19. Madakaripura (1)

64 6 8
                                    

(Mohon dibaca ulang ya, Readers... ada penggantian cerita. Saya buat dua bagian saja untuk part yang ini. Semoga nggak terlalu pusing ya bacanya, makasih)

Allena tiba di Rumah Sakit yang terletak sekitar 1 km dari rumahnya. Motor melaju menuju area parkir rumah sakit yang buka 24 jam. Tadinya ia akan memesan ojek online, namun perdebatan kecil dengan Mama membuatnya ingin cepat-cepat meninggalkan rumah. Allena berjalan keluar rumah sakit sambil mengambil ponselnya dari tas punggung. Di layar ponsel, ia melihat jam menunjukkan pukul 05.25.

Kepagian nih, mana laper lagi. Mama sih pagi-pagi udah bahas Bianka, bikin nggak nafsu makan aja.

Allena mencoba menghubungi Arzuki. Dalam hati dia berdoa agar Arzuki mau datang lebih awal.

"Hallo? Ki, cepetan berangkat deh. Aku udah di depan rumah sakit." Allena diam sejenak, mendengar Arzuki yang menguap lalu cekikikan. "Cepetan ya, 5 menit. Aku lapar."

Tawa Arzuki semakin kencang, membuat Allena geram dan segera mengakhiri pembicaraannya. Sambil menunggu Arzuki datang, Allena menyelami dunia facebook dan instagram. Cara paling mujarab membunuh waktu.

Tin... tiin... tiiinn....

Allena menelengkan kepala ke arah suara. Senyumnya terlukis begitu melihat sosok yang ia tunggu sudah datang.

"Siap? Nggak ada yang ketinggalan, kan?" tanya Arzuki ceria.

"Ya belum siap lah, kan belum makan." Allena memamerkan wajah memelasnya, lalu segera duduk di belakang Arzuki.

***

Nasi pecel lele sudah berpindah dari piring ke perut, teh hangat yang memenuhi gelas berangsur-angsur berkurang setiap Allena mendekatkan gelas ke bibirnya. Senyum kekenyangan menghiasi wajahnya.

"Nah kalau gini baru siap, Full battery," seru Allena memamerkan bogemnya.

Arzuki hanya melempar senyum sambil mengeluarkan dompet, dengan cepat Allena mengambil selembar uang lima puluh ribuan dari dompet miliknya lalu berdiri memanggil penjual nasi pecel.

"Bu, berapa semuanya?"

"Ini lho, Al," sahut Arzuki sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dua puluh ribuan.

"Aku traktir. Kamu traktirnya entar aja di McD." Allena berulang kali menganggukkan kepala, memaksa Arzuki untuk setuju.

"Yah, enak di situ dong." Protes dari Arzuki hanya ditanggapi Allena dengan gelak tawa.

Arzuki dan Allena segera melanjutkan perjalanan setelah membayar nasi pecel. Di atas motor, Allena menumpahkan rasa kesal pada orangtuanya yang selalu membandingkan dengan Bianka.

"Mama tuh yang paling nyebelin. Udah kayak fans-nya Bianka aja. Katanya gini, 'Lihat tuh Bianka, harusnya kamu cari tahu gimana caranya mendapatkan piala-piala itu. Boleh aja kepo asal bermanfaat, daripada jadi preman.' Ih! Mana ada Ibu yang nuduh anaknya preman. Padahal aku udah jelasin lho soal uang kas itu. Nyebelin banget!" Allena bersungut-sungut.

"Apa kata Mamamu soal uang kas itu?"

"Ya nggak percaya lah, nggak percaya kalau aku nggak mencuri. Jadi sama artinya kalau Mamaku itu menuduhku pencuri juga. Nyebelin kan? Padahal aku udah jelasin tentang Vega yang datang ke rumah waktu itu." Allena diam sejenak.

"Aku jadi penasaran, apa sih yang diomongin Mamanya Bianka di grup SMA kok sampai bikin Mama menyerangku terus-terusan gini."

"Papa kamu gimana, Al?" tanya Arzuki dengan tatapan fokus pada jalanan.

"Papa lebih kalem sih, tapi sama aja ih, nyebelin. Kata Papa, 'Anggap Bianka itu barometer, kamu harus berusaha berada di atasnya. Tapi tetep pakai cara yang bagus ya, yang nggak menyalahi agama.' Sama aja kan? Ujung-ujungnya jadiin Bianka target."

The Love Trap (Terbit di Penerbit Kastil Mimpi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang