WAJAH Sehun kerap kali datang menjelma menjadi mimpi buruk bagi Oh Jungwoo hampir di setiap malamnya. Ia akan terbangun di tengah malam dalam keadaan berkeringat dan napas yang memburu, lalu diam-diam akan bangkit dari atas ranjangnya dan pergi menuju kamar mandi hanya demi menangisi kesalahannya.
Tahun-tahun belakangan ini, satu-satunya yang ia lakukan adalah menyakiti putranya. Masih menempel dalam ingatannya wajah terluka Sehun kala kali pertama ia mengetahui ibunya mengidap kanker dan Jungwoo tidak pernah ada di sana. Ia menebalkan jarak antara ia dan Sehun. Jarak-jarak itu Jungwoo ulurkan bukan tanpa alasan, sebab ia juga merasa sangat sedih ketika mengetahui sel-sel jahat itu menggerogoti wanita yang sangat ia cintai.
Ia ingin menyalahkan seseorang, menyalahkan takdir, bahkan menyalahkan Tuhan. Namun, ia tidak bisa. Ia tahu ia tidak bisa, oleh karena itu ia menyalahkan dirinya sendiri yang tidak mampu menjaga istrinya, yang tidak mampu memberikan segala hal terbaik untuk istrinya, untuk Sehun. Kemudian, ketika isitrinya meninggal, seluruh keberaniannya terhapus rasa bersalah sehingga ia tidak memberikan pelukan ataupun kekuatan kepada Sehun yang berderai air mata; bahkan untuk mendekatinya pun ia tidak memilikinya.
Di dalam kepala Jungwoo ada banyak frasa 'bagaimana jika' yang sangat menyakitkan—
Bagaimana jika Sehun menolaknya ...
Bagaimana jika Sehun membencinya ...
Bagaimana jika Sehun menjauhinya ...
—yang memaksanya bertransformasi menjadi orang terjahat; ada penyesalan yang membuatnya malu berdekatan dengan putranya sendiri.
Lantas kalimat-kalimat berawalan 'bagaimana jika' itu menjadi nyata. Konversasi-konversasinya dengan Sehun semakin membeku, lalu tergerus hingga sapaan yang singkat sulit diucapkan jua.
Kemudian ia memiliki kebiasaan untuk bertukar cerita dengan Juhyeon, yang membuatnya semakin hari semakin mengenal dan mengerti wanita itu, mengerti sebentuk perasaan yang perlahan-lahan muncul kepermukaan.
Bahwa kami memiliki kisah yang serupa, bahwa kami dapat saling menguatkan jika bersama.
Ia kembali menjadi orang paling egois ketika memilih menikah walaupun jelas-jelas ada riak kekecewaan pada air wajah Sehun. Hanya saja, kala itu ia berpikir (atau hanya mencari-cari pembenaran) bahwa Sehun masih membutuhkan kasih sayang yang lengkap, dari seorang ayah juga ibu. Ia tidak ingin Sehun kesepian dan besar dengan kasih sayang yang kurang.
Mungkin karena terlalu cepat, ia pernah berpikir seperti itu kala menemukan penolakan. Namun, semakin ia dan Juhyeon mencoba meyakini Sehun, semakin pula putranya itu menjauh. Ia bahkan datang ke pesta pernikahan mereka hanya agar tidak merusak nama baik keluarga dan sekaligus meminta sebuah apartemen untuk ia tempati seorang diri. Setelah itu, Sehun tidak pernah kembali dan untuk ditemui pun begitu sulit.
Jungwoo selalu ingin meluruskan tali-tali kusut yang telah ia buat, akan tetapi yang ia lakukan selanjutnya adalah membuat tali itu putus.
Ia ingin membawa Sehun kembali ke rumah ini dan memulainya dari awal. Namun, wajah terluka Sehun dan ketakutan atas penolakan yang mungkin ia dapatakan membuat langkahnya menjadi ragu-ragu.
"Cobalah untuk menemuinya lagi." Juhyeon tiba-tiba saja sudah ada di belakangnnya. Mengusap punggungnya dengan gerakan ke atas-ke bawah yang mengantarkan kehangatan.
"Sehun membenciku. Dia membenciku."
"Tidak, dia tidak membencimu," katanya, seperti sebuah bisikan.
![](https://img.wattpad.com/cover/121067471-288-k139785.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
you don't have forever
Fanfictiondiscontinued, sorry. [trigger warning: self harm and suicide thought] Sooji merupakan sosok nyata dari hangat dan cerewet, sedangkan Sehun adalah jelmaan kontinen bersalju yang banyak diam. Sooji mensyukuri hidup ketika Sehun tidak pernah menghentik...