Mark masuk ke ruangan saat Jaehyun sedang menyesap kopinya.
"Dad, hari ini kita jalan-jalan ya!"
Sejak mereka pindah ke rumah baru, Jaehyun mulai terlalu sibuk bekerja demi mencari uang untuk kehidupan mereka. Dia jadi merasa bersalah karena tak menghabiskan cukup banyak waktu bersama anaknya, Mark, seperti dulu. Hari ini hari minggu, Jaehyun libur bekerja. Saat yang tepat untuk menebus semuanya.
Jaehyun mengangguk mengiyakan sambil tersenyum, mengacak sayang rambut Mark.
"Baiklah, Markie. Kita akan bersenang-senang bersama seharian ini."
Setelah sarapan dan bersiap-siap, mereka langsung menuju ke taman. Jaehyun berniat mengajaknya jalan-jalan, main basket, kemudian makan ice cream bersama.
Diperjalanan mereka melihat sebuah mobil berhenti di tempat parkir supermarket dan sesosok pria tinggi berambut hitam keluar dari sana.
"Uncle itu bekerja untuk monster, Dad," kata Mark.
"Hah?" Tanya Jaehyun.
"Itu, Dad! Uncle yang turun dari mobil, dia bekerja pada monster buruk rupa yang pernah aku ceritakan!" ulang Mark menggebu-gebu.
Dari tempat mereka, Jaehyun bisa melihat uncle yang dimaksud anaknya memang berpakaian rapi dengan rompi dan jas hitam khas seragam pelayan di film-film. Dia pasti sangat kaya sampai punya pelayan sendiri, pikirnya dalam hati.
"Jadi monster ini benar-benar ada?" Tanya Jaehyun pada anaknya.
"Aku kan sudah bilang padamu, Dad!" kata Mark, tersinggung. Kemudian berbisik. "Asal Dad tahu, pemilik rumah besar itu tidak pernah terlihat keluar dari rumahnya. Aku dan teman-temanku kesana untuk mencari tahu. Dan ternyata wajahnya sangat mengerikan, seperti monster-"
"Jung Minhyung." Jaehyun memotong, cemberut dan menatapnya tajam. "Aku tidak pernah mengajarimu untuk menilai seseorang hanya dari penampilan mereka."
"Tapi Dad! Dia benar-benar seperti monster!" Kata Mark.
"Cukup. Aku tidak mau mendengarmu membicarakan seseorang seperti itu lagi. Atau kita tidak jadi jalan-jalan dan pulang sekarang juga-"
"No!" potong Mark, kemudian menunduk sambil cemberut. "Aku janji tidak melakukannya lagi, Dad."
"Good."
Saat mereka melewati rumah yang dibicarakan Mark, Jaehyun mendongak ke rumah besar itu. Penasaran sekaligus terkagum karena kemewahan interiornya.
Taeyong sedang lelah dan berniat pergi ke tempat tidur lebih awal malam itu, saat mendengar suara bisik-bisik dan gaduh dari arah jendelanya lagi. Dia mendesah dan mengusap pelipisnya lelah.
"Kenapa anak-anak sialan itu terus menggangguku?" gerutunya pada diri sendiri.
Taeyong berjalan dalam kegelapan, bukan menuju jendela tapi ke arah pintu depan. Dia mengutuk-ngutuk, membuka pintu dengan kasar. Anak-anak itu tersentak, terduduk di tanah berumput halaman depan rumahnya dengan mata terbelalak dan mulut terbuka.
"PERGI DARI SINI!" geramnya.
Mereka semua menjerit, berlari kalut, pergi dari sana melewati pagar. Saat itulah, seorang salah satu anak laki-laki itu menoleh kebelakang, dan berakhir tersandung sesuatu. Tubuhnya terhuyung ke depan, membuatnya jatuh menimpa pagar kayu di depannya hingga terjungkal.
Anak itu terduduk di tanah, mulai menangis. Dari kejauhan Taeyong bisa melihat kakinya dan tangannya terluka -mengeluarkan darah.
Taeyong mendesah, berdecak.
Dia melihat keadaan sekelilingnya sebelum melangkah mendekat ke pagar. Sudah lama sekali sejak terakhir kali dia melangkah keluar rumah seperti ini, sekarang udara malam di luar sini terasa sangat asing untuknya.
Taeyong mendekati anak yang terduduk tadi, bisa melihat ketakutan di matanya yang berair. Lutut dan siku anak itu tergores, bergesekan dengan kayu dan aspal jalan. Ujung celana pendeknya juga ternoda darah.
"Masuk. Kita bersihkan lukamu," desahnya.
Anak itu menatap Taeyong. Mulutnya terbuka dan matanya dipenuhi teror.
"Dengar, aku tidak akan menyakitimu. Sekarang berdiri dan biarkan aku membantumu," kata Taeyong, frustrasi.
Anak itu perlahan berdiri, berusaha tidak memberikan beban lebih pada kakinya yang terluka, dengan berpegangan pada kaki Taeyong. Taeyong membantunya, membawanya ke dalam rumah.
"Doyoung, aku butuh bantuan," teriaknya.
Suara langkah kaki menuruni tangga dari lantai atas terdengar.
"Ada apa ini?" tanyanya saat melihat anak kecil itu.
Taeyong duduk di sofa, sementara anak tadi masih berdiri di sana dengan canggung dan gemetaran.
"Tolong ambilkan kotak obat. Obati dia." Kata Taeyong.
Doyoung mengangguk dan menghilang. Kembali tak lama dengan tangan memegang kotak obat. Dia berlutut di depan anak itu dan dengan senyuman mulai mengajaknya bicara sambil membersihkan luka itu. Anak itu tersentak saat lukanya bersentuhan dengan kapas yang dibasahi antiseptik.
"Aku Doyoung. Siapa namamu, nak?"
"J-Jung Minhyung... tapi aku biasa dipanggil Mark, uncle-"
"Kau bukan orang Korea?" Tanya Dooyoung.
"Aku- tinggal bersama Dad di Amerika empat tahun sebelum pindah ke sini."
Bocah kecil itu berbisik, sambil ragu-ragu melirik ke arah Taeyong dari kejauhan.
Doyoung tersenyum maklum.
"Nama uncle itu Lee Taeyong. Tenang, dia tidak menggigit." Doyoung mengedipkan matanya pada Mark kemudian tertawa.
Mark tersenyum, mengangguk.
Doyoung mengobati setiap luka dan membungkus lukanya dengan perban hingga selesai.
"Mark, kau tahu jalan menuju rumahmu, kan?" Doyoung bertanya.
Anak laki-laki itu mengangguk.
"Uncle akan mengantarmu pulang, nanti Mark tunjukkan saja jalannya ya," kata Doyoung. Dia beralih menatap Taeyong. "Aku akan segera kembali."
Taeyong mengangguk tanpa suara tanpa mau berbalik.
"Ayo, Mark."
Doyoung menggandeng tangan kecilnya menuju ke luar. Saat mereka berjalan melewati si pemilik rumah, Mark masih bisa melihat sekilas wajahnya yang terluka parah itu dari samping, meski dalam kegelapan.
TBC
Vote dan komen? :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and The Beast [✔]
Hayran KurguSeperti cerita dongeng, katanya ada monster berwajah mengerikan yang tinggal di rumah itu.