Aras membuka matanya perlahan. Aras bangun bukan karna terganggu akan sinar matahari ataupun karna suara lembut dari sapaan pagi yang sering ia dengar. Aras tahu suara itu adalah suara instrumen lagu Endless Love, tapi siapa yang memainkan alat musik itu dipagi hari. Hanya Aras yang pandai memainkan alat musik itu, maka dari itu alat musik tersebut jarang berbunyi karna Aras jarang sekali memainkannya.
Aras melangkahkan kakinya keluar dari kamar setelah mencuci wajahnya, Aras turun dari tangga perlahan sampai ia melihat wanita yang memainkan Piano tersebut dengan lembut. Sangat lembuat seakan takut kalau piano itu akan rusak.
Aras masih diam melihat wanita yang dikiranya tak bisa memainkan piano, ternyata sangat mahir dalam alat musik tersebut.
Tiara sadar akan langkah kaki seseorang, tapi ia tidak ingin menoleh kebelakang. Ia takut akan menangis, ia takut pertahanannya akan runtuh.
Tiara memainkan lagu ini hanya untuk mengeluarkan segala unek uneknya, ia ingin mengungkapkan segala rasa lewat permainannya. Ia ingin menghilangkan rasa sesaknya beberapa hari ini. Tiara sangat sangat tersiksa.
Tanpa sadar air matanya jatuh, Tiara menjatuhkan air matanya dan menghentikan permainnannya. Tiara menghapus jejak air matanya dengan lembut.
'Ini air mata kebahagiaaan ku, air mata ini akan melepasmu Aras'
Tiara membalikan badannya dan menatap Aras yang masih diam menatapnya.
"Jangan menatap aku seperti itu Aras, karna aku risih melihatnya." Ucapan Tiara sukses membuat Aras sadar dari pikirannya.
"Maaf!" Entah apa yang ada dipikiran Aras, hanya kata maaf yang kelar dari mulutnya dari banyaknya kata yang bisa disebutkan.
Tiara tersenyum dan menatap Aras dengan tatapan tidak percaya. "Untuk apa kamu minta maaf pada aku Aras? Kamu tidak melakukan apapun."
Tiara menggelengkan kepalanya sebelum melewati Aras dan berjalan kearah meja makan untuk sarapan.
Aras membalikan badannya dan menatap Tiara dari belakang.
'Terus lah tersenyum seperti itu, karna itu akan mengobati rasa bersalah aku Tiara.'
Tiara tersenyum dengan lebar dan tulus dimata Aras dan Aras sanagt menyukai senyum Tiara.
Aras ikut berjalan dibelakang Tiara dan duduk didepan Tiara. Mereka sarapan seperti biasa, Tiara mengambil sarapan Aras dan setelah itu mereka makan dalam sunyi.
Hanya beberapa menit suasana itu pecah karna ucapan Tiara.
"Aku telah mengirim surat pengunduran diri aku dari kantor cabang."
Aras meletakan sendok makannnya dan menatap Tiara tidak percaya, Tiara yang melihat reaksi Aras kembali melanjutkan ucapannya.
"Kemarin setelah pulang dari rumah sakit, aku sudah bicara dengan direktur utama dikantor cabang tempat aku bekerja dan dia bilang kalau aku disuruh menyerahkan surat pengunduran diriku kepada kamu dan mungkin surat itu akan sampai hari ini."
Tiara yang melihat reaksi Aras masih sama yaitu Diam membuat Tiara kembali berbicara.
"Jangan membuat urusannya ribet, terima saja pengunduran diri ku tanpa perlu memanggilku sesuai aturan kantor. Tanda tangan surat pengunduranku dan semua akan selesai dengan mudah." Ucapan Tiara masih belum mendapat respon dari Aras.
"...."
Tiara menghembuskan nafasnya dengan kasar dan mendorong pelan kursinya dan berjalan kearah tangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT (TERBIT)
ChickLitPERHATIAN! Ayo, yg suka copas jangan copas cerita saya yah. Kalian boleh baca tapi ingat jangan dicopas, hargai kerja keras saya karna untuk membuat cerita ini saya perlu perjuangan. sudah tidak lengkap lagi yah, ada beberapa part yang sudah dihap...