CHAPTER 7: Where the Bloody Place are We?

2.1K 241 7
                                    

*Disarankan bacanya sambil dengerin ost dari video di atas, supaya lebih menghayati *etdaahwkwkw* enjoyyy yaa luvv<3

o-o

o-o

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Tom! Rambutmu!" Pekik Emma. Tom segera terbangun, seolah mendadak sadar. "Apa? Kenapa dengan rambutku?" Tanyanya, lalu sekejap kemudian, Tom sama terkejutnya dengan Emma ketika ia menatap wanita itu. Mulutnya terbuka lebar. "Kau—Emma.. kenapa kau—"

"Kau juga, Tom. Rambutmu—"

Tom memegangi kepalanya, menarik beberapa helai rambutnya ke depan dan memekik kaget. Warna rambutnya berubah menjadi pirang platina, dan dia bisa merasakan bahwa itu rambut asli, bukan sengaja dicat atau bahkan wig. Ia melihat dirinya sendiri, seakan baru sadar bahwa ia tengah mengenakan seragam jubah lengkap beserta lencana bertuliskan Headboy yang menempel di kerah jubah sebelah kirinya. Kemudian dasi hijau dan perak bergaris yang mengikat lehernya. Tom tidak mengerti dengan semua itu. "Apa yang terjadi?" tanyanya pada Emma. Ia segera berdiri. Menghampiri Emma yang masih kelihatan shock. Emma hanya menggeleng, sibuk meniti pakaian yang dikenakannya, meyakinkan diri bahwa ini bukan mimpi. Ia mencubit-cubit pipinya, "aww!" dan jelas semua ini bukan mimpi. Emma kembali meraba-raba jubahnya dan merogoh setiap saku disana. Ia kenal sekali dengan barang-barang itu. Penutup kepala, sweater, dasi merah emas, badge berlogo singa dengan garis-garis melengkung keemasan di pinggirnya, dan...

"Tongkat?" Tom mengernyit, lebih dari heran. Mereka saling menatap satu sama lain.

"Tidak. Ini pasti mimpi. Kita harus pergi dari sini, Em! Kita harus bangun!" Tom menggeleng-geleng frustrasi lalu memukul-mukul sendiri kepalanya. Emma segera berdiri, mencegah Tom melakukan hal yang tidak-tidak. "Hentikan, Tom! Jangan melukai dirimu sendiri!"

"Kita harus segera pergi dari sini, Emma!"

"Aku tahu. Tapi bagaimana caranya?"

Tom terdiam. Ia mendengar Emma kembali bersuara, "tenanglah, Tom. Kita harus berpikir jernih. Aku juga merasakan hal yang sama denganmu. Kau panik, aku juga. Dan aku lebih tidak mengerti dengan semua ini! Tapi kita harus memikirkannya bersama-sama." Kata Emma, berusaha setenang mungkin meski kenyataannya tidak. Tom menganggukan kepalanya.

"Kau ingat apa yang terjadi sebelum ini?" tanya Emma kemudian. Tom tampak terdiam sejenak. "Aku terjatuh karena pusing."

"Sebelum itu?"

"Kita sedang di halaman rumahmu, duduk dan tiba-tiba..." Tom menatap Emma mengerti, Emma mengangguk yakin. "Tiba-tiba ada sebuah cahaya menyambar dan kau menemukan setangkai mawar dari balik semak—"

"Lalu kita ada disini." Sela Tom. Emma mengangguk lagi.

"Tapi— tapi ini tidak masuk akal!"

"Tentu saja, Tom. Aku bahkan tidak tahu tempat aneh apa ini. Tapi, lihat! Kita tidak bisa kembali ataupun terbangun kalau ini mimpi. Dan hanya satulah tempat yang ada di pikiranku." Emma menatap dalam pada Tom, membuat lelaki itu segera mengalihkan pandangan, membelakanginya. "Jangan katakan itu, Em. Itu tidak mungkin." Walaupun mulutnya menolak, pada kenyataannya Tom tetap memikirkan apa yang dikatakan Emma. Terlebih setelah ia menemukan semua atribut itu.

Time Turner: First Love Never Die [Feltson]Where stories live. Discover now