Jakarta, 9 September 2017.
Untuk,
Kamu.Lelaki yang sejak awal ku jadikan topik utama dari curahan hati ini.
Lelaki yang sejak lama telah mengisi hati dan selalu menghantui fikiran.
Lelaki yang sejak dulu membuat air mata tak pernah berhenti ketika melihatnya pergi.
Hari ini, kabar kamu bagaimana?
Sepertinya masih sama, bahagia. Betul?
Tanpa diberitahupun aku sudah bisa menebaknya, karena tanpa kamu katakan pun aku sudah bisa mengetahuinya. Bahagia adalah kabar yang mungkin akan aku dengar mulai hari kemarin hingga hari - hari kedepannya.
Mengapa aku bisa setahu itu? Apa aku cenanyang yang bisa mengetahui apa yang akan terjadi di hari esok? Oh tentu saja tidak.
Aku tidak memiliki ilmu seperti itu. Tenang saja.
Aku bisa mengetahuinya karena selama kamu masih bersamanya, kamu akan selalu bahagia. Benar? Apa dugaan ku kali ini salah?
Ah kembali ketopik saja, hari ini aku masih merindukanmu sama seperti hari kemarin. Sejak hari - hari yang telah berlalu hingga mungkin hari - hari kedepan yang akan ku lewati, aku tetap saja merindukanmu.
Aku merindukan senyummu yang selalu bisa menjadi penyemangat bagiku. Senyummu bagaikan gulali yang membuatku candu.
Dulu, alasan dari senyumanmu adalah diriku. Namun sekarang, alasan dari senyumanmu adalah dirinya. Dirinya yang lebih berhasil untuk membuatmu bahagia.
Apa aku gagal membuatmu bahagia?
Jawabannya hanya kamu yang tau, aku tidak bisa memberikan jawaban yang pasti karena kebahagiaan itu kamu yang rasakan.
Kamu mau tau apa yang aku lakukan di hari - hari yang telah aku lewati tanpa adanya dirimu?
Hampa.
Aku merasa berada di sebuah kotak bersekat tanpa penghuni lain. Aktivitas yang aku lakukan tak pernah se-semangat dulu. Ketika ada kamu disampingku tentunya.
Hal apapun yang aku lakukan pasti selalu saja akan teringat tentang kamu.
Kamu nakal, selalu menghantui fikiranku tanpa memikirkan perasaanku.
Aku masih ingat betul hal kecil yang kamu lakukan untuk membuatku tersenyum.
Memberi bubur ketika aku sakit.
Hal sepele ya? Tapi itu mampu membuatku merasa sebagai perempuan ter beruntung di planet ini.
Berlebihan?
Oh kalian mungkin tidak pernah merasakan, bagaimana kebahagiaan akan didapatkan dari hal sederhana. Sungguh sepele namun berefek besar.
Kala itu aku merasa sangat beruntung memilikimu. Kamu yang sangat mengerti tentangku.
Bubur yang hanya ditambahkan bumbu tanpa kecap manis serta tambahan lainnya selain ayam.
Kesukaanku. Dan kamu selalu membawakannya tanpa aku pinta ketika aku merasa kurang enak badan.
Ah aku rindu karena sekarang tak ada lagi yang memperhatikanku serta memperdulikanku sedetail itu. Hanya kamu yang mampu melakukan hal itu.
Hanya kamu yang selalu mampu menghiburku dikala aku merasa tidak ada yang perlu diperjuangkan lagi dihidup ini.
Kamu yang selalu memberikanku motivasi untuk tetap sabar. Kamu yang selalu sabar untuk membimbingku. Layaknya seorang guru yang sedang mengajar muridnya, kamu sangat mengayomiku dengan penuh kasih sayang serta kesabaran.
Aku benci dengan memori ini. Memori yang selalu membuatku teringat semua hal tentangmu.
Aku benci dengan takdir.
Mengapa dulu takdir mempertemukan ku dengan mu jika pada akhirnya takdir pula yang memisahkanku dengan mu?
Aku benci pertemuan.
Karena ketika bertemu, aku selalu lupa bahwa pada akhirnya akan ada perpisahan. Walaupun mungkin akan ada beberapa fase yang harus ditempuh setelah pertemuan itu sebelum akhirnya akan ada perpisahan.
Bisakah kita kembali? Kembali pada saat dulu kita bertemu, karena aku tidak ingin melepaskan genggaman tanganmu saat kita berkenalan. Bukannya aku modus. Aku hanya tidak ingin kamu pergi setelah kita bertemu, aku tidak ingin kita berpisah.
Seperti sekarang.
Banyak hal yang aku sesali setelah perpisahaan kita. Banyak hal yang belum sempat aku utarakan kepadamu sebelum kita berpisah.
Perpisahan terlalu mengejamkan.
Sepertinya aku sudah cukup banyak bicara hari ini, aku tidak ingin menyita waktumu lebih lama lagi untuk membaca kalimat - kalimat yang mungkin tidak berguna bagimu.
Mungkin aku sudahi saja ya?
Lebih baik kamu menemaninya, habiskan waktumu bersamanya selagi waktu itu belum memisahkan kalian berdua seperti kita yang telah terpisahkan.
Jangan pernah kamu sia - siakan sedikit apapun waktu yang kamu miliki untuk meninggalkannya. Karena nantinya kamu akan menyesal, sama sepertiku.
Ah aku terlalu menyedihkan.
Apa cukup sekian cuap - cuap ku mengenai perihal hati ini untukmu?
Sudahlah, aku juga lelah. Bukan lelah untuk mengetik isi hati ini. Namun aku lelah mendengar hati yang selalu berdebat dengan otak karena hati yang selalu merindu namun otak selalu mengatakan untuk cukup menyimpannya sendiri.
Sudah ya, aku serahkan semua kepadamu. I gin melanjutkan untuk menunggu ungkapan hatiku setelah ini? atau berhenti pada bab ini. Aku tak akan pernah memaksamu.
Pilihlah keputusan yang sesuai dengan hatimu, jangan sampai menyesal ya.
Sudah kukatakan bukan? kalau menyesal itu ada pada bagian terakhir. Bukan pada bagian awal, karena bagian awal adalah pendaftaran.
Semoga kita bisa bernostalgia kembali mengenai perasaan yang pernah kita rasakan ya.
Dan semoga kamu selalu baik - baik saja disana. Tanpa aku tentunya.
Selamat tinggal,
Tertanda
Perempuan yang mungkin kamu pernah kenali. Bahkan kamu sayangi?😝--------------------------------------------------------------------------
NOTE : don't forget to vote or comment down bellow ya. beri kritik kalian tentang apapun yang ada di cerita ini! semoga kalian tetap suka, terimakasih🤗🦄Regards,
with love
s🦄
KAMU SEDANG MEMBACA
The Diary Of Unsent Letter
Historia CortaSOME PART ARE BASED ON THE TRUE FEELING Highest Rank : #439 In Poetry 6/10/2017 #449 In Poetry 26/9/2017 #533 In Poetry 25/9/2017 #579 In Poetry 24/9/2017 #791 In Poetry 22/9/2017 #879 In Poetry 20/9/2017 #914 In Poetry 16/9/2017 Sebuah catatan kec...