4. All For You || Siwan & Hyungsik

37 5 0
                                    

Cast: Park Hyungsik of ZE:A, Im Siwan of ZE:A

Genre: Brothership, Family

Author: Utii Han









All For You

Seorang namja berjalan terhuyung. Sesekali ia bertumpu pada pohon yang dilewati. Wajahnya tampak pucat. Keringat dingin pun sesekali terlihat menetes dari pelipisnya. Terkadang ia terbatuk pula. Napasnya tersengal. Dinginnya malam semakin memperburuk keadaannya.

"Hyungsik-ah!"

Di tempat lain yang tak jauh dari sana, terdengar seorang namja-Siwan-berteriak memanggil nama Hyungsik. Raut wajahnya tampak khawatir. Langkah kakinya pun dipercepat.

Brukk!!

Dan akhirnya namja pucat itu tak lagi bisa mempertahankan tubuhnya. Ia ambruk. Wajahnya makin pucat dan keringat dingin semakin deras membasahi wajahnya.

"Hyungsik-ah!"

Mendengar namanya dipanggil, namja pucat itu mencoba bangun. Namun usahanya nihil. Tubuhnya terasa lemah. Ia tak sanggup lagi bangun.

"Hyung,"

Hanya panggilan lirih yang bisa ia lontarkan. Perlahan pandangannya meredup. Matanya tertutup.

"Hyungsik-ah! Hya! Jeongsincharyo! Hya!"

Meski matanya tertutup, ia masih bisa dengan jelas mendengar jika ada yang memanggil namanya. Bahkan ia bisa merasakan seseorang mengangkat tubuhnya dan menggendongnya. Sayang, ia tak kuat walau hanya untuk membuka mata saja. Tapi ia sangat tahu jika yang menggendongnya saat ini adalah kakaknya. Suara yang ia sangat kenal itu adalah suara hyungnya, Im Siwan.

"Hyungsik-ah! Ini hyung, bukalah matamu!"

Siwan berlari sekuat tenaga sambil menggendong Hyungsik yang bisa dibilang ukuran tubuhnya yang lebih besar darinya. Meski begitu, ia tak menyerah. Yang ia pentingkan saat ini adalah harus segera menuju rumah sakit. Ia tak ingin adiknya semakin parah. Meski ia harus berlari dan lelah, ia rela.

"Dokter! Dokter! Tolong adikku!"

Beberapa suster berlari menghampiri Siwan dan seorang suster lain datang membawa tempat tidur pasien. Siwan mengikuti Hyungsik yang dibawa oleh suster-suster itu. Wajahnya makin khawatir.

"Maaf, Anda harus menunggu di luar!" kata salah satu suster menghadang Siwan.

"Tapi, Suster, adikku. Dia membutuhkanku."

"Kami mengerti, kami akan berusaha semaksimal mungkin. Mohon menunggu!"

Suster itu menutup pintu ruang gawat darurat. Siwan terduduk lemas bersandar dinding. Ia menutup wajahnya. Tubuhnya pun perlahan bergetar. Ia menangis. Cukup ia kehilangan kedua orang tuanya. Ia tak ingin lagi kehilangan Hyungsik yang kini satu-satunya keluarga yang tersisa.

Im Hyungsik, adik dari Im Siwan itu memang memiliki riwayat penyakit asma akut dan juga lemah jantung. Sedikit saja ia kelebihan aktivitas, ia akan sakit.

Dan sebenarnya Hyungsik sendirilah yang membuat keadaannya menjadi seperti ini. Hanya karena sepatu, ia nekad untuk ikut lomba lari yang diselenggarakan salah satu swalayan di daerah tempat tinggalnya. Hyungsik menang memang, ia mendapat juara ketiga. Dan ia mendapat sepatu yang diidamkan. Sebenarnya sepatu itu bukan untuknya, tapi untuk Siwan. Tapi tidak seperti harapan Hyungsik. Siwan malah memarahinya tanpa ampun. Bukan. Bukan karena Siwan tak sayang dan tak mau menerima kerja keras adiknya, tapi Siwan tak ingin jika Hyungsik sampai harus mengorbankan kesehatannya. Hyungsik pergi dari rumah. Sampai malam tak kembali. Siwan yang cemas pun mencari adiknya. Ia merasa bersalah. Sangat bersalah.

Siwan menjambak rambutnya frustasi. Ia sangat merasa bersalah ketika mengingat apa yang ia lakukan pada Hyungsik. Jika saja ia tak memarahi Hyungsik, Hyungsik tak akan pergi dan semakin kelelahan. Siwan sangat merasa bersalah.

Cekrek!

Pintu itu akhirnya terbuka. Siwan langsung berdiri dan memberondong si dokter yang baru saja keluar dengan banyak pertanyaan.

"Dokter! Apa adikku baik-baik saja? Ia tak apa-apa, kan, Dok!"

"Adik Anda sudah mulai stabil. Tetapi jantungnya masih sangat lemah. Tampaknya ia sangat kelelahan sebelumnya," jelas Dokter.

Siwan menghela napas lega. Ia bersyukur jika adiknya tak apa-apa. Siwan mengucapkan banyak terima kasih pada dokter.

"Adik Anda akan segera dipindah ke ruang rawat. Jika terjadi apa-apa, mohon segera panggil kami!"

"Baik, Dok.. Gamsahamnida.."

Siwan duduk di dekat tempat tidur Hyungsik. Digenggamnya erat tangan Hyungsik. Ia sedih melihat adiknya itu sakit seperti ini. Tak terasa air matanya menetes. Ditatapnya Hyungsik yang belum sadarkan diri.

"Mianhae, Hyungsik-ah," lirihnya.

Pagi hari, di hari selanjutnya, Siwan baru saja datang saat Hyungsik tersadar. Siwan meletakkan sekantong buah di nakas. Ia tersenyum melihat Hyungsik yang sudah sadar.

"Hyung.."

Siwan membantu Hyungsik yang hendak duduk. Siwan ikut duduk di sisi tempat tidur yang kosong. Mengambil buah jeruk dari kantong plastik yang ia bawa sebelumnya.

"Apa kau sudah baikan?" tanya Siwan sambil menyuapi Hyungsik buah jeruk.

"Eumm.. Aku baik-baik saja, Hyung," kata Hyungsik.

Siwan kembali menyuapi Hyungsik buah jeruk.

"Hyungsik-ah?"

"Nde?"

Siwan menatap Hyungsik. Digenggamnya tangan Hyungsik.

"Jangan buat aku khawatir lagi."

"Hyung.."

"Aku benar-benar tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu. Kau satu-satunya yang ku miliki. Kau adalah-"

"Mianhae, Hyung," belum sempat Siwan merampungkan omongannya, Hyungsik memotong. "Mianhae, Hyung, membuatmu khawatir. Aku hanya ingin memberikan Hyung sepatu, tapi aku tak punya uang. Jadi aku ikut lomba itu," lanjut Hyungsik menunduk.

Siwan menarik Hyungsik dalam pelukannya. Memeluknya erat.

"Tidak peduli itu sepatu, uang atau emas sekali pun. Hyung tidak membutuhkan itu. Yang Hyung butuhkan hanya kau, kau yang sehat dan baik-baik saja."

"Hyung.." Hyungsik membalas pelukan Siwan sangat erat.

"Kumohon, Kau harus selalu sehat untuk membuatku bahagia," kata Siwan, "Arraseo?" Hyungsik mengangguk.

Kadang, keluarga adalah hal yang paling dibutuhkan untuk seseorang. Tak peduli tak punya uang atau apapun. Yang terpenting adalah keluarga.



















The End

LLS || RANDOM FICTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang