninggalkan rumahnya. Dan tubuh ini tidak dapat mencegah Ari.

"Baiklah," tak ada kata lagi yang akan keluar di mulut. Kembali ingatan buram pemisah hubungan tali persahabatan yang memang selama ini renggang.

Bodoh, janji itu-janji tidak akan mendekati dirinya. Dan perkataannya benar, cukup 14 tahun itu terjadi.

  -(0)-  

-Het Einde-

CerPen-Judul ada di Bab-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang