2.5 || Khawatir

92.6K 6K 105
                                    

Di sini lah Aletha sekarang berada. Tempat yang dipenuhi dengan bau obat-obatan dan peralatan serba terbuat dari besi yang mengkilap dengan temboknya yang di dominasi warna putih.

Aletha akhirnya pergi ke rumah sakit yang diberitahu oleh Bastian. Atha memaksanya, sungguh, bukan Aletha yang menginginkan pergi ke sini, tapi Atha memaksanya dengan alasan supaya bisa menggoda perawat cantik nan sexy di sini, alasan tidak bermutu.

Aletha menghela napas berat ketika kakinya baru saja menginjak lantai lobby rumah sakit. Aletha melanjutkan langkahnya masuk ke dalam lift dan menekan tombol 5, setelah itu ia langsung keluar dan mencari kamar bernomor 556.

Sekarang ia sudah berada di depan pintu berwarna cokelat, perlahan, tangannya menyentuh knop pintu. Aletha menghembuskan napas untuk yang kesekian kalinya, lalu membukanya. Sepi. Itulah keadaan yang bisa ia gambarkan tentang keadaan ruang rawat Alfa. Oh iya, kan tidak ada yang mengetahui kalau Alfa sedang koma selain dirinya dan Bastian, pasti tidak ada yang datang menjenguk.

Aletha melangkah mendekati ranjang Alfa dan tubuhnya seakan membeku melihat wajah Alfa dipenuhi lebam dan ada selang di mulutnya membuat mata Aletha memanas. Sungguh, ia tidak ingin Alfa ada di posisi seperti sekarang ini, kalau boleh, ia ingin sekali membagi rasa sakit yang ada di tubuh Alfa dengannya.

"Kombi....." Aletha mendesis sembari menggerakkan tangannya untuk menyentuh tangan kanan Alfa lalu Aletha menggenggamnya erat.

"Kenapa kombi jadi begini?" hanya ada suara mesin pendeteksi yang terdengar.

"Aletha kan udah pergi dari hidup kombi, harusnya kombi jadi bahagia karena gak ada pengganggu lagi, tapi kenapa kombi malah ada di tempat kayak gini? Aletha ga suka tempat ini, Aletha benci bau obat-obatan." Tangan Aletha sekarang sudah berada di pipi Alfa dan perlahan ia mengusapnya.

Sebutir cairan bening keluar bebas dari bola mata Aletha yang langsung membasahi pipinya. Ia tidak tahan melihat kondisi Alfa saat ini. Manusia yang biasanya menyebalkan, sekarang terbaring lemah dengan berbagai macam alat di tubuhnya. Manusia yang biasanya membuat Aletha ingin berteriak kencang, kini mulutnya diisi oleh selang.

"Kombi...jangan buat Aletha khawatir," kata Aletha sambil terisak kecil. Kali ini ia jujur, ia memang mengkhawatirkan Alfa. Sangat.

"Kenapa kombi bisa ada disini? Kombi naik motornya enggak hati-hati yah?" Aletha seperti sedang bermonolog karena tidak ada sahutan sama sekali dari mulut Alfa. Aletha merindukan Alfanya yang cuek dan dingin.

Lagi-lagi cairan itu mengalir. Bibir berwarna merah jambu yang biasanya mengeluarkan kata-kata pedas, sekarang berwarna putih pucat. Bola mata hijau dengan tatapan tajam dan dingin yang selalu membuat Aletha terpesona, kini sedang tertutup rapat. Aletha merindukan bola mata itu, Aletha merindukan kata-kata pedas Alfa.

"Kombi...cepet buka mata lagi, Aletha janji deh nanti gak bakal muncul di depan kombi lagi, Aletha juga janji deh gak bakal marah-marah ke kombi, kombi pingin itu semua kan? Buka mata kombi, Aletha di sini."

Tangan kirinya ia gunakan untuk mengusap cairan nya yang selalu keluar, entah kenapa ia merasa menjadi lemah ketika harus dihadapkan dengan Alfa.

"Aletha gasuka liat kombi lemah kayak gini, kemana kombi yang selalu narik tangan Aletha sampai merah? Kemana kombi yang kalau ngomong cuma satu kata doang? Kemana kombi yang selalu natap tajem ke Aletha? Aletha rindu itu semua."

Biarkanlah kalau Aletha harus bermonolog, tapi itu cara satu-satunya untuk bisa berkomunikasi dengan Alfa. Di saat seperti ini, rasanya Aletha ingin sekali datang ke rumah pohon, untuk memberi tahu kepada dunia kalau manusia yang biasanya membuatnya menangis, sekarang terbaring lemah di rumah sakit.

Impressed [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang