Jakarta, 16 September 2017
Masih,
untuk kamu.Apa perlu di bagian ini aku menanyakan perihal kabarmu lagi?
Sepertinya tidak perlu ditanyakan pun jawabannya akan tetap sama, Bahagia. Betul kan?
Jadi lebih baik aku langsung saja kepada bagian intinya.
Pada bagian ini aku akan menceritakanmu sedikit mengenai pertemuan kita. Bernostalgia sedikit bukanlah hal yang salah kan?
Hmmm, aku mulai darimana ya?
Oh ya! Aku ingat.
Dulu saat pertemuan pertama kita disekolah, kamu sedang terburu - buru. Entah apa penyebabnya, aku tidak tahu pasti. Yang aku tau, kamu dengan terburu - buru berjalan hingga menabrak aku yang sedang bercengkrama dengan temanku.
Sakit.
Awalnya aku ingin memarahimu, tapi niatku mendadak hilang ketika melihat senyuman mu dengan tanpa bersalah lalu melenggang pergi begitu saja.
Aku tepaku. Senyum yang baru pertama kali aku lihat, senyum yang mampu membuatku mendadak membeku. Apa kamu punya ilmu sihir? Hingga mampu membuatku terpana seperti itu?
Kamu yang terlalu mampu untuk menyita perhatianku atau aku yang terlalu lemah karena mudah terpana dengan senyumanmu?
Mulai saat itu juga aku merasa bahwa ada sesuatu yang special dari senyumanmu.
Hari - hari berikutnya aku gunakan untuk mencaritahu namamu. Mungkin kamu lupa bagaimana bisa aku mengetahui namamu, mau aku ingatkan kembali?
Jadi saat aku sedang berada di kantin, berdesak - desakan mengantri oleh kerumunan kaum pelajar yang mulai kelaparan, aku terdorong oleh satu orang yang mengakibatkan air minum yang sedang aku pegang terjatuh.
Kamu tau siapa orang yang menyebalkan itu?
Ya, kamu. Pria menyebalkan yang pada akhirnya tidak pernah menghilang dari fikiran ku maupun dari hatiku.
Lagi - lagi pertemuan kita selalu tidak pas. Aku ingin memarahimu tapi, senyuman itu selalu mampu untuk membuatku terpana lagi dan lagi. Sial.
"Eh maaf ya"
3 kata yang kamu ucapkan kala itu masih sangat jelas terngiang difikiranku. 3 kata yang mengawali pertemuan kita. 3 kata yang menjadi awal dari kisah kita berdua.
Apa sudah begini jalan tuhan?
Apa sudah begini takdirnya?
Aku dipertemukan denganmu walaupun dengan cara yang, sedikit menjengkelkan.
"Lo gak kenapa - kenapa kan?"
Kamu tidak tahu ya, jantungku berdebar sangat cepat kala itu. Suara bass sexy dengan aroma maskulin tubuhmu menambah aura - aura aneh yang membuat tubuhku bereaksi secara tidak teratur.
Lagi - lagi, kamu menyihirku ya?! Jujur saja!
Pertamanya, senyum.
Sekarang, suara dan aroma tubuhmu.
Besok - besok apalagi?
"Sorry ya, kenalin nama gue Jericho Maheswara Luigi. Kayaknya lo anak baru ya?"
Jericho Maheswara Luigi.
Ah akhirnya! Aku tau namamu!
Betapa bahagianya aku kala itu, menahan luapan kalimat - kalimat kebahagiaan yang sudah tidak bisa kubendung lagi dimulut ini.
"Eh iya kak, gak apa - apa kok. Kenalin juga kak, nama aku Arneshya Queenola Luicy."jawabku kala itu dengan kegugupan yang sangat amat membuatku takut.
Dan, jawabanmu kala itu
"Nama yang cantik, sama kayak orangnya."
Sungguh percakapan singkat yang masih sangat aku ingat hingga saat ini, Esa.
Percakapan yang selalu membuatku rindu dengan pertemuan kita.
Apa benar kata pepatah bahwa pertemuan memang jauh lebih indah dari sebuah perpisahan?
Sepertinya aku sudah bisa membuktikannya sekarang.
Kamu tau? bukan hanya percakapan itu saja yang masih aku ingat. Banyak kalimat - kalimat yang terucap dari bibirmu yang masih sangat aku ingat.
Mau tahu sedikit fakta tentangku?
Sejujurnya aku bukanlah tipe manusia yang mudah mengingat. Namun, aku kebalikannya. Aku mudah melupakan. Tapi, aku bingung.
Mengapa semua tentangmu tak pernah bisa aku lupakan seperti halnya aku yang selalu mudah melupakan pelajaran yang baru aku serap setiap harinya disekolah?
Apa karena dirimu terlalu indah sehingga dirimu sangat sulit untuk dilupakan? Jawab Esa.
Bagiku, kamu terlalu mengesankan. Kamu terlalu berharga. Jadi sangat sulit bagiku untuk melupakanmu. Apalagi membencimu.
Banyak hal yang telah kamu lakukan untuk ku.
Mungkin dengan beberapa kalimat saja tidak cukup untuk menjabarkan semua yang telah kamu lakukan untukku.
Cukup mereka tau bahwa, kamu pernah melakukan pengorbanan terhadap perasaanmu sendiri demi kebahagiaanku.
Namun, aku terlalu naif untuk mengedepankan ego serta kebahagiaanku semata. Padahal, aku baru menyadari sekarang.
Kebahagiaanku adalah kamu.
Apa boleh buat?
Dulu saat aku memilikimu sebagai sumber kebahagiaanku, aku tak pernah menyadarinya. Aku hanya menyia - nyiakannya saja.
Namun ketika sekarang aku sudah tidak memilikimu, aku baru menyadarinya dan menyesalinya.
Terlambat bukan?
Hahaha.
Sudah lupakan saja, biarkan aku yang menanggung perihal hati yang mengenaskan ini. Kamu? cukup fokus dengan kehidupanmu serta kebahagiaanmu saja.
Oh iya,
Boleh aku meminta pada Tuhan?
Aku tidak akan berneko - neko. Tenang saja.
Aku hanya ingin meminta kepada Tuhan untuk tetap menjagamu setiap harinya. Aku ingin kamu tetap bahagia disana.
Aku ingin, melihat senyumanmu walaupun dari kejauhan. Aku tak ingin melihat tangis kepedihan seperti dulu.
Aku tahu kamu kuat, maka dari itu sekarang kamu telah bangkit dan menemukan kebahagiaan lain. Tapi, boleh sekarang aku meminta kepadamu?
Jangan lupakan aku ya.
Jangan pernah lupakan semua kenangan kita, mulai dari pertemuan menjengkelkan walaupun indah yang baru saja aku ceritakan, sampai dengan perpisahan yang terlalu menyakitkan untuk diceritakan.
Aku tidak memintamu untuk tetap menaruh namaku dalam hati ataupun setiap doamu. Aku hanya meminta kepadamu untuk tetap menaruh dan menyimpan baik - baik memori tentang kenangan saat dulu kita masih bersama dalam ruang gelap dihatimu.
Boleh?
--------------------------------------------------------------------------
NOTE : don't forget to vote or comment down bellow ya. beri kritik kalian tentang apapun yang ada di cerita ini! semoga kalian tetap suka, terimakasih🤗🦄Say "unicorn🦄" yaa kalo kalian pengen cerita ini dilanjut🤗😝💖
Regards,
with love
S🦄
KAMU SEDANG MEMBACA
The Diary Of Unsent Letter
Short StorySOME PART ARE BASED ON THE TRUE FEELING Highest Rank : #439 In Poetry 6/10/2017 #449 In Poetry 26/9/2017 #533 In Poetry 25/9/2017 #579 In Poetry 24/9/2017 #791 In Poetry 22/9/2017 #879 In Poetry 20/9/2017 #914 In Poetry 16/9/2017 Sebuah catatan kec...