Setelah sampai di rumah sakit, Brian langsung bergegas masuk ke dalam lift dan selagi menunggu lift berhenti, Brian melirik bubur yang sempat ia beli untuk Diana. Bubur kesukaan Diana. Pria itu tersenyum manis mengingat Diana yang sangat menyukai bubur itu.
Brian mengangkat pandangannya ketika mendengar pintu lift terbuka. Pria itu baru akan melangkah keluar saat tiba-tiba saja seorang wanita menabraknya. Untung saja Brian dengan sigap menahan bahu wanita itu agar tak terjatuh.
"Ah! Maaf, aku tidak sengaja." Wanita itu membungkukkan tubuhnya meminta maaf.
Brian tersenyum tipis, menurunkan tangannya dari bahu wanita itu. "Tidak apa-apa." Lalu tanpa berkata lagi, Brian langsung melewati wanita itu, melangkah dengan santai menuju ruang inap Diana.
Ia membuka pintu ruang inap Diana, kemudian melangkah masuk dan menutup kembali pintu itu dengan pelan.
Di atas ranjang rumah sakit, Brian menemukan Diana tengah berbaring membelakanginya, meringkuk seperti bayi. Istrinya itu tampaknya tak mengetahui kehadiran Brian.
Brian melangkah mendekat, berdiri di belakang Diana, ia kemudian meletakkan bubur yang dibawanya ke atas meja samping ranjang sebelum mengusap lembut rambut Diana.
Diana tersentak kaget saat merasakan usapan di rambutnya. Wanita itu menoleh ke belakang dan menemukan Brian yang sudah berdiri di belakangnya. Ia kemudian mengernyit. Sejak kapan Brian ada disini?
"Kapan kau tiba?" Diana berbaring menghadap Brian, sementara suaminya itu duduk di sisi tempat tidur dengan tangan masih mengusap lembut rambut Diana.
"Apa yang sedang kau pikirkan? Sehingga tidak menyadari kehadiranku?"
Apa yang ia pikirkan? Tentu saja banyak! Salah satunya adalah; bagaimana cara memberitahu Brian tentang tes DNA yang akan dilakukan.
"Aku...tidak memikirkan apa-apa." Diana tersenyum. Ia kemudian menarik leher Brian yang menunduk di hadapannya dan memeluknya.
"Sunshine....ada apa?" Brian balas memeluk Diana, sambil sesekali mengusap lembut punggung hangat Diana.
Diana menggeleng, masih membenamkan wajahnya di ceruk leher Brian. Ya Tuhan! Ia sangat mencintai pria di pelukannya ini, hingga membuatnya sangat takut jika harus kehilangannya. Baru kali ini, Diana merasakan rasa takut yang membuatnya seakan tak bisa bernafas.
"Aku bawa bubur kesukaanmu."
Diana mengintip dari balik bahu Brian dan ia menemukan bubur kesukaannya berada di atas meja. Rasa laparnya langsung muncul begitu mencium harum bubur itu.
"Aku lapar," Cicit Diana.
Brian terkekeh. Pria itu kemudian mengurai pelukannya, memandang wajah wanita yang sangat dicintainya itu. "Makan dulu ya?"
Setelah mendapat persetujuan dari Diana, Brian langsung membuka bubur yang dibawanya tadi. Ia meniup beberapa kali agar bubur itu tak terlalu panas, kemudian menyuapkannya ke mulut Diana.
"Enak." Diana tersenyum manis pada Brian.
Brian ikut tersenyum. "Kalau enak, kau harus habiskan buburnya." Ucapnya seperti berbicara pada anak kecil.
"Aku tidak mau jika harus aku yang menghabiskan."
"Kenapa begitu?" Brian mengernyit.
Diana mengambil alih sendok dari tangan Brian, melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan Brian tadi, dan menyuapkan bubur itu ke mulut Brian.
"Karena aku tidak mau jika harus makan sendirian! Kau juga harus makan. Aku yakin kau pasti belum makan siang tadi 'kan?!" Diana menatap curiga Brian.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're The One
RomanceSetiap hubungan pasti ada cerita pedih mau pun senang dibaliknya, tergantung dengan bagaimana cara kalian menyikapinya. Dan ketika cinta mulai diuji, sanggupkah kalian melewati ujian itu? Bahkan disaat paling sakit sekalipun?