▫8▫

22.4K 3.8K 410
                                    

Tempat tidur rumah sakit terasa tidak nyaman dan membuatnya merindukan rumah. Saat Taeyong melamum memikirkan itu, Doyoung masuk ke dalam ruangan.

"Bagaimana perasaanmu, tuan?"

Kepanikan itu hilang dan berganti dengan nada bicaranya yang sopan dan formal -seperti biasa.

"...Baik, kukira. Dan berhenti memanggilku begitu, Doyoung."

Taeyong tahu apa yang akan dikatakannya kemudian.

'Aku sedang bekerja, Tae,' lalu ada bunyi tsk.

Taeyong tersenyum tipis.

Doyoung duduk dan mulai mengatakan padanya jika dia telah melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib -kejahatan Johnny Seo akan diproses secara hukum. Doyoung juga mengatakan dia telah mempersiapkan segala keperluan kepulangan Taeyong -urusan administrasi, obat, dll- karena dokter sudah mengijinkannya pulang.

"Katakan saja, Doyoung," Taeyong mendesah.

"Katakan apa?" tambahnya.

"Wajahku- seberapa buruk?"

Taeyong menahan kembali air matanya. Dia belum melihatnya lagi karena seluruh kepalanya dibalut perban putih.

Doyoung menatapnya dalam diam.

"Bagaimanapun kau tetap yang paling tampan di dunia ini, tuan."

Taeyong tertawa pahit, meringis sakit saat melakukannya.

"Jangan membohongiku."

Doyoung tersenyum. "Bukan aku jika aku tidak berbohong."

Taeyong ingin tersenyum, tapi menahannya -karena tahu akan sangat menyakitkan saat dia melakukan itu.

"Terima kasih, Doyoung," Taeyong bersandar padanya.

Doyoung memeluknya dari samping, mengangguk.

Sesaat keheningan lewat di antara mereka.

"Tuan, apa kau yakin tidak mau berkonsultasi dengan ahli bedah plastik? Bukankah dokter sudah menyarankan itu?" tanya Doyoung.

Taeyong mendesah.

"Tidak."

"Kenapa?"

"Dokter bilang wajahku sudah sangat rusak. Jika aku setuju melakukan operasi plastik, itu berarti mereka akan benar-benar merubah wajahku. Aku- tidak mau melakukannya," kata Taeyong. Air mata mulai jatuh membasahi pipinya lagi.

"...Karena almarhum tuan besar?" tanya Doyoung.

Taeyong mengangguk dalam diam.

Dia tidak mau kehilangan wajah yang selalu mengingatkannya pada mendiang ayahnya itu. Dia tidak bisa melakukannya.

~

Sial...

Taeyong terbangun dan kemudian mulai mengumpat.

Potongan memori dari masa lalunya selalu menghantui tidurnya akhir-akhir ini -seperti mimpi buruk. Taeyong mulai merasa lelah dengan semua itu.

Dia berdiri dan berjalan ke lantai bawah. Semua kekacauan dirumah itu sudah dibereskan. Kecuali untuk jendela yang rusak dan sedikit goresan di dinding.

Doyoung turun dari tangga, menguap dan melihat kelelahan.

"Selamat pagi."

Taeyong menatapnya dengan pandangan penuh penyesalan.

Doyoung mengabaikan itu, mulai bersiap bekerja.

"Para tukang akan datang hari ini untuk membenarkan jendela dan dindingnya." Doyoung menjawab pertanyaan Taeyong yang tak terucap. Matanya masih setengah tertutup dan dia terus menguap.

Beauty and The Beast [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang