▫1▫

70.9K 5.8K 1.2K
                                    

Taeyong melangkah cepat menuruni tangga berkelok. Sepatunya berderap di lantai marmer begitu menuju jendela, menikmati sinar terang matahari sore dari luar yang masuk lewat celah-celah kecil di ruangan gelap.

Rumah ini diwarisinya secara turun temurun dari keluarga yang bahkan belum pernah dia temui. Lantainya terdiri dari tiga tingkat. Tampak seperti rumah yang hanya ada di cerita-cerita fiksi dan dongeng. Berdiri megah dalam ketenangan sudut terpencil kota.

Bagian luar rumah dihiasi kebun bunga dan tanaman menjalar, yang sebagian besar belum pernah Taeyong lihat.

Pelayannya yang mengurus hampir semua hal mengenai pekerjaan di rumah ini, termasuk kebunnya. Taeyong tidak pernah terlibat.

Lantai pertama rumah ini merupakan sebuah ruangan terbuka luas, dengan dua tangga berkelok menuju lantai dua. Juga ada dapur, berukuran sangat besar dan modern dibandingkan rumah bermodel abad pertengahan lain. Dilengkapi  dengan ruang makan dan ruang tamu.

Ruang tamu adalah ruangan terbesar di rumah itu. Di sana ada grand piano yang disimpan menghadap jendela besar yang tidak pernah dibuka, berdekatan dengan perapian –yang hanya menjadi pajangan dan tidak pernah digunakan.

Setelah melalui tangga berkelok, kalian akan sampai ke lantai dua. Di sana ada beberapa kamar tidur dan kamar mandi, juga tangga berkelok lain yang menuju bagian atas rumah –loteng.

Taeyong duduk di kursi di depan piano dan mulai memainkannya.

Musik mengalun memenuhi rumah itu saat Doyoung berjalan menuruni tangga, memerhatikan sementara waktu, sebelum menyela dengan deheman keras.

Taeyong berhenti bermain.

"Ini sudah hampir waktu makan malam, tuan," kata Doyoung mengingatkan.

Taeyong terdiam beberapa saat.

"Aku tahu, Doyoung. Sebentar lagi. Aku masih mau bermain. Siapkan saja dulu makanannya," perintah Taeyong.

Doyoung melihat punggung ramping tuannya itu membungkuk ke arah piano saat dia mengusap debu tak kasat mata dari sana dengan tangan.

"Baik, tuan."

Doyoung berbalik dan meninggalkan ruangan. Meninggalkan Taeyong dalam kegelapan.

Pada dasarnya rumah itu sudah lama dibiarkan gelap, karena pemiliknya lebih memilih tinggal dalam keadaan seperti itu.

Lampu-lampu dimatikan, tanpa ada niatan dinyalakan. Membuat hanya siluet-siluet hitam saja yang terlihat.

Tak lama, Taeyong mendengar suara-suara di keheningan.

"Kau yakin ada monster berwajah buruk rupa tinggal disana?"

"Aku yakin sekali!"

"Hussh, jangan keras-keras! Nanti kita bisa ketahuan!"

Tidak salah lagi, itu suara anak-anak. Mereka saling berbisik –tapi cukup keras- di dekat salah satu jendela yang ada di ruang tamu.

Taeyong menghela napas dan berjalan menuju jendela besar itu. Dia membukanya dengan cepat, dan anak-anak tadi langsung tersentak, berbalik menghadapnya dengan mata terbelalak karena ketakutan.

Mereka diam, tidak bisa bergerak atau berbicara.

"PERGI DARI SINI!" geram Taeyong.

Anak-anak itu menjerit dan lari dengan wajah pucat dan ketakutan.






"Sarapannya sudah siap, tuan."

Suara ceria Doyoung membangunkannya bersama cerahnya matahari pagi yang menerobos tirai jendela. Taeyong membuka satu mata, memalingkan muka dan menggeram.

Beauty and The Beast [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang