iii

710 161 38
                                    

DEMI membuat Sooji berserobok dengan punggungnya, Sehun menghentikan langkah yang ia buat saat mereka hampir mencapai kelas. Sedari selesai mencuci kuas, gadis itu terus saja mengikutinya sambil memerintahnya untuk berhenti. Sehun memaki dalam hati, lalu tanpa berbalik, Sehun menguarkan pertanyaan. "Apa yang kau inginkan?"

Sooji mengusap keningnya sembari meringis setelah sebelumnya mundur beberapa langkah. "Aku ... aku hanya ingin memberimu ini," jawabnya.

Sehun melirik Sooji dari balik bahunya yang lebar. Menemukan gadis itu dengan plester luka pada genggamannya. Sehun sadar betul bahwa gadis itu telah melihat luka-luka yang coba ia sembunyikan di bawah lengan kemejanya. Dengan seketika, kecemasan datang dan melilit perutnya; bagaimana jika Sooji memberitahu orang-orang?

Sehun memejamkan mata sebelum menarik napas dalam-dalam. "Aku sudah mengatakan untuk mencari orang lain untuk kau urusi."

Dan Sehun kembali berjalan, meninggalkan Sooji yang hanya mampu tergugu menatap punggung Sehun yang bergerak menjauh, lalu menghilang di telan pintu kelas.

...

Aku tidak akan bertanya, tidak akan memberi tahu siapapun, tapi tolong ambil ini. Dan jangan lupa oleskan salep pada lukamu setelah kau sampai di rumah.

Sehun berpikir bahwa ia terlalu sering mendengus hari ini, tetapi tetap saja hidungnya kembali menguarkan satu dengusan untuk Sooji meskipun gadis itu tidak ada di sini. Sehun tahu betul bahwa sticky note dan plaster luka yang ditempelkan di pintu lokernya adalah ulah gadis Bae itu. Tangan Sehun meraih benda-benda yang menempel di pintu lokernya, lantas memasukannya ke dalam saku dan segera pergi dari tempat itu.

Sementara itu, sudut bibir Sooji tertarik ke atas, menghasilkan satu senyum lebar. Pun wajahnya menjadi lebih cerah ketika dari tempat persembunyiannya, yaitu di balik loker paling ujung, ia melihat Sehun yang mengambil plaster luka yang ia tempel di pintu loker laki-laki itu. Setidaknya, usahanya berlari secepat mungkin di bel tanda pulang yang baru berdering kurang dari satu detik, tidak sia-sia.

Sehun mungkin selalu meresponnya dengan kata-kata yang dapat membuatnya menggigil. Namun, adalah perintah Tuhan untuk mengasihi sesama; mengasihi membuat rasa peduli dan keinginan menolong itu lebih besar ketimbang rasa kesal.

...

Sooji menyukai hari Minggu. Baginya dunia berkali-kali lipat lebih menyenangkan. Ia akan pergi ke Gereja bersama ayahnya, lalu mengunjungi panti asuhan yang menampungnya sampai di usia ke delapan. Namun, hari ini terasa sedikit kurang kala appa-nya sudah harus kembali ke lautan.

Appa Sooji adalah seorang nakhoda. Dia sudah terlalu sering berada di lautan, bahkan lebih sering daripada bersama Sooji dan papanya. Dia baru saja menghabiskan sembilan bulan penuh berlayar dan satu bulan bersama Sooji, tapi kini beliau sudah harus pergi lagi dengan janji yang dikaitkan pada kelingki Sooji; hanya tiga bulan, katanya.

Ia menghela napas panjang sembari memerhatikan adik-adiknya yang bermain kejar-kejaran di halaman belakang panti. Sesekali suara pekik riang akan berbalapan dengan tawa semanis gula-gula. Biasanya Sooji akan menerbitkan satu senyum yang lekuknya lebih indah dari pelangi kala melihatnya, akan tetapi hari ini rasa sedih itu lebih banyak.

"Kau terlalu sering menghela napas seperti nenek-nenek."

Sooji terkejut ketika sesuatu yang dingin ditempelkan pada pipinya. Ia mendongak dan sosok lelaki jangkung dengan kaos putih dan kemeja flanel merah yang tidak dikancingkan memenuhi penglihatannya. Mata Sooji mengerjap cepat, lalu sudut bibirnya berkedut karena tidak tahan untuk tidak tersenyum. Lelaki itu selalu membawa banyak aura menyenangkan untuk Sooji.

you don't have foreverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang