'22' HURT

21.5K 1.4K 9
                                    

Tiara menatap gedung putih bertingkat dengan tatapan tidak percaya. Tempat yang dibencinya, tempat rumah keduanya dulu sekarang menjadi rumah untuk mamanya beberapa bulan ini. Tiara melangkahkan kakinya pelan dan diikuti oleh dua wanita beda usia.

Butuh waktu 10 menit untuk sampai di lorong ruangan kusus VVIP. Tiara mencari nomor kamar mamanya sesuai dengan informasi yang didapat dari Alif.

"202." Ucapnya pelan saat sudah sampai didepan pintu warna coklat.

"Masuklah kak, bukankah kamu ingin menyelesaikan semua ini. Masuklah, peluk semua anggota keluargamu, beri mereka kekuatan agar bisa berjalan bersama di batu kerikir yang sedang dihadapi." Ucapan Dian dianggukan oleh Tiara.

Tiara menurunkan ganggang pintu yang berwarna silver dan mendorongnya pelan, semakin lama ruangan tampak dengan jelas. Dua pria yang sedang menggengam tangan wanita yang sedang terbaring lemah dengan segala alat yang berbunyi.

Air mata Tiara menetes begitu saja, Tiara merasa bersalah karna meninggalkan keluarganya terlalu lama.

"Mama cenapa nangis?" Pertanyaan Angel membuat semua orang melihat asal suara.

Dian segera membawa Angel kedalam gendongannya.

"Mama menangis karna bahagia sayang." Ucap Tiara sambil mengelus pelan pipi putrinya-Angel.

"Cenapa harus menangis jika bahagia?" Tanya Angel dan mengarahkan tangannya pada pipi Tiara.

"Cangan menangis." Ucap Angel sambil menghapus jejak air mata di pipi Tiara.

"Tiara." Panggilan pria paru baya tersebut membuat Tiara semakin meneteskan air matanya.

"Maaf." Lirihnya pelan dan itu membuat pria paru baya itu berjalan ke arah Tiara.

"Jangan meminta maaf jika kamu tidak melakukan kesalahan apapun Tiara." Ucapnya saat sudah sampai didepan putrinya.

"Maaf melarikan dari masalah, maaf telat untuk datang, maaf karna buat kalian khawatir. Maaf pa." Lirih Tiara saat sudah sampai dipelukan Erik-papanya.

"Tidak masalah sayang, kamu tidak salah. Keadaan yang membuat kita begini. Saat papa dengar kamu akan pulang dari Alif papa sangat senang, karna papa akan bertemu lagi dengan malaikat kecil papa." Ucap Erik sambil mengelus rambut Tiara lembut.

"Tersenyumlah." Ucap Erik sebelum melepaskan pelukannya.

Tiara mengggukan kepalanya sebelum berjalan kearah Rasya dan langsung memeluknya. "Maaf."

Rasya menggelengkan kepalanya dan sesekali mengecup kepala adiknya.

"Tidak perlu meminta maaf Tiara, aku yang salah. Seharusnya aku bisa menjadi abang yang baik untukmu, harusnya aku bisa menjagamu. Maaf karna aku sanagt lama untuk menyadarinya." Ucapan Rasya membuat Tiara tersenyum.

"Kau adalah abang yang baik untukku."

"Siapa dia?" Tanya Rasya saat melihat dua wanita yang masih diam.

"Apa dia keponakan aku?" Pertanyaan Rasya dianggukan oleh Tiara.

Tiara dapat melihat Erik yang mencoba menggendong Angel, namun ditolak oleh Angel. Angel menyembunyikan wajahnya di sela sela rambut panjang Dian.

"Sayang, beliau adalah ayah mamamu dan otomatis beliau adalah kakek kamu. Beliau keluarga kamu sayang, sama seperti om Alif." Penjelasan Dian dapat diterima oleh Angel, karna Angel mulai kembali menampakan wajahnya.

"Benarkah?" Tanya Angel dengan wajah yang masih takut.

"Em.... Apa tante pernah berbohong sama Angel." Ucapan Dian langsung digelengkan oleh Angel.

HURT (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang