▫2▫

32.1K 4.5K 489
                                    

Doyoung kembali beberapa saat kemudian dengan belanjaan yang ia simpan didapur. Dia mulai bekerja membersihkan rumah dan mencuci pakaian. Setelah selesai dengan tugasnya, ia pergi menemui Taeyong.

"Taeyong, ingin dibuatkan apa untuk menu makan malam nanti?"

Taeyong duduk di ruang tamu, di depan piano, di dalam kegelapan itu lagi.

"Apa saja," kata Taeyong pahit.

Doyoung menghela napas dan berjalan ke jendela untuk membuka tirai.

"Hei!" Taeyong menggeram.

"Jangan hanya duduk di sini dan memasang wajah murungmu itu! Pergilah ke luar, lakukan sesuatu. Kau selalu melakukan hal yang sama setiap harinya! Ck." kata Doyoung.

"Apa aku terlihat seperti orang yang bisa melakukan sesuatu di depan umum?!" Tanya Taeyong.

Doyoung menatap wajah tuannya. Yang penuh bekas luka.

"Ya, tentu saja. Kenapa tidak? Jangan biarkan perkataan orang-orang itu menahanmu," kata Doyoung.

"Berisik! Aku tidak butuh nasihatmu!" gerutu Taeyong. Dia menyentuh bekas-bekas luka di sepanjang wajahnya. Kemudian mengepalkan tangan dengan marah, memunggungi Doyoung.

Doyoung menghela napas.

"Aku tidak memintamu mendatangi kerumunan orang di kota. Tapi setidaknya pergilah ke luar. Jangan terus mengurung diri di ruangan gelap ini. Halaman rumahmu sangat luas. Kau bisa jalan-jalan di sana sambil menghirup udara se-"

"Cukup. Kuperingatkan sekali lagi, Doyoung. Urusi saja urusanmu sendiri dan kembali bekerja," gumam Taeyong dingin.

Doyoung menatapnya sesaat sebelum meninggalkan ruangan sedikit jengkel. Selalu seperti ini.

Dia berhenti di pintu dan tanpa berbalik berkata.

"Hanya karena wajahmu sedikit rusak, bukan berarti kau harus merusak kesenangan dalam hidupmu juga."

Taeyong menatap tuts-tuts piano di depannya tanpa suara. Dia berdiri dan naik menuju kamarnya. Langsung ke tempat tidur dan tidur, tidak peduli harus melewatkan makan malamnya malam itu.







"Ayolah, sayang, aku kehabisan uang," pinta Johnny.

"Sudah kukatakan, aku bukannya tidak mau memberimu uang, Johnny."

Taeyong kembali sibuk pada kegiatannya.

"Kenapa? Uangmu kan banyak! Kalau kau tidak mau memberikannya padaku, anggap saja aku meminjamnya darimu."

Taeyong menghela napas.

Johnny berdiri, mengetukkan sepatunya dengan bosan di lantai ruangan itu, berdecak.

"Aku tidak percaya yang kau lakukan seharian hanya duduk di sini dan membuat musik. Aku juga ingin menghabiskan waktu denganmu. Aku kekasihmu, ingat?"

"Baiklah." Taeyong meletakkan pulpen dan kertasnya, menutup piano. "Apa yang ingin kau lakukan sekarang?"

Johnny menyeringai. "Clubbing?"

Taeyong meringis.

"Baiklah."

Dia berdiri untuk kembali ke kamar, berganti pakaian dengan sesuatu yang lebih sesuai dengan tempat tujuan mereka.

"Kenapa kau selalu bersikap seperti itu?!" Johnny menggeram marah saat melihatnya berjalan pergi.

"Seperti apa?"

"Kau menyepelekanku, iyakan?!"

"Aku tidak bermaksud begitu."

Beauty and The Beast [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang