XVII. Jujur

1K 164 7
                                    

Kalo gue harus ceritain dari awal, gue sama Willis udah ya main sekaligus belajar gitu di tempat mang Udin. Semua tentang sikap Willis gue salah nilai ternyata. Gue salah besar tentang dia, gue kira dia cuma anak orang kaya yang  manja sama emak bapaknya eh ternyata dia itu menderita karena keluarganya yang sibuk. Mamanya udah meninggal pas dia masih kecil dan papanya itu sibuk banget kerja, jadinya gak ada family time buar dia.

Dan satu hal yang bikin gue kagum, ternyata Willis itu care sama siapapun ya mungkin kecuali gue. Gue belom tau alasan dia gitu sama gue itu kenapa sih? Gue seneng banget pas liat Willis nolongin anak-anak, bantuin Mang Udin di sawah, atau bantuin istrinya mang Udin di dapur. Entah kenapa ada aura yang berbeda dari Willis, walaupun dia masih nindas gue tapi sekarang dia jadi lebih hangat sikapnya.

Hampir lupa, hari ini hari terakhir gue disini ya besok pagi gue harus balik ke Jakarta soalnya. Gue keluar dari rumah mang Udin, kemudian gue liat Willis lari bareng anak-anak dengan senyum ceria terpancar di wajahnya, kepala Willis nengok ke arah gue terus dia senyum sambil ngajak, "Markonah ayo ikut!!!" katanya semangat.

"Iya silakan aja Wil."

"Eeh...gak bisa...anak-anak!" 

"Eh...eh apaan sih..." gue diserbu anak-anak terus ditarik mereka, "Hayu teh ngiring!"

Iyalah gue ngalah aja sama anak-anak, gue ikutin aja ini bocah-bocah sama Willis ke...what kubangan lumpur?

"Karena kita udah nyampe lokasi jadi kita bagi dua tim ya, sekarang kita pasang-pasangan terus maen suit ya nanti yang menang gabung sama yang menang terus yang kalah gabung sama yang kalah ok!" jelas Willis.

"Markonah kamu sama saya suitnya!" Willis nyeret gue, "Ok...jempol...jempol bebas!"

"Yeay menang!" seru Willis.

"Belom...baru sekali!"

"Jempol-jempol bebas!"

"Tuh kan..." gue sama Willis sekarang imbang, "Jempol...jempol bebas!"

"Horeee kamu kalah Markonah!" gue tersenyum ketus disana, "Sekarang semuanya gabung ke tim masing-masing ayo!"

"Tunggu...sebenernya kita mau ngapain sih hah?" tanya gue  daritadi gak ngerti, "Oh iya kamu belum paham ya..."

"Jadi, sebenernya hari ini kita mau perang lumpur. Sesuai dari tim yang udah dibagi-bagi tadi nanti satu orang satu orang maju per tim terus ya berusaha jatuhin musuh gitu sih. Rivalnya sesuai sama tadi pas suit."

Oh gue paham, jadi kita harus banyak-banyak poin gitu? Tapi ya kenapa juga lawan gue harus Willis sih? Permainan terus bergulir sampe nyisain penantang terakhir. Artinya gue sama Willis harus maju buat kelarin ini permainan. Gue singkap lengan kaos gue pertanda gue siap lawan Willis sekarang.

"Ayo maju!" Tantang gue, "Siapa takut!" Willis tersenyum licik, "1...2...3...maju!!!"

"Errrgh..." Baik Willis atau gue saling nahan badan masing-masing karena kita sama-sama gak mau kalah gitu aja. "Kyaaa..." Gue masih bertahan biar gak jatoh ke lumpur, "Errrgh...." terus aja saling tahan dan akhirnya karena gak kuat lemes, dua-duanya jatuh ke lumpur.

"Hahahaha..." Willis dan gue sama-sama ketawa karena kita jatoh dan gak ada yang menang, "Dasar gak bener kamu!" Willis lempar lumpur ke muka gue, "Eh awas ya!" Gue balas lempar lumpur ke Willis yang lagi ketawa puas.

"Hahahaha..." gue merasa puas banget bisa liat muka pucet Willis ketutup lumpur, "Aduh nempel!"terus Willis nyengir dan... "Hahaha...." gue ketawa puas banget liat gigi Willis item gara-gara kemasukkan lumpur.

"Hahaha..."

"Sini kamu!" Gue lari sejauh mungkin sebelum Willis ngejar, "Eh Markonah!!!" 

~~~

Malam pun tiba, gue masukin semua perlengkapan gue ke koper sebelum malam semakin larut. Gak sengaja gue nengok ke kasur dimana ada polaroid yang isinya foto gue sama Willis pas main ke kebun teh.

Gue jadi gak mau pisah sama Wil eh maksudnya sama tempat ini. Secara desa ini udah membuat momen manis yang mungkin gue gak bisa lupain. Kayaknya gue pengen nikmatin cahaya bulan deh.

Gue keluar dari rumah, terus ya duduk sendirian di batu besar yang dibawahnya dialiri air sungai. Gue natap indahnya sinar bulan malam hari ini, entah kenapa gue kepikiran sama Willis. Aduh kenapa sih sama pikiran gue, lagian apaan sih dia kan jahat.

"Arrgh...Willis kenapa sih lo tuh jahat sama gue Wil? Kenapa kerjaan lo itu cuma ngejailin gue terus? Apa sih salah gue sama lo? Sebenernya lo gue nganggap apa sama gue? Kenapa lo gini banget?" nanggung kesel gue ungkapin semua pertanyaan yang selalu gue pengen tanyain sama lo Wil.

"Karena saya sayang sama kamu." gue denger suara dari belakang, kemudian gue nengok ke belakang. "Saya cinta kamu Markona ." gue terdiam gak bisa berkutik apapun, Willis mendekat terus duduk di samping gue.

"Apa kamu bilang?"

"Maaf, kalo ini gak nyaman buat kamu. Tapi kalo boleh jujur sejak kejadian kamu nabrak mobil saya, saya jatuh cinta sama kamu. Tapi, karena gak bisa nunjukin perasaan yang sesungguhnya saya berubah menjadi bayi di depan kamu. Alasannya saya gak mau kehilangan kamu, saya gak mau kamu hilang dari penglihatan, mungkin itu keterlaluan tapi itu cara biar saya bisa liat kamu setiap harinya. Saya gak paham dengan masalah cinta, karena belum pernah jatuh cinta juga sih."

"Jadi maksudnya, cinta pertama kamu itu..."

"Kamu...Markonah, iya kamu cinta pertamanya."

Suasana menjadi hening saat itu, gue gak bisa bilang apa-apa soalnya. "Terus kenapa kamu manggil saya Markonah?"

"Itu...panggilan sayang sih."

"Hah?"

"Ya habisnya, kalo saya manggil kamu beb,yang, apalagi bunda turun dong harga diri saya." Ya elah gue kira apa.

"Saya kehilangan kasih sayang orangtua saya sendiri, tapi kemudian kamu hadir rasanya semua kehancuran itu berubah menjadi taman bunga bermekaran. Saya cuma mau jujur untuk saat ini, karena ini udah malem dan besok kita harus balik ke Jakarta mending kita balik ke rumah Pak Udin." Willis menghilang dari tempat, katanya mau balik ke rumah.

Yah ditinggal sendirian deh. 


To Be Countinued...

Maaf baru update dan malah jadi kaku gini heheh...

Kalo suka tinggal VOMMENTS

The Another Boss Baby Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang