▫15▫

18.2K 3.1K 333
                                    

"Tuan?"

Doyoung mendengar suara pecahan kaca dari luar ruangan dan langsung mendongak.

"Taeyong ada apa?" Panggilnya lagi.

Dia menunggu teriakan Taeyong untuk menjawabnya seperti biasa tapi tidak mendengar apapun. Mark terus memakan makan siangnya dengan lahap, tidak terganggu dengan kekhawatiran orang yang sedang bersamanya.

"Tunggu di sini, Mark," gumam Doyoung sebelum berjalan ke luar dapur. Tepatnya ke ruangan depan.

"Tuan?"

Taeyong berdiri, mulutnya terbuka lebar, benar-benar kaku terdiam seperti patung. Dia berdiri tepat di depan pintu yang terbuka setengah sehingga Doyoung tidak bisa melihat siapa orang yang datang.

Doyoung melihat pecahan vas bunga di lantai dan mendekat ke pintu.

"Taeyong, apa-"

Dia berhenti saat melihat pria tampan, tinggi di sana. Sosok yang cukup dia kenali -sedang menyeringai.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Bisiknya tak percaya.

Doyoung merasa jantungnya melonjak gila karena insting protektifnya pada tuan sekaligus sahabatnya saat melihat lagi wajah itu.

"Aku hanya mampir."

Johnny tersenyum, menunjukkan deretan giginya yang berwarna putih.

"Kau tidak diterima di sini," geram Doyoung. "Tidak akan pernah lagi."

"Kau bukan pemilik rumah ini, Kim. Jangan berlagak. Taeyongie saja tidak keberatan."

Johnny tersenyum pada Taeyong -yang masih membeku dengan mulut sedikit terbuka.

"Tutup mulutmu itu, babe," kata Johnny masih tersenyum -tapi dengan nada memerintah.

Taeyong langsung melakukan apa yang diperintahkan.

"Kau tidak berhak memerintah tuanku seperti itu. Pergilah dari sini," kata Doyoung dingin. Tatapan matanya sangat tajam penuh ancaman. Menyerupai induk beruang yang merasa terancam karena anaknya terganggu.

"Hm? tidak mau."

Johnny tertawa dan mendorong Doyoung sedikit -masuk ke dalam. Melewati pecahan vas yang berserakan di lantai sambil bersiul.

Doyoung mundur, membawa serta Taeyong di balik punggungnya dengan protektif.

"Tuan, pergilah ke kamarmu dan bawa Mark," bisik Doyoung dengan suara tegas tanpa berbalik. Masih menatap tajam tamu tak diundang mereka.

Taeyong akhirnya sadar dari trans. Pergi dari sana. Baru beberapa langkah dia menatap Doyoung dengan teror memenuhi matanya -meremat bagian belakang baju Doyoung erat. Napasnya terengah-engah, tangan dan tubuhnya gemetar hebat.

"Do-doyoung..."

"Naik ke lantai atas, Taeyong," ulang Doyoung.

Taeyong menggelengkan kepalanya dan Doyoung memelototinya.

"Kau tidak akan bisa menangani ini. Serahkan ini padaku," bisik Doyoung menyakinkan. "Semuanya akan baik-baik saja. Aku janji."

Taeyong tampak kehabisan napas dan hanya mengangguk. Dia cepat-cepat masuk ke dapur dan menyeret Mark. Dia menuju ke arah tangga dan membeku lagi, begitu bertemu tatap dengan mata Johnny.

Taeyong menatap sepasang mata itu sesaat sebelum memutuskan kontak dan berlari ke lantai atas bersama Mark yang kebingungan.

"Kau masih berani menunjukkan wajahmu itu setelah apa yang kau lakukan padanya?!" bentak Doyoung begitu Taeyong dan Mark sudah menghilang dan di luar jangkauan pendengaran.

Beauty and The Beast [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang