ABITARA 5: Donatur Yang Dermawan

123 18 0
                                    

Taranaya POV

Dengan terampil, ku cuci semua piring kotor bekas makan Mama Hana, Jenny, dan juga adik-adikku. Saat aku sibuk di belakang, Jenny justru asyik bermain bersama adik-adikku. Sedangkan Mama Hana sedang membersihkan taman di depan rumah. Aku sudah seperti pembantu saja, bukan? Haha bercanda, deh. Hari ini kan weekend jadi tak apalah membantu Mama Hana sekali-kali.

Hari ini Jenny mampir ke rumahku. Katanya ia sedang bosan berada di rumah. Dan lagi Jenny sangat senang bermain bersama adikku. Adikku pun begitu, mereka amat suka dengan Jenny. Bisa dibilang Jenny itu kakak kedua mereka.

Ku rapikan kembali semua piring yang sudah kucuci dan meletakkannya ke atas rak piring.

Aku berjalan menuju ruang tengah. Begitu sampai, pemandangan yang kulihat sangatlah lucu. Nampak Jenny sedang didandani oleh adikku dengan bermodalkan bedak yang putihnya seperti tepung. Aku terkikik, Jenny sudah benar-benar seperti badut.

Aku pun menghampiri mereka. Aku tertawa cukup keras begitu melihat wajah Jenny yang berlumuran bedak.

"Jangan ketawa deh, Tar," gerutunya.

"Abisnya elo lucu banget, sih. Udah kayak badut aja," jawabku spontan.

Aku masih terus tertawa melihat aksi adik-adikku yang nakalnya sudah keterlaluan. Keterlaluan lucunya.

Di depanku kini sudah ada 3 orang adiku. Mereka adalah Ola, Zidan, dan Kirana. Mereka adikku yang masih kecil, masih duduk di bangku SD. Sebenarnya aku masih ada dua adik lagi, namanya Ryan dan Milo. Mereka berumur 14 tahun dan sudah duduk di bangku SMP. Satu sekolah tetapi beda kelas. Ryan sedang keluar rumah karena ada janji dengan temannya, dan Milo pun begitu hanya saja ia pergi karena ada tugas kelompok. Jadi orang yang tinggal dalam rumah ini ada 7 orang termasuk Mama Hana.

"Kak Tara. Kak Tara," panggil Ola dengan gemasnya.

Aku langsung memandangnya. "Apa, sayang?"

"Kakak mau aku dandanin juga, nggak? Aku jago, lho."

Mendengar ucapan Ola dengan pedenya aku langsung menyilangkan kedua tanganku di dada.

"N-nggak, dek. Makasih. Lain kali aja," tolakku.

Wajah Ola seketika murung. Hatiku pun sedikit tak enak menolak ajakannya. Maaf, yah, sayang. Kakak nggak mau jadi badut layak Jenny. Hihihi.

"Jen," panggilku.

Jenny menoleh. "Apa?"

"Gue mau ke Mama Hana dulu ke depan. Lo maen sama adek gue dulu, yah!" pintaku.

"Iya, iya. Tapi gue boleh makan cemilan yang ada di kulkas, yah?"

Alisku bertautan. Perasaan aku nggak bilang apa-apa soal cemilan, tapi kok dia bisa tahu?

"Elo tau dari mana gue ada cemilan?" tanyaku menyelidiki.

Jenny yang baru saja aku tanya langsung cengengesan nggak jelas. "Hehe. Sorry. Tadi gue nggak sengaja ngeliat isi kulkas lo pas gue mau ambil minum," jelasnya. "Jadi boleh, yah?"

Jenny memohon padaku. Awalnya aku menolaknya, namun seketika semua pemikiranku pun berubah. Astaga, dia mengeluarkan jurus andalannya, Mata yang berbinar-binar. Aku benar-benar tak tega melihat kedua bola mata yang berbinar-binar itu.

"Oke, oke. Lo makan cemilan gue yang ada di bagian atas. Jangan yang di bawah, itu punya adek-adek gue," ucapku pasrah.

Huft. Biarin deh Jenny makan cemilanku. Lagipula aku juga lagi nggak mau makan cemilan.

"Siap, Bos!" serunya seraya memberi hormat layaknya seorang tentara.

Begitu situasi telah teratasi aku pun melangkahkan kaki, keluar rumah untuk mencari Mama Hana.

ABITARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang