"Hari ini kau jadi pergi ke kantor Papa?"
Lisa yang tengah duduk di sofa ruang nonton TV, menoleh ketika tahu jika Ibunya sudah ikut duduk di sampingnya. Ia kemudian melipat lututnya ke depan dada, menghadap sang Ibu.
"Jadi. Memangnya kenapa, Ma?"
"Tidak apa-apa. Mama hanya bertanya saja," Megan tersenyum. "Apa kau tidak bosan di rumah terus? Sudah terhitung tiga hari sejak kepulanganmu, Mama sama sekali tak pernah melihatmu keluar."
Lisa mengerdikkan bahunya. "Sebenarnya aku juga bosan. Untuk itulah aku akan ke kantor Papa hari ini."
"Jam berapa kau akan berangkat?"
Lisa melirik jam dinding. "Mungkin sekitar dua jam lagi," ia kembali menghadap Ibunya. "Aku masih ingin menonton TV, Ma."
Megan tersenyum. Lalu menarik kepala Lisa untuk menyender di pangkuannya. "Kau sudah tidak apa-apa?"
"Maksud Mama?"
Megan menghela nafas sambil terus mengusap lembut rambut Lisa. "Maafkan Mama belum bisa menjadi orang tua yang baik. Andai saja waktu itu—"
"Ma..." Lisa memeluk tubuh Ibunya. "Cukup. Aku tidak mau mendengar Mama menyalahkan diri sendiri. Semua yang terjadi dimasa lalu itu adalah kesalahanku." Lisa merasakan hatinya kembali perih mengingat kenangan masa lalunya itu. Rasanya ia ingin menangis, tapi ia sudah berjanji untuk tidak pernah menangisi masa lalu lagi. Baginya, percuma ia menangisi masa lalu, karena baginya, air mata tidak akan bisa mengembalikan semuanya seperti dulu.
"Andai saja dulu aku tak sebodoh itu, mungkin saat ini aku tengah berbahagia, Ma." Lanjut Lisa sambil menyembunyikan wajahnya di perut sang Ibu.
💕💕💕
"Selamat datang, Miss Lisa."
Kata-kata itu sudah menyambut Lisa sejak ia menginjakkan kakinya di lobi kantor dan ia hanya menanggapinya dengan senyuman tipis. Jika boleh jujur, Lisa sangat tidak suka disambut seperti itu. Toh dia hanya anak pemilik perusahaan ini, bukan pegawai atau pun bos disini, jadi kenapa semua orang harus menunduk kepadanya?
"Papa!" Lisa berseru senang ketika memasuki ruangan Ayahnya. Wanita itu lalu memilih untuk duduk di sofa ruangan.
"Kau datang bersama siapa? Kenapa tidak menelpon Papa dulu jika akan datang? Jadi Papa bisa menyiapkan seusatu untukmu, Princess."
Lisa mencebik. "Papa!" Ia memandang Ayahnya kesal. "Aku bukan anak kecil lagi. Kenapa harus memanggilku Princess?"
Marco tersenyum geli. "Bagi Papa, kau tetaplah Putri kecil Papa."
Lisa berdecih meski bibirnya mengulas senyuman. "Aku sudah 25 tahun, Pa. Bagaimanna bisa Papa masih menganggapku Putri kecil?"
"Sudahlah, tidak usah dibahas." Marco berjalan mendekat. "Ada keperluan apa kau kesini?" Ia duduk di sebelah Lisa.
"Tidak ada keperluan apa pun, Pa. Aku bosan di rumah terus. Dan untuk membunuh kebosanan, aku memilih untuk kesini."
"Papa pikir kau ingin ikut bekerja disini," Kekeh Marco.
"Aku tidak suka bekerja di kantor, Pa. Itu benar-benar membosankan. Hanya duduk di depan laptop sepanjang hari," Lisa bergidik membayangkannya. "Ugh! Sungguh bukan aku sekali,"
"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Hanya duduk diam disini saja?"
Lisa mengangkat bahunya. "Entah. Mungkin aku akan menemui Jason,"
KAMU SEDANG MEMBACA
You're The One
RomanceSetiap hubungan pasti ada cerita pedih mau pun senang dibaliknya, tergantung dengan bagaimana cara kalian menyikapinya. Dan ketika cinta mulai diuji, sanggupkah kalian melewati ujian itu? Bahkan disaat paling sakit sekalipun?