CHAPTER 16: Tree House

1K 145 25
                                    

Kyaaaaaa mereka akhirnya bareng2 lg!
This is a special part of Tom and Emma. Just a story of them (of course its fiction, just my imagination). Hope you guys'll like it, and please don't forget to vote or comment if you want to give me some advice or etc:'))

Dan plisss untuk baca dari awal sampe akhir karena chapter ini bakalan jadi chapter yg MENGEJUTKAN! hohoo enjoy yaa everybodeehh xoxo

o-o


Emma tampak bertanya-tanya, "apa itu?"
Tom kemudian mulai menceritakan kronologis mimpi yang menimpanya beberapa minggu lalu di rumah Chris, dimulai dari pertemuannya dengan Alura, dan bunga-bunga yang dibawanya termasuk si mawar hitam—ia melewatkan cerita soal kegelisahannya tentang hari ulang tahun Emma dan fakta lain bahwa Rupert meneleponnya serta kenyataan bahwa mereka sempat cekcok di saat yang bersamaan. Ia juga menceritakan dengan jelas percakapannya dengan Alura. Semua itu seperti terekam dalam kepalanya. Emma tak berhenti memandang Tom dengan rasa ingin tahu dan bahkan tak bisa untuk menginterupsinya sama sekali.

"Jadi, menurutmu itu nyata atau memang hanya terjadi di dalam mimpimu?" tanya Emma ketika Tom baru saja menyelesaikan kalimat terakhirnya. Ia menggeleng, "aku tidak tahu, tapi aku yakin betul bahwa itu memang mimpi. Kalau bukan, kenapa mereka bisa datang ke mimpiku terus-menerus? Lagipula, aku memang jelas ada di tempatku saat terbangun."

"Yah, aku tahu. Tapi, ini terdengar aneh, Tom.' Emma tampak menimbang-nimbang, 'mungkin aku akan percaya kalau kau cerita padaku sebelum kita ada disini. Maaf mengatakan ini, tapi aku hanya merasa bahwa mungkin saja itu memang terjadi. Bahkan bisa saja ada kaitannya dengan semua ini seperti yang kau bilang. Kau tahu ini semua membuatku mulai berpikir di luar akal."

Tom mengangguk-angguk, "tidak apa-apa. Kau benar, mungkin saja itu memang benar-benar terjadi."

Emma tampak menimbang-nimbang sesaat. Kejadian yang dialami Tom dalam mimpinya sangat tidak bisa dipercaya, tetapi berada dunia sihir bahkan lebih ia tak percaya daripada mimpi Tom. Emma tidak tahu harus bagaimana, namun rupanya pembicaraan Tom tentang mimpi di hari tepat sebelum ulang tahunnya itu baru saja mengingatkannya dengan kalung pemberian Tom. "Oh ya, soal hadiah ulang tahunmu, sampai saat ini aku belum menemukannya." Emma menatap Tom ragu-ragu. "Maaf, tidak seharusnya aku menghilangkannya."

"Tidak apa-apa, itu bukan salahmu. Situasi malam itu benar-benar kacau." Kata Tom, mengatupkan rahangnya.

"Aku akan bantu cari tahu apa arti-arti di balik mimpimu." Emma melanjutkan, menghadap Tom, tampak sekali ingin menghiburnya.

"Thanks, Em." Emma mengangguk tersenyum.

Hari Sabtu terasa sangat cepat berlalu bagi Tom dan Emma. Setelah perbincangan mereka siang itu, mereka kemudian memutuskan untuk menyelesaikan beberapa pr di perpustakaan, dan hanya beberapa jam setelah menyelesaikan sebagian tugas, Emma baru sadar bahwa makan malam hampir tiba dan mereka bergegas ke Aula Besar. Tak ada lagi obrolan serius setelah di kelas kosong siang itu selain diskusi tentang pelajaran—mereka tak melakukan tugas jaga karena faktanya hari itu adalah hari libur. Emma juga telah melupakan tentang Aleria sehingga ia tak menceritakan gadis itu pada Tom. Begitu juga dengan Tom, ia tetap tak berniat memberitahu Emma tentang kemungkinan adanya hubungan spesial antara mereka, dan rasa penasaran tentang Aleria pun dilupakannya.

Kadang-kadang Tom malah menyelipi kecanggungan mereka dengan membahas sedikit topik yang ada di buku dan menjadikannya lelucon. Emma sempat beberapa kali tertawa dan mendapat tatapan sinis dari murid-murid yang sedang berada di sekitar mereka, sehingga Tom terpaksa menarik Emma yang masih terkikik untuk pergi ke meja lain yang lebih tenang dan gelap karena terhalang cahaya matahari. Mungkin itulah sebabnya mereka tak sadar bahwa malam cepat datang menyergap kastil.

Time Turner: First Love Never Die [Feltson]Where stories live. Discover now