Chike, Putra Kecilku

16 0 0
                                    

Aku berlari kesana kemari, mencoba menajamkan penglihatan demi mencari anak lelakiku yang tiba-tiba saja menghilang. Aku sangat yakin, bahwa dia tadi ada tepat di belakangku.

"Apakah Kau benar-benar yakin Lakeesha bahwa Chike dan Akili tadi tepat di belakangmu? Kau tidak melupakan mereka kan ketika kita melewati lembah terjal tadi?" tanya Jacinda dengan tatapan penuh selidik.

"Demi Tuhan, Jacinda, aku masih melihat mereka tadi. Bahkan, aku masih bisa mendengar suara Chike yang sedang menggoda Akili karena telah menginjak kotoran para kera!" air mataku merebak, hampir menangis.
Beberapa dari kelompok kami pun hanya bisa terdiam, seolah ikut merasakan kesedihanku karena kehilangan Chike dan juga adik perempuanku, Akili.

"Ibuuu..." Tiba-tiba teriakan Chike membahana.

"Ayo cepat kita ikuti suara itu. Sepertinya mereka tidak jauh!" pinta Jacinda yang diikuti oleh para pengabdinya kala itu.
Mereka pun segera menerjang hutan belantara, mematahkan setiap ranting pohon yang terjuntai tak berdaya.

"Chike, teruslah menggerakkan kakimu! Jaga keseimbangan tubuhmu agar kau tidak terseret arus air!" pekik Akili dari tepi sungai. Ia ingin sekali bisa meraih Chike yang tampak mulai kehabisan tenaga. Tapi, arus air begitu deras. Tubuh Akili yang bongsor pun seolah tak mampu melawan.

"Ya Tuhan, Chike, anakku!" raungku mempercepat langkah ketika melihat Chike tengah bertaruh nyawa di tengah derasnya arus sungai yang berwarna kecoklatan karena lumpur.

"Akili, menjauh!" Jacinda menarik Akili lalu mendorongnya hingga ia hampir saja jatuh tersungkur bila tak ada Namazi dan putranya, Paco yang menolongnya.

Aku berusaha menerjang derasnya arus sungai. Seolah tak peduli dengan hantaman ribuan kubik air pada tubuhku. Mataku hanya menatap ke arah Chike yang tengah berjuang agar tidak tenggelam dan terseret arus.
"Chike, raih Ibu, Nak!" teriakku.
Susah payah Chike mencoba meraihku sejauh yang dia bisa lakukan. Satu kali, dia gagal. Pegangannya terlepas. Dua kali, gagal lagi. Tiga kali, dan akhirnya Chike berhasil meraih, memegangku erat.

Bersama-sama, kami berjalan perlahan melewati tepian sungai, tapi sial, kakiku terjepit batuan yang entah muncul darimana. Bebatuan itu menghantamku hingga membuatku tersungkur lemas, terseret arus.

"Ibu...!!!" jerit Chike yang kemudian makin lama makin menghilang. Sementara aku mencoba terus bernafas di dalam derasnya air, hingga akhirnya aku merasa bahwa tubuhku melayang lalu berdebum kencang. Meninggalkan rasa sakit yang teramat dalam. Aku pun tak sadarkan diri.

"Bu, maafkan Chike yang selalu saja membantah nasehat dan semua kata-kata Ibu. Maafkan Chike yang juga tak pernah mau memahami perasaan Ibu yang selalu ingin melihat Chike aman dan bahagia. Chike tak peduli, Bu, meskipun Ibu selalu saja mengomeli Chike dan melotot karena kenakalan Chike, buat Chike, Ibu adalah segalanya. Ibu adalah yang terbaik yang pernah Chike punya. Ibu adalah ibu terhebat di seluruh dunia... Bagiku, Ibu itu super, uhm... Ibu super maksudku..." ucap Chike lirih tepat di sampingku yang sebenarnya sudah terjaga sedari tadi. "Kumohon bangunlah, Bu. Chike rindu, Ibu..."

Entah bagaimana kawananku itu pada akhirnya berhasil menemukan dan membawaku kemari. Tapi aku lega, karena aku masih hidup dan bisa kembali bertemu dengan Chike, putra kecilku. Air mataku pun hampir saja meleleh karena untaian kalimat manisnya tadi.
"Supermom maksudnya?" kataku mengagetkan Chike.

"I..ibu sudah bangun?" ia meringis.
Aku mengangguk, tersenyum, lalu memeluknya hangat menggunakan belalai panjangku. Telingaku bergerak mengusir serangga hutan yang sejak tadi mengerubungi kami malam itu.

"Terimakasih, Chike, karena kamu sudah begitu sayang pada Ibu. Ibu harap, setelah kejadian tadi, kamu bisa jadi anak Ibu yang selalu mendengar dan paham akan nasehat dan saran Ibu, karena Ibu ingin selalu menjagamu, Nak," ucapku. "Ingatlah, ini alam liar. Tak ada satu jengkal pun daerah aman disini kecuali ditengah-tengah kami, keluargamu," jelasku yang masih berusaha mengatur nafas.
Chike mengangguk tanda mengerti.

"Menjadi satu-satunya milikmu yang paling berharga di dunia ini dan menjadi yang paling mencintaimu meskipun nanti kamu sudah memiliki lingkaran kehidupanmu sendiri, percayalah bahwa cinta Ibu padamu masih berada satu level di atas mereka. Satu pesan Ibu, tetaplah jadi dirimu sendiri, tetaplah percaya pada dirimu sendiri seperti Ibu yang selalu percaya pada kemampuanmu..." ujarku mendekap Chike kian erat, disaksikan oleh terangnya sinar rembulan malam itu.

"Iya, Bu. Chike tahu, kasih Ibu itu sepanjang masa. Terimakasih karena telah mencintai dan mempertaruhkan nyawa untuk Chike, Bu," ucapnya. "Ibu adalah induk gajah afrika terhebat yang pernah ada di dunia!" pekiknya girang sambil menciumiku penuh sayang.

~end~

Source Pic : http://pin.it/NoJLHvN

Escape The MazeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang