"Aras, aku akan tetap bekerja walaupun kamu melarangku untuk bekerja. Ini keputusanku dan kamu tidak bisa melarangku melakukan apapun Aras, aku bukan robot yang selalu kamu perintah sesuai keinginan kamu. Aku ingin melakukan apapun yang aku mau tanpa larangan dari kamu." Ucap wanita cantik itu dengan nada yang tidak bisa di bilang standar lagi.
Emosinya sudah mencapai titik tertinggi.
"Kamu berani menentang keputusan saya?" Tanya seorang pria dengan nada rendah namun terdengar dingin yang tak pernah bisa di gantikan dengan nada manis jika sudah berhadapan dengan wanita yang sedang menatapnya didepan kaca meja rias-istrinya.
Wanita itu menghempaskan nafasnya dengan kasar dan meletakan sisir di atas meja riasnya lalu bangkit dari tempat duduknya. Wanita itu berjalan ke arah Pria yang sedang memakai jam tangannya. Wanita itu semakin dekat dan semakin dekat hingga ahkirnya berdiri dihadapan suaminya.
"Aku mohon, aku bosan Aras. Ini sudah empat bulan aku berdiam di rumah kamu. Aku mohon. Hem. Aku merindukan pekerjaanku Aras. Aku bukanlah wanita yang bisa diam dirumah saja Aras. Kamu tahu dasarku bukanlah perempuan yang betah diam dan menunggu suaminya pulang. Percuma aku kuliah kalau aku hanya berdiam diri saja dirumah." Ucap Wanita itu saat sudah sampai di depan Aras-Suaminya dengan suara yang diturunkan sedikit.
"Rumahmu?" Tanya Aras pada wanita didepannya.
Tiara terdiam dan menatap Aras dengan tatapan rindu. Tiara merindukan Aras yang hangat. "Yah Rumah kamu. Rumah ini memang rumahmu. Sejak kamu berubah Aras, ini hanyalah rumah kamu bukan rumah aku."
Aras tidak berbicara apapun, Aras hanya tersenyum sinis dan berjalan begitu saja melewati Tiara menuju kaca besar yang ada dibelakang Tiara dan menatap dirinya di depan kaca sambil merapikan dasi birunya.
Tiara menghembuskan nafasnya dengan kasar berkali kali sebelum menggantikan tatapan kesalnya dengan tatapan lelah.
'Selalu seperti ini, dia hanya akan tersenyum sini pada ku dan melewatiku jika aku mengucapkan kalimat yang bertentangan dengan alur pikirnya'
Tiara membalikan badannya dan menatap Aras dari kaca besar yang menampakan dirinya dan Aras, sedangkan Aras masih sibuk dengan ikatan dasinya yang ternyata belum selesai.
Tiara menghembuskan nafasnya lagi. Percuma Tiara memakai emosi jika berhadapan dengan Aras, Aras adalah pria yang keras kepala.
"Apa kamu tidak bisa mengatakan tolong?" Tanya Tiara sambil berjalan ke arah Aras dengan ekspresi yang sudah biasa.
"Biar aku yang membantu kamu." Ucap Tiara sambil merentangkan tangannya ke arah dasi Aras namun dengan cepat Aras menepis tangan Tiara secara kasar.
"Tidak perlu kamu sok peduli didepan saya. Saya tidak perlu rasa perduli kamu." Ucapan Aras begitu familiar di telinga Tiara dan hingga sekarang Tiara hanya bisa tersenyum miris meratapi nasibnya.
'Begitu banyak kata kasar yang kamu ucapkan, tapi kenapa aku tetap menyukai kamu Aras? Bukan hanya menyukai kamu Aras, bahkan aku mencintai kamu Aras'
Tiara menahan tangan Aras yang baru saja ingin membuka pintu kamar mereka.
"Aku mohon izinkan aku kembali ke kantor. Aras kamu tidak mengizinkan aku pergi ke luar, tapi izinkan aku kali ini saja. Aku akan pulang tepat waktu, aku akan mengutamakan urusan rumah, aku berjanji pada kamu Aras." Ucap Tiara dengan nada memohon.
"Saya bilang tidak, maka jawaban saya akan tetap TIDAK TIARA!" Jawab Aras dengan menekan kata tidak Tiara.
Tiara tidak menyerah, Tiara terus mengejar Aras sampai pintu luar rumah mereka. Para pelayan yang melihat kelakukan mereka sudah biasa selama 2 bulan ini, maka dari itu semua pelayan yang ada dikediaman mereka hanya diam menyaksikan situasi antara kedua majikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT (TERBIT)
ChickLitPERHATIAN! Ayo, yg suka copas jangan copas cerita saya yah. Kalian boleh baca tapi ingat jangan dicopas, hargai kerja keras saya karna untuk membuat cerita ini saya perlu perjuangan. sudah tidak lengkap lagi yah, ada beberapa part yang sudah dihap...