Chapter 3

4.4K 180 4
                                    

Ini pertama bagiku..
Melihat seorang pria yang bisa mengunci seluruh perhatianku dan kenapa pria ini? Ayolah.. Kalian tahu siapa maksudku.

Pria yang akan menikah dengan kakakku yang pada akhirnya dilimpahkan padaku yang entah bagaimana para orang tua mengaturnya sehingga mereka sepakat untuk itu.

Aku selalu bertanya-tanya apa yang membuat pria yang duduk di depanku ini masih ingin melanjutkan pernikahan yang tidak menyenangkan ini -setidaknya bagiku, sementara calon pengantin wanita sebenarnya sedang terbaring diatas ranjang rumah sakit berjuang mati-matian untuk bisa membuka mata kembali.

Apa dia tipe pria yang suka bermain wanita? Tidak. Aku bisa melihat raut dingin dan datar dari wajahnya yang melihatku tadi saat memperkenalkan diri. Raut wajah yang aku tidak bisa mendeskripsikannya dengan jelas tapi aku bisa menyimpulkan satu hal bahwa pria ini sama sekali tidak tertarik padaku..

Ini pertama kalinya aku bertemu dengan calon suami kakakku sendiri setelah sekian lama kak arlette menjalin hubungan dengan pria ini,

William M. Jevly

Nama yang indah seindah orangnya hanya saja sikapnya sangat dingin dan itu bukan tipeku sekali. Aku bingung bagaimana dulu kakakku menghadapi pria ini. Lupakan tentang, mm.. Aku harus memanggilnya apa? William? M? Jevly?

M? Tunggu aku baru sadar kalau pria ini memperkenalkan diri dengan nama yang disingkat seperti itu. Tapi memanggilnya dengan M tidak masalahkan? Yah.. Itu tidak masalah Ar, batinku berteriak dan sudut bibirku mencetak senyuman kecil saat kepalaku berdebat tentang nama panggilan untuk pria ini.

"Ada apa?". Pertanyaan mama menghentikan aksi debat yang terjadi dalam pikiranku.

"Tidak". Aku tersenyum kaku dan menundukkan kepala seolah mencium aroma makanan yang ada di meja saat ini. "Aromanya lezat". Membuat mama tersenyum dan menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah kekanakanku.

Sudah berapa lama ia tidak merasakan perhatian sehalus ini? Semenjak senior high school sampai menamatkan bangku kuliah arline tidak pernah sama sekali pulang kerumah orang tuanya ia menetap di yunani tempat oma dan opanya. Ia kesini karena mendengar kabar bahwa kakak satu-satunya itu akan menikah sebelum kejadian yang tidak menyenangkan itu menimpa kakaknya.

     ***

"Kupikir kau akan menolak dan membatalkan pernikahan ini. Yah, setidaknya menundanya sampai kak arlette sadar". Arline membuka suara saat beberapa menit yang lalu mereka masih diam dan pria disebelahnya ini tidak berniat untuk memulainya dan itu membuat arline kesal.

"Tentang apa?". Pria ini menoleh dengan raut wajah tanpa dosanya seolah tidak mengetahui topik yang sedari tadi membuat lidah arline gatal untuk mengatakannya.

"Kenapa kau masih meneruskan pernikahan ini?". Arline menatap M dengan saksama yang saat ini fokus mata pria itu kearah depan menatap jalanan. Memang mereka saat ini berada dalam satu mobil yang sama setelah para orang tua menyuruh mereka berbincang untuk mengenal lebih dekat. Ayolah.. Apanya yang lebih dekat? Ia cuma peran pengganti sajakan? Setelah kakaknya nanti sadar mereka bisa menikah lagi dan ia akan terlepas dari peran pengganti ini.

"Tidak mungkin dibatalkan sementara 3 hari lagi menjelang pernikahan. Lagipula jika batal semua berantakan dan keluarga kita akan malu". Benar juga, semua terjadi secara mendadak. Tentu saja arline! Kau pikir musibah bisa direncanakan? Tapi tunggu dia tadi bilang apa?

"Apa? 3 hari lagi?". Arline melontarkan rasa terkejutnya. Tunggu, kenapa orang tuanya tidak bilang padanya? Setaunya ia kembali kesini 1 bulan menjelang pernikahan kakaknya lalu seminggu kemudian kakaknya kecelakan dan seharusnya tersisa 3 minggu lagikan? Hah, apa-apaan ini!

Damn!! Its So Hurt..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang