Di sepanjang perjalanan pulang menuju rumah, di dalam angkutan umum Amanda terus berkomat kamit berdoa. Semoga Rivaldo tidak mengikutinya pulang. Dia telah melanggar perjanjiannya dengan Rivaldo tadi pagi.
Kenapa juga harus pulang bersama dengan pacar orang, nanti dikira pelakor lagi. Tangan Amanda basah karena keringat dingin sudah menguasai dirinya hingga penumpang lain yang berada di sebelahnya ikut khawatir.
"Mbak sakit ya? Kalo sakit cepetan langsung periksa aja ke Rumah Sakit Adi Haryo. Saya anter deh mbak buat jaga-jaga kalau terjadi sesuatu nantinya" ucap ibu-ibu itu menawarkan diri.
"Tidak apa-apa kok bu. Saya masih sehat beneran, sumpah" jawab Amanda dengan memperlihatkan bahwa dia memang sehat. Dengan menggunakan kata sumpah segala juga untuk menyakinkan ibu-ibu itu.
Angkutan umum yang ditumpangi Amanda berhenti tepat di depan pintu masuk perumahan Griya Indah. Amanda segera turun dari angkutan setelah membayar kepada kernetnya. Awalnya dia berjalan biasa lama-lama langkah kakinya dipercepat, sesekali Amanda juga menengok kebelakang kalau-kalau Rivaldo membuntutinya.
Kunci yang biasa ada dibawah karpet alas kaki sudah ia amankan. Amanda langsung masuk dan mengunci rapat-rapat pintu dari dalam rumah.
"Woy!!" teriak David hingga pantulan suaranya bergema didalam ruangan, suara David dibuat sebesar mungkin untuk menakuti Amanda.
"Apaan sih lu bang" marah Amanda dengan mengelus daun telinganya yang sakit karena ulah David barusan.
Bukannya kalau pulang dapat sambutan manis, ini malah anak setan yang muncul dengan segala tipu muslihatnya untuk mempengaruhi emosi Amanda.
"Mana helm colongan lu?" Tanya David dengan meminum es boba. Begitulah kalau sudah menikmati sesuatu, David pasti lupa dengan Amanda. Lupa membelikan es boba juga.
"Udah berapa kali gue bilang kalo gue gak nyolong bang, itu kemaren sama teman gue dipinjemin eh ralat itu dikasih. Hihh! Pengen jambak tuh mulut deh rasanya" Geram Amanda sambil berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya. Amanda tidak peduli dengan teriakan David yang masih meminta penjelasan tentang helm itu lagi.
"Temen apa temen?" Goda david dengan memasang wajah menyerigai.
"Masak sama kejadian malam itu enggak inget? Itu ditembak loh" Imbuhnya.
Amanda tidak menggubris David dan langsung masuk ke kamarnya. Dia tidak mau mengingat kejadian malam itu saat Rivaldo menyatakan perasaannya kepada Amanda. Untung saja Amanda belum mengatakan iya untuk menerima Rivaldo sebagai kekasihnya. Bisa panjang urusannya nanti.
"Duh tololnya gue. Gue suka sama pacar orang, dan parahnya lagi gandengannya benci banget sama gue. Gue harus jauhin Rivaldo! Harus!!" Ucap Amanda dengan menatap bayangannya di cermin yang terdapat pada lemari bajunya.
Semoga saja Amanda tidak mengingkari janjinya bahwa dia akan menjauhi cowok yang mampu membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama itu. Setelah pikiran Amanda sudah agak jernih, ia pun mengambil handphone dari saku seragamnya dan langsung menghapus nomor Rivaldo.
"Mungkin kalo gue sibukin diri dengan main game ataupun cari kegiatan baru, gue bisa lupain dia" Amanda melempar tubuh mungilnya ke tempat tidur dan segera memejamkan matanya. Dengan berharap semoga terbangun pada esok hari dengan masalah sudah terselesaikan sendirinya.
Tapi sayangnya pada pukul setengah empat sore Amanda sudah terbangun, tidurnya hanya sebentar dan dia masih dihantui masalah itu terus menerus.
"Kayaknya melukis bisa bantu gue ngilangin bayang-bayang Rivaldo" Amanda mempersiapkan semua peralatan melukisnya. Kebetulan peralatannya selalu sudah terpajang di pojok kamarnya, jadi sekarang hanya tinggal menata kanvas baru dan beberapa cat airnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Hilangkan Dia [NEW VERSION]
Teen Fiction⚠ MENENTANG PENCURIAN IDE CERITA ⚠ Cover by Azizah Bawafi Dianggap perusak hubungan orang? Ya itu cukup menyebalkan untuk Amanda tersendiri, apalagi di area Sekolah. Apakah begini rasanya memiliki wajah cantik tapi selalu dianggap negatif oleh orang...