ix

525 112 10
                                    

SETELAH mengetahui bahwa ada seseorang yang melakukan dan/atau merasakan hal yang serupa dengannya, Sehun merasa beban yang memberat di pundaknya menguap dan hatinya menjadi sedikit lebih ringan. Seperti sebuah impuls, otaknya langsung bekerja membuat pemikiran bahwa ia tidak sendiri. Di dunia yang disesaki oleh orang-orang yang senang berpura-pura ini ia menemukan seseorang yang (mungkin) mampu memahami hatinya, perasaannya. Namun, Sehun tahu bahwa ia tidak boleh banyak berharap pada kemungkinan itu karena suatu hari kemungkinan itulah yang akan kembali membuatnya jatuh bersepai.

Seperti sekarang ini, seharusnya ia bersikap seperti ia yang biasa; yang tidak acuh, angkuh, tidak tersentuh—bukannya Sehun yang melunakkan diri dengan membalas sapaan gadis itu secara cuma-cuma.

...

"Hai."

"... hai."

Waktu menjadi stagnan dan koridor membeku, termasuk Sooji dan Hyeri yang ada di dalamnya. Gadis berambut coklat itu mengerjapkan matanya berkali-kali; tidak menyangka bahwa Sehun akan merespon sapaannya karena di hari-hari sebelumnya—bahkan di Bonanza—lelaki itu hanya akan melengos tidak mempedulikannya.

Sehun selalu terkenal dengan dirinya yang tidak tersentuh, yang serupa dengan kontinen bersalju. Sirkuit hidupnya hanya seputaran apartemen, sekolah, dan tempat ia bekerja paruh waktu. Kalau pun ada seseorang yang sering terlihat berkeliaran di sirkuit hidupnya, itu hanyalah Kim Jongin si biang masalah. Orang-orang tidak banyak tahu tentang Sehun yang sering melempar senyum kecil karena orang-orang mengenalnya setelah alasan yang membuatnya tersenyum pergi dan dunia bertransformasi menjadi tempat terakhir yang ingin ia tinggali.

Waktu kembali berputar ketika Hyeri menyikut tulang rusuk Sooji dengan mata yang mengerling jahil. Sehun sudah menghilang di belokan sejak satu menit yang lalu, "kalian akrab."

Sooji bergumam, berpikir untuk menjawab seperti apa karena pada kenyataannya mereka tidak, "dia bekerja di restoran papa-ku."

Hyeri sedikit terkejut,"tapi kalian akrab," ujarnya lagi. Kerlingan jahil itu masih menempel.

"Tidak seperti yang ada di dalam pikiranmu." Sooji membalas kerlingan jahil Hyeri dengan matanya yang menyipit sinis.

Hyeri memasang wajah menyangkal, yang jelas sekali hanya kepura-puraan, "aku tidak memikirkan apapun," jeda, "apa kau memikirkan sesuatu?"

"Sudahlah," Sooji memutar bola matanya imajiner, "kau bilang ingin ke toilet." Hyeri hanya mengikik; senang sekali untuk menjahili Sooji.

"Kapan-kapan aku ke restoran ayahm--"

Ucapan Hyeri tidak pernah terselesaikan. Kata-kata itu menggantung di udara begitu saja dan pecah tidak tersisa diakibatkan keterkejutannya melihat Jinri yang menabrak bahu Sooji keras-keras. Tidak perlu menjadi jenius untuk mengetahui bahwa itu adalah sebuah tindakan yang disengaja. Sooji meringis sembari memegangi bahunya yang berdenyut nyeri, sementara Jinri menyeringai senang.

"Long time no see, Sooji-ssi." Jinri berkata dengan pelafalan yang dipenuhi keangkuhan. Jari-jarinya yang lentik sengaja ia goyangkan dengan senyum ramah yang ia buat-buat. Kemudian, gadis itu pergi begitu saja setelah sebelumnya saling melemparkan tatapan sengit dengan Hyeri yang siap berkelahi kapan pun jika saja Sooji tidak menahannya.

Tadi pagi, dua bus sekolah yang membawa rombongan peserta olimpiade olahraga baru tiba dan disambut oleh siswa lainnya dengan sorakan suka cita. Siswa-siswi itu baru saja kembali setelah mengikuti perlombaan selama dua minggu di Busan dan salah satu pesertanya adalah Jinri yang mewakili sekolah dalam perlombaan senam ritmik. Gadis itu berhasil membawakan medali emas untuk sekolah, begitu pula dengan tim futsal dan basket.

you don't have foreverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang