Hogwarts, 2098
Professor Maggie bergegas menuruni tangga pualam ketika terdengar teriakan anak perempuan dari koridor lantai dua. Langkahnya begitu tergesa-gesa seiring dengan mimik khawatir yang tergambar jelas di balik hidung bengkoknya. Sejak satu minggu yang lalu, toilet anak perempuan menjadi sorotan akibat ulah Myrtle Merana, yang semakin frustrasi setelah melewati hampir 2 abad di Hogwarts. Suara-suara riuh dari gerombolan murid seketika memenuhi koridor, berusaha mencari tahu asal suara tersebut.
"Minggir— Beri jalan!" Seorang anak laki-laki kelas 5 berambut hitam tampak menyisir jalan, disusul dua murid perempuan lain berlencana Ravenclaw dan Gryffindor, dan satu murid laki-laki Gryffindor dengan tampang serius di belakangnya, membuat gerombolan murid kelas 2 dan 3 menyingkir dengan jengkel.
"Dia menyiramku! Dia tidak suka toilet ini digunakan! Aku akan mengadu pada ibuku!" Jerit anak perempuan kelas satu itu sambil menangis dengan kondisi basah kuyup. Ia berjongkok di depan toilet, menutupi kedua telinganya. Professor Maggie hanya mendesah tak senang sesampainya di sana. "Ms Johnson, tolong bawa gadis ini ke Hospital Wing. Kau— Mr Diggory, amankan koridor lantai dua. Dan kalian— Mr Lupin dan Ms Weasley, ikut aku ke ruanganku." Perintahnya seraya beralih ke ruang kepala sekolah. Jubahnya yang panjang tampak terseret-seret sepanjang lantai.
"Untuk yang ketiga kalinya dalam satu hari," suaranya yang tegas seketika mendominasi ruangan. Beberapa lukisan kepala sekolah sebelumnya tampak mendadak mengawasi. Terlihat lukisan Professor Dumbledore dan Profesor McGonagall—bibi Professor Maggie—bergerak mengawasi kedua prefek yang baru saja menyusul di belakangnya. Bas Lupin dan Grace Weasley.
"Bagaimana rencana kalian? Aku tidak yakin kalau prefek harus mengawasi satu toilet bersama-sama hanya untuk mencegahnya bertindak aneh."
Bas tersenyum mengernyit, cukup geli membayangkan mereka harus berjaga seharian penuh di depan toilet hanya untuk itu. Ia menoleh pada Grace, yang sama-sama bingung. Professor Maggie menurunkan kacamatanya setengah hidung, menatap Bas dan Grace dengan seksama, menunggu jawaban. Kemudian dengan gugup Grace mengeluarkan suara, "kami berencana untuk tetap menjalankan shift seperti biasa. Hanya saja.. kami akan berikan perhatian penuh pada anak perempuan yang ingin menggunakan toilet lantai dua. Dan, mungkin Professor bisa membantu membujuk Myrtle?" katanya pelan setengah takut.
"Oh, tentu saja! Dia sudah pasti menjadi urusanku, kalian tidak perlu khawatir. Aku hanya ingin tahu bagaimana sistem kerja kalian." Kacamata bulatnya kembali dinaikan. Kini ia duduk di kursi, melipat kedua tangan. "Aku sangat mengharapkan kerjasama kalian, delapan prefek dari empat asrama, kurasa cukup. Oh, ya! Dan ketua murid." Katanya sambil tersenyum. Gurat-gurat keriput tampak jelas di bawah matanya.
"Mm, Professor Maggie," Bas mendadak bersuara. Tangannya mencengkeram ujung jubahnya. Grace bisa melihat bulir-bulir keringat menjulur di keningnya. Ia tahu apa yang akan Bas katakan.
"Ya, Mr Lupin?"
"Mm, anu—Mereka.." Kedua alis Professor Maggie terangkat. Sepasang matanya kini menatap serius, menunggu penjelasan. Sepasang mata tegas bercampur ingin tahu. Professor Maggie lalu mengulang kembali pertanyaannya dengan penuh penekanan, "Mr Lupin, apa yang terjadi?"
"Mereka hilang, Professor— Ketua Murid telah menghilang!" sela Grace tak sabar. Napasnya memburu cepat. "Kami terakhir melihat mereka berjaga di sekitar toilet murid perempuan selesai makan malam, dan sebelum pergi memeriksa Cherly di toilet tadi, kami tidak menemukan tanda-tanda kehadiran mereka sampai kami memastikan bahwa mereka tidak kembali ke Menara Astronomi." Tambahnya.
"Kau yakin, Ms Weasley?" tanya lagi Professor Maggie. Kini antara khawatir dan tidak percaya tampak jelas di wajahnya. Gadis itu hanya menganggukan kepalanya. Sejenak Professor Maggie, yang diketahui sebagai Kepala Sekolah Hogwarts itu terdiam serius. Tak lama kemudian, ia bersuara, "Prefek, sekarang pastikan tidak ada satu anak pun yang berada di area toilet perempuan. Pastikan mereka telah masuk ke asrama masing-masing. ke asrama masing-masing. Dan aku akan—"
"Tapi, Professor—"
"Ini perintah, Ms Weasley. Memang tidak ada kemungkinan bahwa semua itu bisa terjadi, tapi kita tidak bisa memastikan kalau kamar rahasia tertutup selamanya."
"Kamar rahasia?" Bas mengerutkan alisnya. Entah ia sengaja atau tidak telah mengungkapkan pikirannya di hadapan Professor Magg.
"Oh, kau pasti tidak mempelajari sejarah Hogwarts dengan baik Mr Lupin. Sekarang pergilah! Aku mengandalkan kalian."
"Yes, Professor!"
YOU ARE READING
Time Turner: First Love Never Die [Feltson]
Fanfiction"Coba saja hidup seperti ini! Bahkan kekasih sempurna saja sulit menghapuskan fakta bahwa cinta pertama tidak pernah mati." -Draco atau Emma? "Ketika jiwa itu hidup dalam dirimu, ketika itu pula aku sadar, bahwa waktu telah hidup dibalik waktu." -To...