Satu bulan sudah berlalu. Aletha benar-benar menuruti apa yang dikatakan Alfa. Pergi dari hidupnya. Sebulan ini ia sudah pindah kelas demi menjauh dari Alfa, ia juga selalu menitip makanan disaat jam istirahat kepda teman-teman yang masih tersisa di kelas agar tidak bertemu Alfa di kantin nantinya. Atau kalau semuanya memang tidak ada di kelas, ia harus terpaksa menahan lapar seperti sekarang ini.
Semua temannya sudah berhamburan keluar kelas sejak 10 menit yang lalu. Dan disinilah Aletha, duduk sendirian di kelas menanti kalau ada yang berbaik hati mau dititipkan membeli makanan. Perutnya sudah minta diisi, tetapi tanda-tanda kehidupan di kelasnya belum muncul sama sekali. Akhirnya Aletha menidurkan kepalanya di meja dengan menjadikan tangannya sebagai alas tidur.
"Tha." Sampai suara itu akhirnya membuat Aletha duduk tegak dan langsung mendapati wajah Bastian.
Pasti Bastian datang untuk memberi Aletha sebuah makanan. Batin Aletha.
"Eh, kenapa?" tanya Aletha.
"Alfa," ucap Bastian membuat Aletha menautkan kedua alisnya. Mendadak perasaannya menjadi gelisah, menjadi tidak karuan ketika Bastian menyebut nama Alfa. Tetapi ia berusaha tidak menampilkan kegelisahannya itu.
"Urusannya sama gue apa? Alfa udah bahagia karena gue udah enggak ganggu dia lagi, jadi biar—"
"Alfa di rumah sakit, koma, kecelakaan kemarin."
Deg.
Manusia es itu, koma. Manusia jelmaannya koma. Kombinya koma. Alfa, koma.
Dunia Aletha seakan terhenti saat mendengar perkataan Bastian. Jadi ini maksudnya Bastian mendatangi Aletha? Untuk menyampaikan kabar buruk?
"Oh," jawab Aletha singkat.
Tidak, bukan itu jawabannya yang seharusnya keluar dari mulut Aletha. Tetapi hatinya tidak sejalan dengan ucapannya. Saat ini ia harus menahan rasa ingin tahunya tentang kecelakaan Alfa. Ia sudah berjanji tidak akan ada di hidup Alfa lagi, jadi, buat apa ia memperdulikan tentang kondisi Alfa? Toh, dia juga bukan keluarga ataupun kekasihnya, ia hanya sebatas penganggu di hidup Alfa.
"Oh doang? Lo ga khawatir sama dia?" tanya Bastian dan Aletha memalingkan wajahnya berusaha untuk meyakinkan Bastian kalau Aletha sama sekali tidak khawatir dengan kondisi Alfa.
Tapi, hatinya kali ini sejalan dengan pikirannya. Entah, ia benar-benar tidak bisa fokus dengan apa yang dipikirkannya kali ini. Ia menoleh lagi ke arah Bastian lalu ia menunduk sambil mengangguk kecil. Seulas senyum tercetak di bibir Bastian.
"Tapi dia gamau kalau gue ada di kehidupan dia," kata Aletha yang terdengar seperti pasrah.
"Dan lo lebih mikirin omongan Alfa daripada ngeliat kondisi Alfa sekarang?" tanya Bastian lagi dan Aletha hanya mengangguk.
"Dia cuma anggep gue itu pengganggu, Bas," jawab Aletha.
"Dia bilang begitu karena lagi emosi, Tha," kata Bastian yang membuat Aletha hanya menghela napas.
"Emosi tapi harus sampai keluarin kata kayak gitu? Sakit."
"Cuma empat kata dan dia berhasil ngebuat air mata gue jatuh."
"Dia ngeliat foto kita waktu di taman, Tha. Itu yang ngebuat dia emosi," jawab Bastian dan Aletha kembali menautkan kedua alisnya.
Aletha mengingat-ngingat tentang kejadian di taman. Menurutnya tidak ada yang aneh, ia hanya mencurahkan isi hatinya kepada Bastian dan itu bisa membuat Alfa emosi? Lagipula darimana Alfa bisa tau kalau mereka sedang ada di taman? Pasalnya, disaat Bastian mengatakan bahwa ia bertemu dengan Aletha dan mengatakan kepada Alfa kalau Aletha merindukannya, Alfa Nampak baik-baik saja.
"Foto waktu di taman? Kita kan cuma ngobrol doang, bisa buat emosi yah?" Aletha tertawa kecil sementara Bastian hanya tampak kebingungan melihat reaksi gadis berambut cokelat di depannya ini.
"Bukan. Foto kita pelukan."
Kali ini Aletha terdiam. Ia memikirkan, kenapa Alfa bisa marah kepadanya hanya karena sebuah foto dirinya yang tengah berpelukan dengan Bastian. Namun, seulas senyum itu nampak di bibir Aletha setelah lama menghilang.
"Dia marah karena foto?" tanya Aletha meyankinkan.
"Mungkin," jawab Bastian dan Aletha dapat melebarkan senyumannya.
"Dia marah, katanya, dia gasuka liat gue dihujat oleh para kaum gosip," jelas Bastian membuat senyum Aletha memudar seketika. Aletha salah duga, ia pikir, Alfa marah karena hal lain. Dan kalian pasti tau hal lain itu, apa.
"Lo liat dia ya, dateng ke rumah sakit. Mungkin dengan kehadiran lo, dia bisa bangun dari komanya," bujuk Bastian sementara Aletha seperti seseorang yang sedang berpikir.
"Tapi dia gamau kalau gue ada, Bas, dia gasuka kalau gue ada di hidup dia, gue cuma pengganggu," jawab Aletha dan terdengar hembusan napas Bastian.
"Terserah lo aja, dia ada di Rumah Sakit Bakti Media lantai 5, kamar nomer 556. Gue tunggu kedatengan lo," kata Bastian setelah itu ia langsung meninggalkan kelas Aletha.
Oke, kali ini Aletha tidak tau harus bagaimana. Di satu sisi, ia tidak mau melanggar janjinya dengan Alfa. Tapi di sisi lainnya, ia khawatir. Tidak bisa dipungkiri kalau ia memang benar-benar khawatir ketika Bastian mengatakan kalau manusia jelmaannya dalam keadaan koma.
"Aletha harus gimana?" tanya Aletha kepada dirinya sendiri. "Aletha gamau ngingkarin janji, tapi sekarang,"
"Aletha khawatir sama kombi."
****
a.n
Yuhuu, part 24. Menegang gak? Wkwk. Pasti enggak. Enggak usah bingung kenapa Kei updatenya cepet, karena hari ini ada double part yuhuu. Jadi nanti malam, Kei update part 25. Seneng gak? Haha. Enggak ya?
Udah ah, capek ngetik separagraf gitu😂 btw, Terimakasihh untuk 2,7k readers dan para pembaca setia cerita Impressed. Terimakasihh lohh❤️
Salam sayang, Kei.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impressed [Completed]
Teen Fiction[Sudah Terbit] Aku tau cerita tentang cowok dingin itu basi. Tapi mungkin, kalian ingin mengetahui, bagaimana perjuangan Aletha yang selalu berusaha mencairkan es yang ada di dalam tubuh si manusia jelmaannya. Dan mungkin, kalian ingin membaca, te...