KONVERSASI dengan Sooji beberapa jam lalu membuat banyak kenangan datang seperti ombak. Bergulung-gulung datang mendeburnya dan menjadikannya semakin terkikis. Bayangan ibunya yang sibuk di dapur dan ayahnya yang menyesap secangkir kopi susu di meja makan memenuhi kepalanya. Lalu bayangan itu kembali berganti dengan cepat; ibunya yang mulai lemah, ayahnya yang sering menghilang, dan dunianya yang mulai berjatuhan satu-satu. Semua memori itu menyaru dengan kenyataan getir yang harus ia kecap; tidak ada lagi senyum hangat ibunya dengan sepiring nasi goreng dan telur mata sapi favoritnya, tidak ada lagi sosok ayahnya yang diam-diam memperhatikannya dari balik cangkir kopi susunya. Kini ada Juhyeon, ada Jihoon, dan ada bulir air mata yang berlarian di pipinya.
Ia melihat anak laki-laki berdiri tanpa ekspresi dari cermin. Wajahnya pucat, kantong matanya menghitam dan tebal, air matanya tidak berhenti keluar malah semakin deras, dan ia tahu bahwa itu adalah dirinya, Oh Sehun. Di saat bersamaan Sehun membenci dirinya yang lemah, yang menangisi hal-hal yang telah terlewat. Namun, rasa sakit itu begitu kuat, perlu dikeluarkan dan air mata (selain goresan luka yang disengaja) terkadang sedikit membantu.
Sehun memgambil benda tajam dari dalam kabinet yang menggantung di depannya untuk kemudian diarahkan ke tangan dan menekannya di sana, hampir mendekati nadi. Ia kembali mengais endorfin dengan melukai diri, melihat cairan berbau anyir menuruni tangan, kemudian jemarinya, dan jatuh menghantam lantai--menggenang di dekat kakinya, rasanya sedikit menenangkan.
Ia tahu, dengan cara ini ketenangan hanya sesaat dapat ia rasakan, tapi Sehun tidak masalah karena ia dapat menggores kulitnya lagi dan lagi; hingga habis, tidak tersisa, tidak ada lagi rasa apapun yang ia rasakan.
"Semua akan baik-baik saja, Nak. Semua akan baik-baik saja."
Kalimat ibunya kembali menggema dan Sehun kembali menertawai dirinya; beberapa tahun sudah terlewati dan dirinya tidak pernah menjadi baik-baik saja. Dunia yang ia tinggali tetap berupa reruntuhan yang tidak dapat ia bangun ulang. Ia tetap membenci dunia, membenci takdir, dan membenci Tuhan yang membuat itu semua terjadi.
...
Ketika terbangun dari tidurnya, Sehun hanya dapat melihat sinar matahari yang memaksa masuk melalui jendela yang lupa ia tutup. Ia mengernyit begitu pening menyerang saat ia berusaha untuk bangun dari pembaringannya dan sadar jika suhu tubuhnya naik tak biasa.
Tangannya digigiti tremor berusaha meraih ponsel yang ia taruh di samping bantal hanya demi mendapati notifikasi belasan panggilan tak terjawab dan beberapa pesan masuk dari ayahnya serta Jongin. Sehun mengabaikan pesan-pesan dari ayahnya dan memilih untuk membaca pesan yang Jongin kirimkan.
Jongin
Today
[07:02] HEYY! Cepat turun! Kita akan terlambat kalau kau tidak cepat-cepat
[07:08] Aku mengetuk pintu apartemenmu berkali-kali tpi tdk ada balasan...
[09:45] Kau bolos??? Aku tdk menemukanmu di mana pun. Knp tdk mengajakku kalau bolos??? Dasar tdk setia kawan!!!Sehun mendengus. Meletakkan ponselnya di bawah bantal, ia kembali tidur dengan lengan kanan yang menutupi matanya.
Oh Jungwoo

KAMU SEDANG MEMBACA
you don't have forever
Fanfictiondiscontinued, sorry. [trigger warning: self harm and suicide thought] Sooji merupakan sosok nyata dari hangat dan cerewet, sedangkan Sehun adalah jelmaan kontinen bersalju yang banyak diam. Sooji mensyukuri hidup ketika Sehun tidak pernah menghentik...