11. Hari Pertama

45 9 5
                                    

Tubuh jangkungnya berbalut kaos putih dan jaket jeans belel. Kets merah yang dia bilang hasil pinjaman, menjadi daya tarik di atas panggung. Allena menghela napas puas menikmati hasil make over perdana untuk Arzuki. Terlebih lagi saat Arzuki yang keras kepala menolak mengganti celana jeans bolong-bolong di lutut, tiba-tiba mau menurut dan menggantinya dengan jeans tanpa bolong-bolong. Lihat saja hasilnya, sukses membuat Allena enggan berkedip.

Lagu Mahadewa berjudul Roman Picisan mengalir indah dari bibir Arzuki. Suaranya tak sekuat Once vokalis Mahadewa, justru sebaliknya lembut menenangkan, cocok didengarkan sambil menutup mata di bawah langit malam atau saat hujan.

Allena benar-benar menutup mata sambil berdiri di dekat partisi bambu. Kedua matanya baru terbuka saat riuh tepuk tangan penonton mengganti suara lembut Arzuki.

"Hei! Kok nggak duduk sih, malah berdiri di sini." Kedatangan Arzuki yang tiba-tiba mengagetkan Allena.

"Mau duduk dimana? Penuh semua." Allena menyapu ruangan dengan binar matanya yang kecoklatan.

"Benar juga. Nggak nyangka jadi sepenuh ini, perasaan waktu baru menyanyi tadi masih ada beberapa bangku yang kosong." Arzuki menggaruk bagian belakang kepalanya.

"Mas Arzuki, ditunggu Mbak Dewi." Seorang  pramusaji cafe mencolek bahu Arzuki. "Duduk di depan ruangan Mbak Dewi saja, Mbak. Ada kursi panjang di sana." Sepertinya pramusaji itu mendengar keluhan Allena.

Arzuki dan Allena berjalan beriringan menuju ruangan yang ditunjuk. Di sana terdapat sebuah pintu kaca buram. Tulisan 'Welcome' yang terbuat dari kain flanel warna warni tergantung di bagian atas pintu. Tepat di sampingnya sebuah  kursi panjang terbuat dari rotan dengan bantal empuk di bagian dudukan kursi.

"Aku tunggu di sini ya." Allena berlari kecil menuju kursi rotan sambil membawa ransel milik Arzuki dan tas rajut selebar buku tulisnya.

Arzuki hanya mengangkat ibu jarinya, lalu hilang di balik pintu kaca.
Allena meluruskan kaki, pandangannya tertuju pada jam dinding berbentuk lingkaran yang terbuat dari kayu.

Hanya ada waktu lima belas menit. Semoga Arzuki nggak lama di dalam.

"Nih, minum dulu. Belum aku minum kok." Arzuki menaruh sekaleng minuman kola di samping Allena.

"Makasih, kamu?"

"Aku ada air putih, nggak biasa minum beginian." Arzuki duduk di samping Allena, menarik napas sebentar sebelum kembali berucap, "Al, mulai minggu depan kita ke cafe ini tiap selasa dan kamis. Mbak Dewi bilang, menaikkan gajiku dua kali lipat untuk satu kali perform. Keren nggak tuh? Kayaknya nggak sampai sebulan udah terkumpul tuh uang 500 ribu, atau malah sejuta. Jadi nggak perlu ambil uang tabunganmu."

"Oh ya?! Alhamdulillah." Allena hampir berteriak mengatakannya, dengan cepat ditutupnya mulut dengan kedua tangan.

Arzuki mngeluarkan ponsel dari dalam ransel. "Al, kita harus berangkat sekarang. Takut telat sampai cafe Milkomee."

"Ayo, aku siap!" ucap Allena semangat.

***

Allena menatap tak percaya tiga lembar uang berwarna merah yang berjajar di atas tempat tidurnya.
Kurang dua ratus ribu lagi, aku udah bisa ganti uang kas yang hilang. Kurang ajar banget tuh yang bawa lari uang kas, pakai acara taruh dompet Vega di lokerku segala lagi. Awas ya kalau ketahuan siapa pelakunya.

Hanya di depan Arzuki saja, Allena terlihat memaafkan pencuri. Padahal dia sangat murka, dan berjanji akan membalas lebih kejam bila tahu pencuri itu.

Allena memasukkan semua uang ke dalam amplop putih, lalu menaruhnya ke dalam kotak 'harta karun' miliknya.

Kotak harta karun. Memang begitu Allena menyebutnya. Sebuah kotak kue kering yang dialih fungsikan untuk menyimpan benda-benda berharga. Berharga secara emosional tentu saja.

Selain amplop putih berisi uang, ada beberapa benda lain yang mengandung kesan mendalam bagi Allena. Seperti amplop ungu yang berisi mawar penyek pemberian Arzuki. Meski mawarnya sudah mengering, dia masih saja menyimpannya.

Allena menatap langit-langit kamar, membayangkan pakaian yang cocok digunakan Arzuki untuk menyanyi dua hari lagi. Kata Arzuki, dia akan bernyanyi di sebuah rumah makan keluarga, bukan kafe yang pengunjungnya hanya remaja.

Tugas Allena menentukan pakaian apa yang cocok dikenakan Arzuki. Pekerjaan Allena memang hanya di seputar penampilan saja. Tapi bila Arzuki harus meminjam atau menyewa pakaian, jas, jaket, atau apa pun yang disarankan Allena. Allena harus mau mencucinya. Seperti jaket jeans belel hasil pinjaman itu. Tanpa perasaan sungkan, Arzuki menyuruh Allena membawanya untuk dicuci.

"Cuci ya, jaketnya." Allena melongo menanggapi perkataan Arzuki.

"Mencuci baju juga tugasmu sebagai asistenku, lho." Arzuki tersenyum memamerkan lesung pipitnya.

"Hanya baju pinjaman, kalau bajuku sendiri ya nggak perlu lah kamu cuci."

"Oke deh, asal penampilanmu lebih keren dan penghasilanmu bertambah ya." Allena setuju juga akhirnya.

"Ah, matre juga ternyata." Arzuki mengacak-acak rambut Allena.
Mereka berdua tertawa bersama.


***************×******×*************
Hai... Hai...
Aku update lagi nih, semoga masih betah ya mantengin Allena dan Arzuki.

Tadinya pengen Marshall Sastra yang jadi Arzuki, tapi kok ketuaan ya... Wkwkwk... Jadilah Jefri Nichol saja 😅
Ditunggu sarannya lhooo

The Love Trap (Terbit di Penerbit Kastil Mimpi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang