'20' HURT

24.2K 1.4K 2
                                    


Tiara menatap langit yang begitu gelap dari balkon kamarnya, Tiara kesal dengan sifat Alif tapi dia senang setidaknya Alif tidak melupakan kakaknya-Naira.

Tok tok tok

"Masuk."

Tiara tahu siapa yang akan masuk, yang pasti bukan Alif. Alif adalah pria yang tidak akan langsung menemuinya setelah bertengkar dengannya. Alif adalah orang yang banyak berfikir.

"Gak baik kak malam malam diluar, apalagi tanpa menggunakan jaket atau selimut." Ucap Dian sambil meletakan selimut tebal di badan Tiara.

"Jangan terlalu memikirkan masalah ini kak. Semuanya butuh waktu bukan, dia juga membutuhkan waktu untuk membuka hatinya." Ucap Dian begitu santai sambil menatap langit yang sama dengan Tiara.

Tiara mengalihkan pandangannya pada Dian. Tiara tahu Dian merasakan sakit, Tiara tahu perasaan itu.

Tiara meletakan tangannya pada tangan Dian dan otomatis Dian menatap Tiara.

"Kamu begitu baik Dian, kamu begitu baik untuk menghadapi cinta yang begitu rumit. Aku tidak akan memaksa kamu untuk melupakannya, karna aku pernah merasakan situasi itu dan itu sangat sulit untuk ku hadapi. Aku hanya ingin memberi kamu saran, jika kamu ingin bertahan bertahanlah tapi saat kamu benar benar sudah lelah meyerahlah. Jangan paksakan dirimu, karna itu akan lebih menyakitkan Dian." Ucap Tiara dan dianggukan oleh Dian.

"Aku bersyukur karna aku masih dikelilingi orang yang menyayangiku, aku bersyukur karna aku dipertemukan sama kak Tiara. Aku merasa-" Ucapan Dian terhenti saat Tiara membawa Dian kedalam pelukannya.

"Aku yang harusnya bersyukur karna aku dipertemukan dengan kamu Dian. Aku kehilangan seorang saudara 11 tahun yang lalu, tapi 3 tahun yang lalu kamu datang. Kau seperti seorang saudara yang melindungi saudara lainnya dan aku yakin kak Naira mengirim mu untuk membantu ku." Ucapan Tiara membuat Dian merasa seperti orang yang spesial.

"Aku bersyukur karna ada kakak disamping aku. Terimakasih untuk semuanya kak." Ucapan Dian membuat Tiara tersenyum sebelum melepaskan pelukannya.

"Selalu tersenyum Dian, kapanpun dan dimanapun tersenyumlah selalu. Karna senyum bisa membuat kita sedikit melupakan masalah kita."

Dian kembali mengangguk dan kembali melihat langit yang gelap.

"Aku harap ayah dan bundaku akan tersenyum disana kak, aku harap mereka selalu mengawasiku disetiap detik. Aku harap mereka melihat aku sekarang." Lirih Dian.

Tiara tahu kalau Dian sangat merindukan orangtuanya yang telah berada ditempat yang sama dengan Naina. Tiara tahu kalau Dian lebih menderita dari pada dirinya. Terkadang Tiara berfikir selama tiga tahun Tiara menjauh dari orang yang disayangnya, tapi Tiara masih bisa melihat mereka dari jauh. Tiara masih dapat mengobati rasa rindunya, tapi bagaimana dengan Dian, Dian rapuh sama seperti Alif.

Sama sama kehilangan orang tua diusia yang mudah dan sama sama tidak bisa memiliki orang yang disayang.

Tiara menatap langit yang gelap lagi dan mengatakan beberapa kalimat yang berhasil membuat Dian meneteskan air matanya.

"Orang tua kamu akan bangga denganmu Dian, kamu anak yang baik. Aku yakin orangtua kamu akan bangga pada kamu. Naira mengirim kamu untuk aku sedangkan orangtuamu mengirim aku untuk kamu, jadi anggap aku sandaranmu. Aku keluarga kamu Dian."

Tiara mengangkat tangannya dan menghapus jejak air mata Dian yang jatuh dengan mulus dari matanya. "Menangis, tidak akan membuat orang lain kelihatan lemah Dian. Menangislah, jika itu membuatmu tenang. Menangislah sekarang dan jika esok pagi datang tersenyumlah."

HURT (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang