2.1 || Pertengkaran

92.7K 6K 87
                                    

Sore itu mereka habiskan di rumah pohon. Aletha sudah mau berbicara lagi, Aletha juga sedikit sudah bisa melupakan tentang kejadiannya bertemu dengan Erik, dengan paksaan dari Alfa.

"Ihh susahhh, gamau belajar lagi." Aletha menaruh gitar Alfa di sampingnya dan ia bertopang dagu.

"Segitu doang?" ujar Alfa sedikit meremehkan.

"Susah Fa, lo sih gampang karena udah biasa, gue kan baru pertama kali nyoba," jawab Aletha, "nih liat jari tangan gue, pada merah semua Alfa," sambungnya lagi sambil menunjukkan jarinya.

"Ala bisa karena biasa," ucap Alfa yang terkesan sok bijak.

"Belajar peribahasa darimana? Gue gapernah liat lo buka buku bahasa Indonesia." Kali ini Aletha yang meremehkan Alfa.

"Ck..." decak Alfa.

"Gue itu pinter," kata Alfa dan Aletha langsung berpura-pura muntah.

"Kurang-kurangin deh tingkat kepedean lo itu, jijik gue," sahut Aletha.

"Ya."

"Eh, lo gamau cerita apa gitu ke gue?" kata Aletha.

"Cerita?" tanya Alfa balik.

"Iya, mungkin aja lo mau cerita tentang pacar-pacar lo yang dulu," jawab Aletha.

"Ga punya," sahut Alfa dan Aletha langsung menatapnya.

Dia bilang apa barusan? Ga punya pacar? Telinga gue emang lagi kotor atau dia salah ngomong nih? Pikir Aletha.

"Idih! Sok-sok an ga punya pacar. Pacar lo waktu smp melebihi banyaknya biji beras yang di makan sama ayam," kata Aletha seakan ingin melucon.

"Garing." Aletha mendelik tidak suka ketika Alfa berbicara seperti itu. Ya memang garing sih, tapi gak usah diperjelas juga dong.

"Serah lo serah, bodo amat gue," kata Aletha berpura-pura marah.

"Ga peduli." Wah, yang begini emang minta di tonjok banget sih. Lalu Alfa mengambil gitar nya dan memainkannya lagi, tetapi kali ini ia tidak bernyanyi. Melihat pemandangan Alfa dan gitarnya membuat Aletha tersenyum.

"Lo jadi ngingetin gue sama Kak Erik, dia itu seneng banget mainin gitar di depan gue. Terus selesai nyanyi dia pasti bilang 'jangan tinggalin kakak ya' tapi nyatanya malah dia yang pergi ninggalin gue," ucap Aletha membuat Alfa menghentikan permainannya.

"Gausah inget dia lagi!" sahut Alfa dengan sedikit penekanan. Aletha bergeming.

"Lo emang gampang ngomong gitu, tapi buat ngelakuinnya bakal susah!" Aletha juga sedikit berteriak.

"Kalau niat pasti bisa!" jawab Alfa dengan volume suara yang lumayan keras.

"Lo gausah nasihatin gue kayak gitu, lo juga gausah sok-sok an nyuruh gue buat lupain dia. Lo ngomong kayak gitu, seolah-olah kayak lo lagi balikin telapak tangan, gampang banget. Lo  ga pernah tau gimana rasanya ada di dalam hubungan palsu. Lo ga pernah tau gimana rasanya dibuat terbang terus di jatuhin lagi. Lo ga pernah tau gimana rasanya jatuh cinta. Karena lo ga pernah ada di posisi gue!" bentak Aletha sambil berkaca-kaca.

"Lo ga pernah ada di posisi dimana lo berjuang sendiri buat pertahanin hubungan lo. Ga pernah!"

"Yang lo tau itu cuma nyakitin orang, buat orang sedih, buat orang marah. Itu doang yang lo tau! Yang lainnya itu cuma lo anggep angin lewat. Bahkan Bastian sekalipun. Apa lo pernah cerita ke dia apa masalah lo? Apa lo pernah bersikap lembut ke dia? Apa lo pernah nganggep dia ada? Enggak! Lo itu cuma manusia jelmaan yang gak punya hati!"

"Lo bener, gue emang ga punya hati. Tapi bukan berarti gue lupain orang di sekitar gue. Sekarang gue yang tanya, apa pernah lo ada di posisi kehilangan seorang bunda dan saudara lo buta? Apa pernah lo disakitin sama ayah yang selalu lo banggain? Apa pernah lo itu hidup di tengah kesendirian dan keheningan? Lo juga ga pernah ngerasain itu. Hidup gue lebih buruk dari pada lo," ucap Alfa membuat Aletha bergeming.

Benar katanya, Aletha masih memiliki kehidupan yang lebih baik. Keluarganya juga masih lengkap. Aletha tau kalau ia masih lebih beruntung dari Alfa.

"Lo belum sepenuhnya tau tentang hidup gue, jadi jangan ngeluarin kalimat yang lo belum tau kebenarannya," kata Alfa lalu ia bangkit dan meninggalkan Aletha.

Tik..tik...tik..

Air hujan seolah menjadi musik bagi Aletha saat ini. Masih di rumah pohon. Aletha belum mau meninggalkan rumah pohon itu. Semua salahnya, Alfa marah dengannya saat ini. Sudah berkali-kali ia menelpon Alfa tapi tidak ada satupun yang diangkat. Sekarang ia takut untuk kehilangan lagi. Ia takut kehilangan orang seperti sosok Alfa. Alfa yang cuek, dingin, dan datar menurutnya adalah hal yang menarik di dalam diri Alfa.

"Hujan, kenapa harus turun disaat Aletha juga lagi sedih? Langit, kenapa harus mendung disaat hati Aletha juga sama mendungnya? Semesta, tolong sampaikan kata maaf Aletha buat Alfa."

***

a.n

Hai gais, udah sampai part 21 nih, wkwk. Tepat waktu kan updatenya? Kei bener-bener baru inget jam sewaktu di kamar mandi, dan akhirnya Kei update dulu baru mandi:) jam setengah delapan itu kerasa malem banget untuk mandi serius.

Segini aja dulu curcolnya, jangan lupa tinggalkan komentar dan vote.

Oh ya, tolong dijawab dong. Kalian itu kira-kira suka di chapter mana dan pas bagian apa? Tolong dijawab loh....

Sekian dan Terimakasih.

Salam sayang, Kei.

Impressed [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang