VIII. Greget

1.6K 198 24
                                    

Clarisa Mirandania

"Markonah...cepet temuin saya di rumah! Ini gawat bin darurat Oy!!!" Willis telepon gue tiba-tiba "Apa? Apa yang gawat?" Panik campur kaget gue Minggu sore tiba-tiba ditelepon Willis. "Cepet sini saya sudah sekarat!" Sekarat? Ini sebenernya ada apa sih Willis gue bingung harus ngapain. "Pokoknya saya dalam bahaya sekarang!"

Gara-gara gue sendiri panik Chandra sampe gue tinggal makan sendirian di warung seafood, kasian juga sih tapi ya hidup gue juga lagi terancam sama si Kiwil kampreet. "Taksi...taksi!!!" kebetulan ada taksi kosong yang datang, gue panggil aja tu taksi.

20 menit kemudian gue nyampe di depan rumah Willis sesuai alamat yang ada di kartu namanya. "Makasih bang!" Gue turun dari taksi terus bayar si abangnya. Gue lari sampe depan pager rumah disana gue dicegat satpam, "Eeeh...maaf neng ada perlu apa kesini?" tanya satpamnya, "Ini rumahnya Willis Theodore Handoko kan?"

"Iya bener den Willis tinggal disini neng, ada perlu apa ya?"

"Saya Clarisa temen maksudnya karyawan De Magazine tempat Willis kerja pak, Willis tadi telepon saya katanya dia lagi dalam masalah dan saya harus bantuin dia."

"Boleh liat KTP sama ID card kantornya mbak?" Ealah emang gue muka-muka kriminal gitu ini, "Kalau mbak gak bisa nunjukin identitasnya maaf-maaf ya mbak saya gak bisa biarin masuk ke dalem juga."

Untungnya gue bawa tuh ID card di tas, agak heran juga sih kenapa gue kepikiran buat bawa ID Card yang biasanya gue simpen di rumah kalau hari libur kecuali kalo lagi tugas. Gue serahin ID card dan KTPnya ke satpam, akhirnya gue bisa masuk ke dalem rumah Willis setelah satpam percaya kalau gue emang kerja di De Magazine. "Maaf neng saya tadi gak maksud curiga sama neng tapi ini kan buat keselamatan den Willis juga."

"Iya pak gak apa-apa banget kok." ucap gue sebelum pamit sama bapak satpamnya.

~~~

"Willis...Willis..." gue panggil dia dari luar kamarnya, emang kata pembokat di rumahnya Willis sembunyi di kamarnya. "Markonah?" Willis keknya emang butuh gue banget kedengeran dari suaranya yang lega pas gue ada disana. Willis kemudian keluar dari kamarnya, "Markonah saya bener-bener dalam bahaya besar." Ucapnya panik, "Sebenernya anda itu kenapa?"

"Sini ikut saya!" Willis narik tangan gue sambil nyeret gue ke ruang kerja yang berdampingan sama kamar tidurnya. "Saya bener-bener gak bisa kerja gara-gara kendala besar." 

"Emang masalahnya apa Wil?"

"Anu saya takut..."

"Takut apa?"

"Itu..." Willis nunjuk kecoa yang lagi rayap-rayapan di lantai. "Kecoa itu?" tanya gue. Willis ngangguk mengiyakan, "Oh jadi gitu, terus kenapa harus panggil saya?"

"Huwaaa..." Willis teriak gara-gara kecoanya lari sampe ke deket jempol kakinya, sampe-sampe ini bocah naik ke atas mejanya biar terhindar dari kecoa, "Awasin!!! AWASIN ITU KECOANYA BUNUH!!!"

"MARKONAH TOLONGIN SAYA!!!"

"HAAAAA!!!" Antara kocak dan puas gue liat ekspresi ketakutannya, "Willis kalem aja ya..." Untuk kedua kalinya gue ngelindungin Willis dari kecoa. "SLASHHH...SMASHHH..." kecoa mati di lantai akhirnya. "Markonah thank you banget sumpah akhirnya saya selamat..." 

"Terus Willis nyuruh saya kesini tadi buat apa?"

"Bunuh kecoa yang ganggu saya."

"Itu doang?"

"Iya." Lemes gue capek-capek kesini cuma buat bunuh kecoa doang, "Lah kan ada pembantu sama satpam di rumah kok malah nyuruh saya?"

"Karena kalo sama kamu kecoanya gak bakal balik lagi." Sama aja kali, apa bedanya ngusir kecoa sama gue dan sama orang lain? Sama-sama kecoanya musnah kok.

The Another Boss Baby Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang