E I G H T

3.9K 453 19
                                    

Paginya, Diana merasakan kepalanya berdenyut nyeri ketika membuka matanya. Sepertinya itu efek karena ia terlalu banyak menangis semalaman. Ia bahkan merasa sulit bernafas karena hidungnya tersumbat. Ia kemudian melirik jam dinding, tapi penglihatannya tak jelas.

Ia melihat ke samping, baru sadar jika ternyata tempat tidur disebelahnya kosong. Biasanya Brian pasti ada disana, menunggunya hingga bangun. Tapi mengingat kejadian kemarin, membuat Diana harus menghela nafas panjang.

Diana perlahan mencoba bangun, tapi tubuhnya terasa lemas. Ia kemudian memilih untuk memejamkan matanya dan kembali mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Mungkin saja setelah tidur sebentar lagi, tubuhnya akan baik-baik saja.

💟💟💟

Jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan membuat Brian mengernyit bingung saat melihat pintu kamar yang masih tertutup. Tak biasanya Diana akan bangun sesiang ini. Apa Diana sengaja menghindarinya? Brian menghela nafas sedih mengingat kejadian kemarin.

Ia beranjak dari sofa, berjalan menuju kamar dan mengetuk pintu kamar. "Sunshine, kenapa belum bangun? Aku sudah membuatkan sarapan untukmu."

Hening. Tak ada jawaban dari Diana.

Tiba-tiba saja perasaan Brian terasa tak enak. Pria itu mencoba membuka pintu kamar namun terkunci, sama seperti semalam. "Sunshine, buka pintunya!" Brian menggedor-gedor pintu dihadapannya. Tak peduli tangannya harus memerah karena itu.

"Diana! Kau mendengarku, sayang?"

Brian berdiri gusar di tempatnya. Pria itu berjalan ke arah ruang tamu, mengambil kunci cadangan yang berada di meja, kemudian kembali lagi ke kamar. "Maaf jika aku membuka kamar tanpa seizinmu, sayang. Tapi aku khawatir padamu." Ucap Brian sambil memutar kunci pintu.

Begitu pintu terbuka, Brian langsung menerobos masuk dan menemukan Diana meringkuk di atas ranjang, sementara tubuhnya terbalut selimut tebal. "Sunshine?" Brian duduk di pinggir ranjang. Ia menyibak rambut yang menutupi wajah Diana. Pada saat itulah ia merasakan suhu tubuh Diana yang meningkat.

"Sayang, kau mendengarku?" Brian menepuk-nepuk pelan pipi Diana. Tapi tak ada tanggapan, istrinya itu masih tetap memejamkan matanya seperti tertidur.

Melihat Diana yang tak juga bangun, Brian langsung bergegas menggendong Diana, membawanya ke rumah sakit.

Selama di jalan, Brian tak berhenti menggenggam dan mengecup punggung tangan Diana yang terasa dingin. Istrinya itu duduk di sebelahnya dengan kondisi masih tak sadarkan diri.

Maafkan aku, Sunshine. Ini salahku.

💟💟💟

Setelah di periksa oleh Dokter, Diana langsung di pindahkan ke ruang rawat inap karena seperti yang di katakan oleh Dokter, jika tekanan darah Diana sangat lemah, belum lagi maag-nya yang kambuh. Itu semua pasti karena Diana tidak makan apa-apa sejak kemarin.

Brian masuk ke dalam ruang inap Diana, setelah berbicara dengan dokter. Pria itu menarik pelan kursi di samping brankar dan duduk disana. Matanya meneliti wajah Diana yang terlihat pucat, belum lagi keadaan mata Diana yang bengkak. Brian menggenggam tangan Diana yang bebas infus, kemudian mengecupnya pelan, seakan takut jika gerakan itu bisa melukai Diana.

"Jangan seperti ini. Aku lebih suka melihatmu marah, dari pada harus melihatmu berbaring disini." Brian mengusap pipi Diana. "Maafkan aku sudah membuatmu menangis, sayang. Aku berjanji jika aku akan mencari tahu, siapa yang sudah memberikan foto itu padamu." Ia menghela nafas. "Sumpah demi apapun, aku benar-benar tidak mengenalnya."

You're The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang