Hari ini adalah kali ke 6 Lisa kembali ke rumah sakit untuk kontrol. Jika biasanya ia akan datang bersama Megan atau Jason, kali ini Lisa memilih untuk datang sendiri, karena ia tidak mau mengganggu kesibukan Jason dan juga Mamanya. Lagi pula ia bukan anak kecil yang harus diantar terus-menerus.
Jadi setelah turun dari taksi, Lisa pun melangkah santai memasuki rumah sakit. Ia tersenyum pada beberapa perawat yang sudah mengenalinya, tak lupa pula menyapa beberapa pasien yang ia kenal.
"Hari ini jadwalmu kontrol ya?"
Lisa berbalik ketika mendengar suara dari balik punggungnya. Ia sontak tersenyum saat melihat Dokter Ryan berjalan dibelakangnya dengan kedua tangan disaku baju.
"Iya, hari ini jadwalku untuk kontrol lagi." Lisa menatap penampilan Ryan yang tampak kusut dan juga lelah, juga ada beberapa tetes darah dibajunya. "Apa ada operasi yang kau lakukan?"
Ryan mengangguk pelan. "Iya. Dan aku sangat lelah setelah 3 jam operasi." Keluhnya sambil memijat pelan bahunya.
Lisa menatap Ryan kasihan. "Bagaimana jika kita makan dulu? Kau pasti belum makan kan?"
"Baiklah. Ayo kita—"
"Dokter Ryan."
Seseorang perawat memanggil Ryan sambil berlari tergesa-gesa. Wajahnya tampak panik. "Ada satu pasien dalam keadaan darurat."
Ryan menangguk, langsung bergerak cepat mengikuti langkah perawat menuju ruang ICU. Dan selama itu pula, tanpa sadar kaki Lisa mengikuti langkah Ryan.
Dari jarak beberapa langkah dengan Ryan, Lisa menghentikan langkah. Kedua matanya membelalak kaget dengan tangan menutupi mulutnya.
Di depan sana, diatas ranjang rumah sakit yang dingin, Sean terbaring lemah dengan banyak luka dibagian tubuhnya. Dan yang paling parah, ada satu luka dikepalanya yang terus mengeluarkan darah. Bahkan darahnya pun sudah menetes diatas lantai putih rumah sakit. Ya Tuhan! Apa yang teerjadi dengan pria itu?
"Sean..." gumam Lisa pelan. Otaknya menyuruh dia untuk segera pergi dari sana, tapi tubuhnya sudah lebih dulu bergerak untuk menghampiri Sean. Ia berdiri disamping ranjang, menggenggam satu tangan pria itu yang terasa sangat dingin. "Sean...bangun. Kau bisa mendengarku kan?" Ucap Lisa sembari terisak. Rasa takut membanjiri benaknya saat melihat wajah pucat Sean, mengingatkannya pada Azura dulu.
Kedua pandangan Lisa perlahan mengabur oleh air mata. Ia terisak pelan sambil menyuruh Sean untuk membuka matanya.
"Lisa, kau tidak bisa disini? Kami harus—"
"Tolong selamatkan dia. Aku mohon," Pinta Lisa, membuat Ryan tertegun seketika.
"Kau mengenalnya?"
Lisa mengangguk cepat. "Aku memgenalnya. Sangat. Jadi aku mohon tolong selamatkan dia."
"Aku akan berusaha menyelamatkannya." Ryan memegang kedua bahu Lisa. "Sekarang kau harus tenang dan berdoa." Ia menjauhkan tangannya dari bahu Lisa, lalu menyuruh seorang suster untuk membawa Lisa menjauh dari sana.
Lisa menurut, ia mundur perlahan dan terduduk dikursi tunggu. Kedua tangannya gemetar hebat ketika melihat bekas darah ditelapak tangannya. Kenangan buruk waktu itu mulai merasuki pikirannya. Ia lantas segera berlari ke toilet rumah sakit, menghidupkan wastafel dan segera menggosok telapak tangannya agar darah tadi hilang.
Ketika ia hendak mengambil sabun, seseorang menahan tangannya. Lisa menoleh, terkejut saat menemukan Jason disana. "Jas? Bagaimana kau bisa disini?"
"Carlos yang memberitahuku," ia menatap tangan Lisa yang mulai memerah karena digosok terlalu kencang. Pria itu lantas menghela nafas panjang sebelum mengeluarkan sapu tangannya dan mengeringkan tangan Lisa. "Kenapa kau tidak ke ruangan Jessica? Dia sudah menunggumu dari tadi,"
"Aku...tadi aku..."
"Kau melihat dia?" Tanya Jason.
Perlahan Lisa menganggukan kepalanya, mendangar ucapan Jason membuat Lisa sudah tidak terkejut lagi, karena ia yakin jika Jason pasti bertemu dengan Sean tadi.
"Untuk apa lagi? Dia tidak pantas untuk itu, Lisa. Dan kau bahkan menangis untuknya?"
"Cukup, Jas!" Lisa menyentak tangan Jason. "Kau tidak tahu apa-apa."
"Oh ya? Lalu bagimana kau akan menjelaskan kekhawatiranmu terhadap si brengsek itu? Kau masih mencintainya kan?!"
"JASON CUKUP!" Lisa berteriak. Ia menarik rambutnya dan memukul-mukul kepalanya karena rasanya seluruh isi kepalanya akan meledak saat itu juga.
"Lisa!" Jason menahan tangan Lisa agar wanita itu tidak menyiksa dirinya. Perlahan ia tarik Lisa ke pelukannya dan menenangkan adiknya itu. "Maafkan aku. Tidak seharusnya aku berbicara seperti itu."
"Aku sangat membencinya, Jas!" Lisa terisak pelan. "Tapi aku juga tidak bisa mengabaikannya. 5 tahun aku mencoba untuk melupakannya, tapi perasaan yang aku pikir sudah mati itu ternyata masih ada saat melihat dia lagi." Ia membenamkan wajahnya di dada Jason. "Melihat wajahnya membuatku merindukan Azura, Jas. Wajah mereka bahkan sangat mirip. Lantas bagaimana bisa aku melupakan dia begitu saja?"
"Ssstt...sudah." Jason mengusap lembut rambut panjang Lisa sembari memejamkan mata. Emosi yang ia rasakan kian memuncak ketika melihat Lisa tak berdaya seperti ini. "Kita keluar ya?" Ajak Jason. Ia mengurai pelukan, menuntun Lisa keluar dari kamar mandi.
Di jalan menuju ruangan Jessica, Ryan berlari menghampiri mereka berdua dengan ekpresi wajah panik. "Akhirnya aku menemukam kalian," ucap Ryan dengan nafas tersengal sehabis berlari. "Ada yang harus aku beritahu pada Lisa, Jas."
"Jika ini tentang si brengsek itu, maka tidak perlu kau beritahu." Jason menyembunyikan Lisa dibalik tubuhnya agar adiknya itu tidak perlu lagi mendengar apa pun lagi tentang Sean. Walau ia tahu itu percuma. "Aku tidak sudi mendengarnya," Ia mengajak Lisa segera pergi dari sana. Tapi baru beberapa langkah, ucapan Ryan menghentikan Lisa, membuat Jason sontak menoleh ke Lisa.
"Dia sekarat."
Dua kata itu membuat tubuh Lisa mematung. Ia menunduk dengan tangan meremas sisi gaun yang ia kenakan. Perlahan, ia berbalik menghadap Ryan. "Sekarat?" Tanya Lisa pelan.
Ryan mengangguk. "Stok darah yang kami miliki tidak cukup untuk menolongnya. Dan dia butuh donor darah secepatnya. Jika tidak—" ia tak melanjutkan ucapan saat melihat raut wajah Lisa yang tampak ketakutan. Tangan wanita itu bahkan gemetar.
"Ka-kalau begitu ambil darahku," Lisa menggulung lengan bajunya dan menyodorkannya pada Ryan. "Ambil sebanyaknya asal dia bisa selamat."
"Lisa!" Jason menarik tangan Lisa, mencoba untuk menghentikan tindakan adiknya itu. "Jangan bodoh. Dia bahkan masih menyakitimu beberapa waktu yang lalu."
"Tidak bisa, Jas. Dia harus selamat agar aku bisa memberitahunya tentang Azura."
"Untuk apa?" Jason benar-benar tak bisa menebak jalam pikiran Lisa. Kenapa adiknya itu masih mau membantu orang yang sudah membuatnya hampir gila?!
"Aku pernah berjanji pada Azura, jika aku akan membawa Sean padanya." Ucap Lisa perih.
"Ya Tuhan, Lisa!" Jason menarik rambutnya frustasi.
"Aku mohon, Jas. Izinkan aku menolongnya."
"Baik." Jason memandang Lisa serius. "Asal dengan syarat, setelah ini kau tidak akan menemuinya lagi. Dan tentang Azura, biar aku yang memberitahunya."
Lisa menangguk keras. "Aku janji, Jas!" Lalu ia pun segera mengikuti langkah Ryan.
Sementara Jason terduduk dikursi tunggu sembari menghela nafas kasar. Ia memejamkan mata sejenak, sebelum mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Chelsea.
Tbc...
Menurut kalian, Lisa bakal kembali ke Sean atau nggak ya?
Atau kita buat Sean mati aja kali ya? 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
You're The One
RomansaSetiap hubungan pasti ada cerita pedih mau pun senang dibaliknya, tergantung dengan bagaimana cara kalian menyikapinya. Dan ketika cinta mulai diuji, sanggupkah kalian melewati ujian itu? Bahkan disaat paling sakit sekalipun?