Chapter - 13. Can I Be Her?

1.4K 87 12
                                    

HAPPY READING 📖

---------------------------------------

Ally dan Nicky yang mendengar berita kecelakaan itu, bergegas ke ruangan Roky dengan perasaan takut, gelisah, cemas, semuanya tercampur aduk. Air mata tak henti-hentinya bercucuran disertai keringat. Bagaimana tidak, hanya Roky satu-satunya keluarga yang mereka punya. Tanpa Roky, mereka yakini kehidupan ini akan luntang-lantung, tak jelas, dan meninggalkan kesan yang tidak baik kepada masyarakat. Apalagi Roky adalah adik yang paling mereka sayangi setelah insiden memilukan yang sudah terjadi beberapa tahun lalu.

"Roky!!!" Nicky berteriak dan menangis histeris di depan pintu UGD, melihat Roky terbaring di ranjang dan para dokter tengah menangani Roky, mencubit-cubit hati rapuhnya.

Ally hanya terdiam mematung dengan air mata yang terus mengalir. Ia tak menyangka kejadian mengerikan itu akan terulang lagi. Dulu yang ia takutkan ketika melihat Colin dengan keadaan menggenaskan terbaring di ranjang yang mampu melenyapkan nyawa. Sekarang, kejadian itu kembali terulang. Dan itu melibatkan orang yang paling ia sayangi.

Apa orang-orang lebih memilih berbaring di ranjang mengerikan itu daripada memilih ranjang rumahnya? Kenapa orang-orang di dekatnya lebih memilih pergi daripada bersamanya?

Ia terduduk di lantai rumah sakit dengan perasaan hancur. Apa akan ada lagi korban jika bersamanya? Jika ada haruskah dirinya dilenyapkan?

Ingatannya terulang pada saat ia menunggu Colin untuk sadar dari tidurnya. Tapi tetap saja cintanya tak ingin bangun.

Apa Roky akan bangun demi dirinya?

Ia rasa tidak.

Roky sangatlah membencinya. Berbeda dengan Colin yang mencintainya. Bahkan Colin yang notaben mencintainya pun pergi. Apalagi sosok yang membencinya hingga mendarah daging?

Ia berteriak ketakutan dan menarik rambutnya sendiri. Ketakutan itu merajalela, menghantui pikiran. Otaknya mengatakan dan menuduh bahwa semua ini salahnya. Ia bisa gila jika alam bawah sadarnya terus meneriakinya sebagai penyebab masalah. Ia menyembunyikan wajah di balik telapak tangan. Ia akan gila dalam waktu dekat. Ia jamin ia akan gila!

Dokter keluar dengan gelisah, tahu harus berhadapan dengan kedua perempuan yang dilanda panik. Nicky dengan cepat menanyakan keadaan Roky. Berbeda dengan Ally yang sangat takut saat diharuskan mendengar kabar buruk. 

"Mungkin saat dia sadar, tangan kiri dan kaki kirinya akan sulit untuk digerakkan dan butuh waktu lama untuk pemulihan. Benturan di kepala, dia tidak mengalami amnesia." Dokter itu menghela napas berat. "Melainkan daya ingatnya akan berkurang. Dan salah satu kelemahannya nanti dia akan cepat lupa."

Seketika telinga mereka mendadak tuli untuk mendengar grasak-grusuk di sekitar. Suara yang menggema hanya dari mulut dokter, bagaikan bagaikan momok di siang hari.

"Apa ada cara lain untuk menyembuhkan Roky?" tanya Nicky.

"Kalau untuk tangan dan kakinya dilakukan terapi sebulan dua kali, itu akan memulihkannya dan bisa kembali normal. Tapi untuk bagian ingatannya nanti, mungkin beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun untuk memulihkannya. Karena efek benturan kepalanya di kaca depan itu menghantam bagian kepala dengan kuat dan mengenai hippocampus, bagian dari otak besar. Karena itulah daya ingatnya berkurang." Penjelasan dokter cukup membuat mereka kembali tak berkutik.

Cacat?

Apa Roky akan mengalami cacat? Cacat seperti Colin?

"Ini benar-benar kejadian yang begitu langka. Kami mengira dia akan mengalami amnesia. Tapi ternyata tidak. Hanya memori untuk mengingatnya saja yang berkurang. Maaf jika lancang. Jika sudah menua, dia akan lebih mudah terkena alzheimer. Saya masih belum bisa memprediksi pada usia berapa dan prediksi saya belum sepenuhnya benar."

Timeless (Sequel Hopeless) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang