Chapter - 4. Alex Lincoln

2.2K 123 7
                                    

Hiyahiyahiyaaaa, tadi kenak prank, ya wkwkwkwkw 🤣🤣🤣 Pas baca chapter ini, malah ketekan publish deh 😆😆 Jadi di-unpublish dulu donkkk makanya gak bisa dibuka:v Seru juga ngerjain orang wkwkwkwk 🤣🤣🤣

HAPPY READING 📖

------------------------------------------

Kerangka ide, ialah yang menciptakan. Masukan-masukan, sosok iblis itu yang turun tangan. Ya, Nicky Crane Shean. Kakak yang paling ia benci. Sampai sekarang, kedekatan mereka pun belum membaik. Hanya menyangkut pekerjaan saja mereka berkomunikasi. Selebihnya, ia tutup mulut karena semakin ia angkat suara, ia semakin membenci Nicky begitupun Ally.

Perihal Alex yang berwajah mirip dengan Colin, akan ia rahasiakan dari mereka. Ia akan mencari tahu semua tentang Alex. Saat kebenaran itu terungkap, sampai kapan pun ia akan menyembunyikan ini dari para iblis itu sebisanya. Walau mereka memang sudah menjadi kakak yang baik, tetap saja rasa benci itu tak pernah musnah sampai Colin mengatakan bahwa ia tidak boleh membenci ketiganya, ia akan melunturkan kebencian itu.

Jika itu terjadi.

***

"Alex, kau tidak merasa ada yang aneh tadi?" sambar James saat memasuki ruangan Alex.

"Ada apa?" tanya Alex tanpa melihat si pembicara. Jemarinya sibuk mengetik untuk mencari inovasi keren yang akan ia bangun untuk projek besarnya.

"Kenapa mereka memanggilmu Colin? Sempat kulihat Roky Shean menatapmu lamat. Sepertinya dia gay." Alex mendongak sembari menaikkan kedua alis. Bahkan matanya melotot hingga James terpingkal-pingkal. "Shit, lucu sekali kau!"

"Dia benar-benar gay?"

"Hahaha! Sepertinya. Dia sangat tertutup dari media dan tidak ada yang tahu dia sudah punya pacar atau belum. Kalau belum, dia sepertinya menyukaimu."

Alex bergidik ngeri. Kenapa ia menjadi ragu? Bagaimana kalau Roky Shean memang menyukainya? Astaga, ia tak akan bisa mewujudkan keinginan terbesarnya!

"Jangan main-main, James! Kau kurang ajar sekali! Dia masih normal dan berhenti menggangguku! He's not gay, Okay! Stop laughing!"

James sampai terduduk di sofa sembari memegang perutnya saking tak bisa menahan tawa. "Sumpah, tak terbayangkan bagaimana kau dan dia menikah, hahaha! Kira-kira kau yang jadi laki-laki atau perempuannya?"

"Son of bitch! Shut up your fucking mouth! Itu tidak akan terjadi, Asshole! Sebelum aku menendangmu, lebih baik kau pergi kalau berniat menggangguku! Kuadukan kelakuanmu pada Sarah nanti!"

"Dasar pengadu!" James menghapus air yang terselip di ekor matanya lalu duduk santai sembari menarik napas karena kelebihan tertawa. "By the way, Jack dan Emily menyuruhku untuk mengundangmu ke acara ulang tahun pernikahan mereka yang keenam tahun. Dia ingin kau datang bersama Sarah. Kau pasti tahulah bagaimana antusiasnya mereka melihat pacarmu!" ucap James sambil menggoda Alex yang tetap menekan tombol keyboard. Ia berdiri lalu menghampiri Alex yang masih diam.

"Ck, kalau aku beritahu Sarah kau disukai oleh Roky Shean, bagaimana tanggapannya? Kurasa dia akan memutuskanmu nanti. Hahaha! Yang tak kupikirkan bagaimana kau menjadi perempuannya. Oh, God. I can't stop laughing!" Ia tertawa lalu menepuk bahu Alex.

Alex pula mendengkus sembari memutar bola mata dan mengambil ponselnya lalu mendial nomor Sarah. Dering pertama akhirnya dijawab. Tanpa ba-bi-bu, ia mengutarakan kekesalannya.

"Sarah, bilang pada kakakmu jangan menggangguku bekerja! Dia mengejekku seorang gay! Karena itu aku tak bisa bekerja dengan benar! Tolong berikan amukanmu! Dia benar-benar mengganggu!" Di seberang sana, Sarah malah tertawa. Mendengar tawa Sarah, James pun tertawa keras hingga telinganya panas. Tak di telepon, tak di sampingnya, mereka menertawakannya bak ia orang tolol.

"Shit!" Ia langsung mematikan sambungan lalu menoleh tajam ke arah James. "Keluar sebelum aku benar-benar menendangmu, idiot!"

"Aku membayangkan bagaimana Sarah mengejekmu saat pulang nantinya, HAHAHA!"

Alex mendelik lalu mengabaikan James yang berjalan ke pintu. "Jangan lupa datang ke acara Jack dan Emily."

"Aku sudah tahu!" ketusnya.

"Dari mana?"

"Sebelum kau masuk, Sarah sudah mengirimkan pesan kalau mereka mengundang kami ke sana. Dasar terlambat!"

James melongo, kemudian mengangguk-angguk. "Baiklah kalau begitu, sampai jumpa di sana!" Ia melambaikan tangan lalu membuka pintu dan keluar.

"Sama sekali tidak lucu!" kesalnya namun tiba-tiba ia terkekeh karena ledekan James terngiang-ngiang. Ia tak yakin bahwa Roky Shean memiliki kelainan. Ia yakin Roky hanya terkejut melihatnya yang mirip dengan ... Colin? Ah, ia masa bodoh. Tidak ada yang aneh dengannya dan mereka hanya kalut bertemu sosok tampan dan maju ini. Bolehkah ia sedikit percaya diri bahwa Roky Shean menyanjungnya?

Harus ia akui, hanya segelintir orang yang dapat merasakan kehangatannya. Hanya beberapa orang yang ia percayai dan ia berikan cinta. Selebihnya, tidak. Tidak ada yang baik di dunia ini. Orang-orang terdekat pun tidak baik. Sarah dan James adalah keluarga sesungguhnya. Pengganti keluarga yang menelantarkannya bak sampah. Mengingat kelakukan mereka, ia menggeram. Tak akan ia maafkan mereka yang membuangnya. Ia anggap mereka telah mati dan tak hadir di hidupnya.

Keluarga dan orang tua. Mereka benar-benar tak ada di kamus hidupnya. Bagaimana wujud mereka, ia harap ia tak mengenal mereka suatu saat jika mengakui ia sebagai anak dan bagian dari darah mereka. Orang tua macam apa yang menelantarkan anaknya saat lahir ke dunia? Sungguh, ia membenci mereka dan rasa bencinya tidak akan pernah musnah. Ia bersyukur tidak pernah dipertemukan daripada harus merasakan sakit yang luar biasa karena menatap mata sendu penuh kepalsuan.

Salah satu pengalihan dari amarah adalah Sarah, adik James satu-satunya. Ia sangat mencintai wanita yang memberikan kebahagiaan melimpah dan tanpa syarat. Ia sangat membenci semua orang bila ada yang menyakiti cintanya. Tak peduli siapa pun mereka.

Dia Alex Lincoln. Sosok yang telah merasakan keras, pahit, gelapnya dunia. Tidak ada yang tahu betapa kelam hidupnya termasuk Sarah. Cukup hanya ia dan hatinya yang tahu betapa tersiksa ia menjalani hidupnya ... dulu. Siapa pun yang merasakan, akan memilih mati daripada bertahan.

Satu hal yang selalu ia tanamkan di jiwa. Jangan pernah merebut apa yang telah ia miliki, termasuk waktu yang akan merebut kebahagiaan. Ia akan menentang keras dengan caranya sendiri agar semua itu kembali. Tidak akan ada yang bisa dipisahkan darinya jika ia sudah menandai miliknya.

Banyak kebencian yang ia tabur. Ia benci kemunafikan yang tiada henti melingkupi hidup. Benci dengan omong kosong yang tiada henti terdengar di telinga. Benci bersikap naif. Jika ia bisa, ia ingin melenyapkan manusia-manusia tidak berguna dan hanya hidup berdua bersama kekasihnya hingga tua karena ia tahu ia dan Sarah ditakdirkan bersama. Jika ada yang berani memisahkan, siap-siap menghadapi bencana yang akan ia lakukan.

Don't play with his life!

Nyawa menjadi taruhannya. Because he was Alexander Lincoln. Keras, tak tersentuh, dan iblis di balik tawa.

Alex membuka kotak bekal yang ia letakkan di meja. Makanan kesukaannya telah Sarah sediakan. Senyum yang selalu terbit hanya untuk Sarah, berharap Sarah tahu ia tersenyum dari jauh. Apa yang ada di raga dan jiwa, hanya milik wanita itu karena sudah ia ikrarkan, hidupnya untuk Sarah Wesley.

.

.

.

TO BE CONTINUE

Timeless (Sequel Hopeless) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang