Hari terakhir liburan bersama Jason dan teman-teman pria itu, Lisa merasa semakin bersyukur karena berkat itu semua beban yang ia rasakan selama beberapa hari belakangan ini seakan terangkat begitu saja. Ia bahkan sudah bisa tersenyum lepas dan tidak lagi memikirkan masalahnya. Jadi hari ini ia tidak ingin menghabiskan waktunya untuk hal yang tidak berguna, ia ingin memanfaatkan hari ini sebaik mungkin agar setelah ini ia bisa terus merasa baik-baik saja.
"Kau mau?" Davian menyodorkan segelas minuman pada Lisa lalu memilih duduk di sebelah wanita itu setelah menerima minuman yang ia berikan.
"Terima kasih." Lisa tersenyum tipis, lalu meminum jus jeruk pemberian Davian tadi. Rasa segar langsung membanjiri tenggorokannya ketika ia meminum jus itu. Rasanya benar-benar berbeda dengan yang sering ia minum di rumah. "Waw!"
"Kenapa?" tanya Davian.
"Kenapa rasanya berbeda dengan jus yang sering aku minum di rumah?"
Davian terkekeh pelan, membuat Lisa langsung mengernyit bingung. "Apa kau pikir itu jus?" tanya Davian dengan senyuman tertahan dibibirnya.
"Bukankah ini memang jus?" Lisa menatap minuman ditangannya, memperhatikannya dari dekat dan tetap saja menurutnya ini tetap jus jeruk. Ya meskipun rasanya sedikit berbeda.
"Itu bukan jus jeruk." Davian meletakan gelas minum miliknya lalu menghadapkan tubuhnya pada Lisa. "Yang kau minum itu tequila sunrise. Dibuat dengan campuran tequila, jus jeruk dan sirup grenadine."
"Tetap saja ada jus jeruknya kan?" Lisa mengangkat satu alisnya.
Davian terkekeh pelan, memilih mengalah agar Lisa berhenti bertanya. "Ya terserah kau mau menyebutnya apa."
"Terima kasih." ucap Lisa secara tiba-tiba. Ia mengucapkan itu dengan pandangan lurus ke depan, tidak menyadari jika Davian tengah menatapnya lekat.
"Terima kasih untuk apa?"
Lisa perlahan menoleh, menunjukan senyum tipisnya pada Davian. "Terima kasih sudah menemaniku menangis di pantai waktu itu. Andai kau tidak ada, aku mungkin lebih memilih menenggelamkan diri ke laut." ucap Lisa sambil menatap pergelangan tangannya yang terdapat bekas luka memanjang tepat diatas urat nadinya. Ia lantas mengepalkan tangan lalu menutupi pergelangan tangannya dengan hoodie yang ia pakai. "Berkat kau, aku masih bisa berada di sini bersama kalian. Terima kasih sudah mengubah pikiranku."
"Bukan aku yang mengubah pikiranmu," tanpa peringatan, Davian menyentuh tangan Lisa lalu meletakannya tepat di atas detak jantung wanita itu. "Tapi dirimu sendirilah yang sudah mengubah pikiranmu. Aku tahu, jauh di dalam hatimu kau masiu ingin terus berada di sini untuk melihat senyum bahagia dari orang yang kau sayangi."
Dengan perasaan gugup, Lisa menarik tangannya menjauh. "Jangan berlagak tahu."
"Aku jauh lebih tahu, Lisa." Kemudian Davian membuka jam tangannya, menunjukan pergelangan tangannya yang juga terdapat bekas luka yang sama seperti milik Lisa.
"K-kau..?" Lisa tergagap, menatap lurus pada bekas luka milik Davian itu.
"Iya, aku juga pernah berada di posisimu. Rasa sakit, putus asa, juga kesedihan yang mendalam memaksaku untuk melakukannya." Davian terkekeh miris lalu meneguk tequila miliknya. "Berkali-kali aku mencobanya, tapi semuanya gagal, sepertinya Tuhan memang belum menyuruhku untuk mati."
Kedua tangan Lisa mengepal, bersamaan dengan air matanya yang mulai menggenang. "Bagaimana bisa...kau melewati semuanya? Bagaimana caranya untuk sembuh?" tanya Lisa pelan dengan kedua tangan meremas bagian depan hoodie yang ia pakai. Rasa sesak yang menyakitkan seketika menderanya. Tapi karena tidak ingin membuat Jason khawatir, Lisa terpaksa menahan tangisnya sekuat tenaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're The One
RomanceSetiap hubungan pasti ada cerita pedih mau pun senang dibaliknya, tergantung dengan bagaimana cara kalian menyikapinya. Dan ketika cinta mulai diuji, sanggupkah kalian melewati ujian itu? Bahkan disaat paling sakit sekalipun?