Sudah tiga jam Jinyoung menunggu Jihoon yang masih belum sadar di kamar rawat inap.
Ia masih setia berada di sisi Jihoon. Menggenggam tangan Jihoon yang tidak terpasang infus dengan usapan-usapan halus disana. Matanya yang tidak lelah menatap Jihoon yang sedang tertidur.
Jika dibayangkan, kalian akan melihat seorang pangeran yang sedang menunggu sang putri bangun dari tidur panjangnya. Sangat romantis.
Dan di dalam hati Jinyoung, ia tidak pernah berhenti untuk berdoa agar Jihoon sadar dan keadaannya membaik. Beberapa saat kemudian, mata yang tertutup itu bergerak dan tangan yang ia genggam bergerak.
"Jihoon-ah.. kau sudah sadar?" Jinyoung berdiri dari tempat duduknya. Mencoba untuk memastikan apakah Jihoon sudah sadar atau belum.
Jihoon secara perlahan membuka matanya, mengerjap-ngerjapkan matanya guna membiasakannya dengan cahaya yang masuk. Samar-samar ia melihat wajah seseorang yang sangat khawatir sedang memanggil-manggil namanya.
Itu Jinyoung. Seseorang yang selalu berada di sampingnya. Seseorang yang mulai perlahan berhasil menyembuhkan lukanya. Seseorang yang mulai masuk ke dalam hatinya.
Jihoon bisa melihat dengan jelas raut wajah Jinyoung yang sangat khawatir. Dan itu membuat hati Jihoon sedikit tenang dan merasa bahagia.
"Kau tidak apa-apa? Apakah masih ada yang sakit ? Atau kau butuh sesuatu ? Aku-"
"Aku baik-baik saja, jadi berhentilah khawatir." Potong Jihoon saat ia diberikan rentetan pertanyaan oleh Jinyoung.
"Iya maafkan aku." Jinyoung berhenti bertingkah dan kepalanya menunduk. Tingkah yang seperti Jihoon liat saat ini sangat membuatnya ingin tersenyum. Lucu sekali, batin Jihoon.
"Sudah berapa lama aku disini ?"
"Sudah tiga jam yang lalu."
"Aku ingin pulang."
"Baiklah, tapi setelah cairan infus ini habis, okay ?"
Jihoon mengangguk-anggukan kepalanya lucu dan itu membuat Jinyoung ingin memakannya tapi ia ingat kalau Jihoon sedang sakit sekarang.
.
.
.
"Sebaiknya kau pulang, aku bisa sendiri.""Aniya, shireo, andwae, no dan tidak. Sudah berapa kali aku bilang, aku tidak akan pergi meninggalkan mu sendirian apalagi kau sedang sakit."
Jinyoung dan Jihoon sudah sampai di rumah Jihoon beberapa menit yang lalu. Dan saat mereka sampai di depan pintu, bukannya masuk dan beristirahat, mereka malah bertengkar karena Jihoon yang menyuruh nya pulang tetapi Jinyoung tidak mau karena alasan Jihoon sedang sakit dan ia sendirian. Dan itu semakin membuat Jinyoung khawatir.
Dan akhirnya perdebatan itu berakhir setelah Jihoon memutuskan untuk diam dan menuruti kehendak Jinyoung. Karena percuma jika ia melawan Jinyoung, ia bisa pastikan bahwa ia akan kalah.
Jihoon memasuki rumahnya dan diikuti oleh Jinyoung di belakangnya. Mereka berdua lantas langsung pergi menuju kamarnya.
"Tidurlah di sana. Kamar itu kosong jadi kau bisa menempati kamar itu."
"Dan kau ?"
Alis Jihoon terangkat seolah sedang mencerna pertanyaan Jinyoung barusan.
"Aku ya di kamarku. Ya sudah, anggap saja rumah sendiri."
Jihoon pergi meninggalkan Jinyoung yang masih mematung di depan kamar Jihoon. Dan dengan terpaksa Jinyoung tidur di kamar kosong yang berada di sebelah kamar Jihoon.
.
.
.
Jam menunjukkan pukul 6.00 KST dan tampaknya Jinyoung sedang sibuk di dapur. Ia sedang memasak bubur untuk Jihoon, ini karena saran dari dokter kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
congratulations [END]
FanfictionCerita cinta klasik yang dialami oleh seorang Park Jihoon. Bxb ⚠ Winkdeep always ❤ Genre gak sesuai ✌ SEQUEL ➡ TIME SPENT WALKING THROUGH MEMORIES 😊