"Mungkin caraku membuatnya bahagia berbeda dari caranya dia memandang kebahagiaan."
-Taranaya
****Taranaya POV
"Mama. Papa. Kalian di mana?" ucapku histeris.
Ku pandangi sekelilingku. Gelap dan sunyi. Aku tak dapat melihat apa-apa di sini. Tubuhku bergetar dan air mataku mulai menetes menuruni pipiku. Aku takut! Aku berlari ke arah depan. Sebenarnya aku pun tak tahu aku berlari menuju ke mana.
"Mama! Papa! Kalian di mana? Tara takut!" teriakku histeris.
"Jawab ma, pa! Tara di sini."
Aku berteriak sekeras-kerasnya, berharap ada orang selain diriku di sini. Tapi sekuat apapun aku berteriak memang tak ada siapapun di sini. Hingga akhirnya aku pun hilang harapan, ku jatuhkan lututku ke tanah. Aku menangis sejadi-jadinya.
Hingga aku menyadari ada rasa hangat menjalar di dahiku. Perlahan aku menghentikan tangisku. Aneh, tak ada siapa-siapa di depanku tapi mengapa dahiku... terasa hangat. Tapi tak tahu mengapa, rasa hangat di dahiku seketika membuat diriku tenang. Terasa sangat nyaman sampai aku tak ingin kehilangan rasa hangat ini.
Abimanyu POV
Hah? Aku sedikit terkejut ketika melihat bulir-bulir air mata keluar dari matanya. Ia menangis. Ta... Tapi kenapa? Apa ia sedang bermimpi buruk. Aku merasa heran dengan perempuan di depanku. Bisa-bisanya ia tidur pulas di tempat seperti ini dan terlebih lagi ia sampai bermimpi.
Rasa simpatiku pun mulai muncul. Ku ulurkan tanganku untuk mengusap air matanya. Tetapi tanganku tertahan saat hampir menyentuh pipinya. Aku terdiam sejenak, memahami kondisi yang saat ini aku rasakan.
What! Kenapa aku harus peduli padanya? Ia adalah perempuan yang menyebalkan. Aku tak perlu menolong dia. Dia sudah besar, dia sudah bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.
Otakku terus berkata untuk tidak memperdulikan dia. Tapi hatiku berkata lain. Saat otakku sedang bekerja, hatiku memilih jalannya sendiri. Ini pertama kalinya otak dan hatiku memilih jalan yang berbeda. Aku bingung harus memilih yang mana. Astaga! Ini semakin sulit. Kenapa aku harus seperti ini pada perempuan yang baru saja aku kenal.
Ku lirik wajah perempuan itu. Ia masih tertidur pulas dengan posisi yang sama. Tanpa sadar aku mengulurkan tanganku memegang dahinya. Dahinya terasa panas, sepertinya ia tak enak badan.
Beberapa saat kemudian ia berhenti menangis. Aku lega melihatnya tak lagi menangis. Walaupun begitu ia belum membuka matanya.
Aku tak tahu apa yang tengah merasukiku sekarang, yang pasti tanganku tak mau lepas dari dahinya. Ada rasa bahagia dalam diriku saat tanganku terus menempel di dahinya.
Ku amati wajahnya yang polos itu. Bekas air matanya masih terlihat dengan jelas di mataku. Perlahan ku dekatkan wajahku ke wajahnya.Saat jarak kami hanya beberapa senti, perempuan itu perlahan membuka matanya. Ia mengerjapkan kedua matanya berulang-ulang. Ia membulatkan matanya ketika melihatku berada di depannya dengan jarak yang sangat dekat.
Aku tak berkutik. Seluruh tubuhku kaku seketika melihat perempuan itu sedang memergokiku yang tengah menatapnya seperti orang mesum.
Gawat!!
"Elo ngapain di sini?"
Hah? Apa aku tak salah dengar? Kenapa reaksinya hanya begitu saja?
"Ahh... Em... Anu..." ujarku gagap.
Bagaimana ini, aku tak tahu harus berbicara apa padanya. Come on, Abi. Jangan grogi seperti ini. Bersikaplah seperti biasa.
"Gue nggak ngapa-ngapain," jawabku berusaha tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABITARA
Teen Fiction[ FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA ^^ ] Siapa yang tidak kenal dengan Abimanyu Aileen Caesar. Laki-laki tampan dan juga kaya, memiliki banyak prestasi dibidang Akademis maupun Non-Akademis. Ia juga mudah akrab dengan teman sebayanya. Hanya saj...