Day

21 1 0
                                    


Dedicated for myself. And hope you enjoy.

XxxxX

"Shena"

"Ayo kita buat lagi istana pasir"

"Ayo Fer"

Kepingan kenangan itu membuatku kembali tersenyum setelah memandang foto masa kecilku. Figura yang menampakan 4 anak kecil bermain di hamparan pasir pantai. Aku masih melihat senyuman manisnya saat itu. Sekarang senyuman itu hanya sebuah kenangan.

Tok tok tok

"Shena, ini aku Fera. Bolehkah aku masuk?" gema suaraku di seluruh sudut ruangan yang sunyi. Aku menatap resah tidak ada jawaban dan tanganku kembali mengetuk pintu.

Tok tok-

"PERGI!!" teriakan keras yang menyambut.

Aku menghela nafas berat berusaha membuka kenop pintu yang terkunci. Ini adalah hal biasa terjadi setiap harinya. Sosok yang berada dalam kamar sumpek itu selalu mengunci dirinya sendiri.

Saat berhasil membuka pintu, suara pecahan kaca terdengar sangat keras.

Prangg

Aku bergegas menghampiri gadis yang duduk dengan tangan berdarah. Pecahan kaca tepat berada di bawah kakinya.

"Astaga, Shen.. Apa yang kamu lakukan!" seruku membersihkan luka di tangannya dengan kain bersih. Tak lupa menyingkirkan beling-beling menggunakan kain.

"Untuk apa lagi kamu kemari. Sudah puas melihat keterpurukanku. Senang sekali dirimu melihatku setiap hari." itulah rangkaian kalimat yang terulang setiap hari. Shena yang dulu manja dan sangat manis menjadi wanita dengan ucapan pedas dan menusuk.

"Sudah kukatakan bukan! Aku tak butuh rasa kasihanmu!" nada penuh penekanan. Namun aku masih setia membalut luka di telapak tangannya.

Srett.

"Jangan karena aku tak bisa melihatmu, kau bersikap peduli. Aku tau kamu menahan tawamu, Fer!"

Aku hanya mampu menatap mata kosong itu tanpa mengucapkan sesuatu. Kami terdiam cukup lama, dia memandang tajam tanpa sorotan di matanya. Seolah-olah tidak ada jiwa di bola mata itu.

"Kamu masih disini?"

"Shena, hari ini kamu mau ya makan bareng papa dan mama"

Dia tersenyum bukan dia menyeringai.

"Papa dan Mama katamu, Fer, dimana otakmu, hah? Mereka adalah orang yang memungutku dan dirimu"

"Hush, ayolah Shen-"

Tubuh kecil Shena berusaha berdiri, aku yang kaget pun membantunya. Tapi tanganku segera dihempas dengan kasar.

"Aku tak butuh rasa kasihan!"

Dia berjalan dengan meraba-raba benda sekelilingnya. Sedikit iba, kuberikan tongkat di bawah kasur pada tangannya.

"Keluar!" sekali lagi bentakan Shena padaku.

"Keluar dari Kamarku Fera!"

Kasar sekali suaranya yang nyaring hingga membuat gema. Aku menurutinya berjalan mendekatinya. Dia menutup pintu segera begitu tubuhku keluar dari kamarnya.

+_+


Aku berjalan menunduk sembari meletakkan baki penuh makanan di meja. Lagi-lagi Shena tidak mau menyentuh makanannya dan tidak mau makan bersama.

CerPen-Judul ada di Bab-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang