ABITARA 8: Beruntung Lebih Dari Orang Lain

79 16 0
                                    

Dunia itu sangat indah, tergantung bagaimana cara kamu melihatnya.

Dari sudut yang baik atau sudut yang buruk.

-Taranaya

****

Taranaya POV

"Eh, cewek aneh. Lo mau bawa gue ke mana, sih? Daritadi nggak nyampe-nyampe?" celetuk Abi tanpa merasa bersalah.

Aku benar-benar heran dengan laki-laki yang saat ini berada di sampingku. Apakah sudah kebiasaannya merengek-rengek seperti bayi yang kehilangan susunya, padahal baru beberapa langkah ia meninggalkan rumah neneknya. Niatku hanya akan mengajak Jenny dan adik-adik, tetapi sepertinya akan bertambah satu lagi 'adikku'.

"Weh, malah diemi. Ditanya juga," celetuknya lagi.

"Ih, lo bawel banget sih. Kan tadi gue udah bilang kalo kita akan pergi ke taman. Nggak jauh kok dari sini. Jangan rewel deh," gerutuku.

Tidak di rumah, di sekolah, ataupun di jalanan dia tetap saja menjengkelkan. Telingaku bisa-bisa sakit kalau terus-terusan berada di sampingnya, mendengarkan semua racauannya.

"Dih, kok elo nyolot sih, kan gue cuma nanya," sulutnya. Come on, Abi. Lama-lama kamu membuatku jengah.

"Sttt." Ku taruh jari telunjukku tepat di bibirnya. Matanya membulat sempurna bahkan tubuhnya menegang. Kenapa? Apa dia terkejut dengan tindakanku? Ini cuma jari, woy! "Lo berisik banget. Kalo mau pulang, pulang aja sana. Gue juga nggak ngajak elo buat ikut gue, itu kan permintaan nenek elo."

Abi terpaku, sepertinya ia memikirkan kata-kataku tadi. Dilihat dari mana pun aku sudah tahu kalau Abi itu sangat patuh terhadap neneknya. Kalau ia pulang sekarang pun pasti nenek Risa akan marah besar terhadapnya. Bukan urusanku sih, tapi kasihan juga. Itu sih terserah dia, mau ikut aku atau pulang ke rumah neneknya.

Abi mengulurkan tangannya, memegang tanganku. "Iya, iya. Maaf, gue kan cuma nanya," ujar Abi pelan, ia menjauhkan jariku dari bibirnya.

"Kita ke rumah gue dulu abis itu baru ke taman," jelasku disambut anggukan olehnya.

Beberapa menit berselang berlalu akhirnya aku dan Abi pun sampai di sebuah panti asuhan yang biasa kusebut sebagai rumah. Saat tiba di rumah, Abi tak banyak berkomentar, yang ia lakukan hanya menatap keseluruhan rumahku dengan tatapan menyelidiki. Aku tersenyum tipis, sepertinya Abi belum pernah datang ke panti asuhan. Ia kan orang kaya, sudah tentu ia belum pernah ke tempat seperti ini.

Baru saja aku hendak menjajakan kakiku masuk ke dalam, adik-adikku dan Jenny sudah berdiri di ambang pintu gerbang. Mereka nampak sedang menungguku, begitupun dengan Jenny. Ola, Zidan, dan Kirana langsung berhambur berlarian ke arahku.

"Kakak lama banget sih?" tanya Kirana.

"Tau, nih!" lanjut Ola dan Zidan bersamaan.

"Hehe. Maaf kakak lama. Tadi ada urusan sedikit di luar," cengirku.

"Kamu siapa?" Adik-adikku secara serempak berlari ke belakangku saat melihat Abi. Mereka bertiga agak takut jika bertemu dengan orang asing. Sementara Abi agak tercengan melihat reaksi adikku ketika bertemu dengannya.

Aku mengelus kepala Ola dan Zidan. Sambil tersenyum aku berkata, "Kalian jangan takut. Dia temen kakak kok. Namanya Abimanyu, tapi kalian panggil dia Abi aja," jelasku.

"H-hai. Aku Abi, salam kenal," ujar Abi sambil memasang senyuman kaku. Aneh, sebegitukah dia sampai-sampai bertemu dengan adikku saja dia tak bisa tersenyum?

ABITARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang