13. Di Kedai Es Kelapa Muda

66 10 14
                                    

Allena meneguk es kelapa muda, berusaha mendinginkan otak yang memanas selama berjam-jam di sekolah. Karena mata pelajaran matematika dan akuntansi yang memeras otak, juga gagalnya memberi pelajaran pada Bianka. Sebelum jam istirahat berdering, Allena berniat merusak kaca spion dan mengempesi ban motor Bianka. Namun sayang, salah satu teman dari genk Bianka menangkap basah aksinya.

"Al?! Ngapain kamu?" tanya gadis berambut sebahu dengan pandangan penuh selidik. "Kamu nggak lagi berusaha ngempesin ban motor Bianka, kan?"

"Kalau iya kenapa? Mau ngadu ke Bianka? Aku nggak takut, dasar pengecut! Pencuri!" Allena yang dalam posisi jongkok di dekat ban depan motor Bianka bangkit, membombardir teman Bianka dengan makian.

"Eh, sembarangan. Kamu itu yang pencuri, dasar nggak tahu malu,"

Allena mengulurkan tangan, beranjak menjambak lawannya. Kedua matanya berkilat-kilat penuh dendam. "Sini kamu!" seringai Allena.

"Eh, jangan macam-macam kamu ya. Mau kena hukuman lagi? Aku laporin ke guru BP baru tau rasa!"

Allena tak memedulikan ancaman dari lawannya. Langkahnya terus maju hingga seseorang memegang erat kedua pundaknya.
"Yuk, Al."

Keberuntungan bagi Allena. Bila Dirman tidak datang terlambat ke sekolah karena harus mengikuti lomba bonsai di SMA 2 dan melerai mereka, mungkin nama Allena akan semakin memburuk.

"Hei! Lama nunggu ya?" Tepukan ringan di pundak Allena menyadarkannya dari kejadian tak menyenangkan di sekolah.

"Kemana aja, Bang? Lama bener." Allena cemberut.

Arzuki malah melempar senyum, lalu cuek memesan segelas es kelapa muda dan mengambil dua pisang goreng dari meja penjual es.
"Mau?" tawar Arzuki.

Allena menggeleng, "Hari ini bad mood abiiiss. Veli nggak masuk, ulangan biologi kacau semua jawabannya, mau pecahin spion sama ngempesin ban motor Bianka ketahuan, kamu juga... ."

"Apa?! Kamu ngempesin motor Bianka?" potong Arzuki kaget,

"Masih mau, udah ketahuan duluan sama temennya. Udah mau aku jotos aja itu temennya, untung deh Dirman dateng. Kalau nggak... ."

"Tunggu... ini Untung atau Dirman yang dateng?" Arzuki tertawa geli.

Allena kembali cemberut, hilang sudah seleranya untuk bercerita. Pandangannya tertuju pada gelas es kelapa muda, lalu meminumnya perlahan.

Arzuki kembali tertawa geli, diusapnya puncak kepala Allena. "Kamu kok nggak kapok sih? Tahu sendiri akibatnya kalau sampai dilaporkan ke guru BP, belum lagi kalau sampai Mama kamu juga tahu." Arzuki terdiam sejenak, berharap Allena menanggapi. Namun Allena tetap diam, sibuk mengunyah kelapa muda alih-alih merasakan desiran lembut di ulu hatinya-efek usapan lembut di kepalanya. "Untung aja kejadian uang kas itu nggak ketahuan Mama kamu," ujar Arzuki lagi.

"Di sini nggak ada Untung, adanya Allena. Maaf anda kurang beruntung," Allena menyahut sebelum kembali mengunyah kelapa muda.

Arzuki memamerkan dua lesung pipitnya, lalu mengacak-acak sekilas rambut Allena.

"Mau langsung pulang?" tanya Arzuki saat Allena bangkit dari duduknya karena sudah menandaskan segelas es kelapa muda.

"Mau jenguk Veli, tadi dia nggak masuk. Maag-nya kambuh."

"Ooo, padahal mau aku ajak jalan-jalan." Arzuki melirik Allena sekilas, lalu menyelami buku di tangannya.

"Buku apa tuh?" Allena mendekat, membaca tulisan yang tercetak di cover buku, "Agatha Christie."

"Pernah baca?" Arzuki memutuskan menurunkan bukunya.

"Aku nggak suka baca novel. Pusing. Mending komik. Bikin novel begini susah ya? Butuh berapa lama?"

The Love Trap (Terbit di Penerbit Kastil Mimpi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang