ABITARA 11: Ariocarpus

75 17 11
                                    

Abi berjalan santai di lorong sekolah. Kedua tangannya dimasukkan ke kantong celana, hal yang sering dilakukan oleh orang-orang agar terlihat keren. Suasana sekolah tampak sepi, semua orang telah kembali ke rumahnya masing-masing kecuali dirinya yang masih betah di sekolah dan Pak Ahmad yang tengah berkeliling mengawasi lingkungan sekolah.

Seperti biasa ia pulang paling belakangan. Selain malas pulang awal karena orang tuanya tidak ada, alasannya yang lain adalah Abi tak ingin bertemu dengan para gadis yang sering menunggunya di depan parkiran. Abi bisa membayangkan betapa nekatnya orang-orang itu, padahal sudah jelas ia menolak mereka semua.

Kalau beruntung ia pun bisa pulang dengan selamat asalkan diantar Yohan ataupun Zayn. Bukan sekali atau dua kali, tetapi lebih dari sepuluh kali dengan gadis yang berbeda-beda. Memang beda yah kalo lelaki punya pesona bagaikan model, ke mana-mana saja diikuti fans.

Bicara soal Yohan dan Zayn, mereka sudah lebih dulu pulang. Tadinya Yohan menawarkan Abi untuk ikut main ke rumahnya, Zayn pun ikut. Tetapi Abi terpaksa menolaknya. Hari ini ia ada jadwal les di luar rumah.

Drrtt drtt

Langkahnya terhenti sejenak. Lelaki itu merogoh saku celana, mengambil ponsel yang sejak tadi bergetar. Abi menatap layar ponselnya malas. Sebuah panggilan masuk dari mamanya. Ia mendengus, tumben mamanya menelpon. Abi yakin kalau seperti ini pasti ada maunya.

Klik

Abi menekan tombol hijau lalu menaruh ponselnya di telinga. "Halo?"

"Halo, sayang," jawab seorang wanita dari seberang sana.

"Ada apa?" tanya Abi jengah.

"Gapapa. Mama cuma mau ingetin kamu kalo hari ini kamu ada jadwal les. Trus jangan lupa abis pulang les kamu ikut mama, yah."

"Aku tau kalo hari ini ada les. Tapi ngapain aku ikut mama. Mau ke mana?" tanya Abi.

"Klien mama ada yang menikah, kamu temenin mama. Papa kamu nggak bisa dateng karena lembur di kantor," jelasnya.

Kedua matanya berputar searah jarum jam. "Ma, aku nggak mau ke sana," tolaknya.

"Kamu nggak boleh nolak," paksa mamanya. "Inget! Mama tunggu kamu di rumah sampet jam 6. Jan-"

Tut tut tut

Belum selesai Tiara bicara, Abi sudah lebih dulu memutuskan sambungan telponnya. Matanya menatap tajam layar ponselnnya geram. Ia kembali memasukkannya ke dalam saku celana.

"Gue nggak mau. Kok maksa, sih," seru Abi.

Ia pun kembali melanjutkan perjalanannya. Dilihatnya jam di tangan kanan, waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore.

Anak itu mengembuskan napas berat. Entah mengapa Abi merasa hidupnya terasa aneh. Ia bagaikan sebuah boneka tali yang digerakan oleh orang tuanya sesuka mereka. Abi merasa hidupnya tidak ada apa-apanya dibandingkan hidup gadis itu, Tara. Ia merenung, jujur di dalam hatinya Abi iri dengan kehidupan Tara.

Hiks

Abi celingak-celinguk. Wajahnya berubah tegang saat ia mendengar suara tangis seorang gadis. Lelaki itu terdiam untuk sesaat. Beberapa detik kemudian ia mendengarnya lagi tetapi kali ini lebih keras. Perasaannya makin tak enak.

Suara apaan tuh? Masa kuntilanak, batinnya.

Lelaki itu berjalan perlahan, mengikuti suara itu yang cukup membuat bulu kuduknya merinding. Siapapun taka da yang tahu termasuk sahabatnya, kalau ternyata Abi takut dengan hal berbau hal gaib. Ia anti hal semacam itu.

Suara itu mengarahkannya ke taman belakang sekolah. Abi berjalan mengendap-endap, ia mengintip dari balik dinding. Belum juga ia melihat kakinya sudah lebih dulu bergetar ketakutan. Dengan perasaan takut Abi mengintip. Matanya menangkap sesosok orang menggunakan jaket, tengah berjongkok diantara pot bunga. Hah... Abi mengelus dadanya lega, ternyata itu orang sungguhan, buktinya kaki orang itu menapak.

ABITARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang