K

497 30 8
                                    

Edo pov

"Gue mau ikut mama papa".

Gue gak tahan lagi, gue gak mau kehilangan orang yang gue sayang kedua kalinya.

Gue menendang barang barang dan koper koper yang ada disamping mobil Dinda, bahkan sampai ban mobil jadi sasaran amukan gue.

"Ini yang lo mau kan?!".

Isi yang ada didalam koper Dinda gue serakin dan urak urakan.

"Lo suka liat gue hancur begini!, iyakan !!".

Gue payah, gue cowok lemah, gue menangis tapi gue marah.

"Lo sialan Din.., mudah banget lo pergi gitu aja.."

Dinda tiba tiba menghampiri gue, dan..

Ini kali pertama Dinda menampar wajah gue.

"Cukup Do, lo bilang apa ?, gue sialan?".

Dia menangis seolah kita berdua merasakan kesakitan yang sama.

"Lo yang sialan Do, lo salahin gue kenapa gue pergi?".

Gue diam mencoba mendengarkan perkataan Dinda.

"Buat apa gue disini, kalo orang yang gue cinta gak bisa bersama gue?".

"Buat apa gue disini, kalo gue harus ngelihat orang yang gue sayang bakal jadian sama orang lain".

Semua perkataan Dinda benar, gue memang payah. Gue gak bisa jatuh cinta sama Dinda, karna dia udah seperti saudara buat gue. Dinda seperti adik yang harus gue lindungi, bukan gue cintai.

"Itu sama aja gue melihat tapi bisu, gue rela tinggal disini, berbisnis sendiri dan mandiri, supaya apa?..., supaya setiap hari gue bisa ngelihat lo, setiap hari menghabiskan waktu bersama".

Gue mencoba untuk memeluk Dinda, lalu dia mendorong tubuh gue dengan kasar.

"Jangan kasih gue harapan semu Do, please".

Dinda menyusun barang barangnya kembali, gue cuma bisa diam memperhatikan dia menyusun kembali barang barangnya.

Usai itu, Dinda langsung bergegas ingin memasuki mobil.

"Lo tenang aja, gue bakal kasih kabar setiap harinya, dan lo boleh main kesana".

Dia lalu pergi
dari dunia gue
dari hidup gue.
Dan gue cuma bisa ngelihat dia pergi begitu aja.

Mawadda pov

Gue datang lebih awal pagi ini ke sekolah, ini gara gara debora sialan, dia bilang kalo pagi ini siswa harus datang pukul 7 pagi. Tapi gue malah datang pukul setengah 7.

Ternyata Edo juga datang cepat hari ini, sekarang dia malah lagi asik main futsal kayak orang gila sendirian.

"Tumben lo datang pagi pagi?".

Tanya gue sambil menghampiri dia. Tapi dia gak menjawab pertanyaan gue dan malah asik sendiri.

"Woi bacul".

Gue memanggil dia sekali lagi. Dia menatap gue, dan tiba tiba menendang bola yang langsung mengarah pada gue.

Gue terjatuh dan terduduk dilapangan sekolah, dada gue serasa sesak karna bola tersebut mengenai dada gue.

Dia diam tatapan nya dingin, dan tanpa perduli sedikitpun dia gak berusaha menolong gue.

"Lo kenapa sih?, selalu jahat sama gue".

Brugh...

Edo tiba tiba terjatuh, karna terkena tendangan bola juga. Gue gak kenal siapa yang nendang bola tersebut kearah Edo. Lalu dia datang menghampiri dan membantu gue berdiri.

"Dasar bencong lo".

Sepertinya itu, perkataan terkasar yang pernah gue dengar. Edo cuma bisa menahan sesak dan merasakan sakit yang mungkin lebih luar biasa dari gue.

"Jangan ikut campur lo".

Namun dia seolah tak perduli dengan perkataan Edo dan membawa gue pergi. Gue gak tau siapa dia, tapi gue pernah liat. Dia mungkin teman Edo juga, tubuhnya tinggi dan tegap. Gue seperti putri yang sedang dibawa oleh pangerannya untuk diselamatkan.

"Kelas lo dimana?".

Tanya nya pada gue.

"12 IPA B".

Sesampainya dikelas, dia menduduk kan gue dikursi. Dan memberikan gue air minum yang ia bawa sendiri.

"Ini minum dulu".

Tawarnya pada gue, oh my ini orang kok baik banget. Gak kayak Edo yang kasar dan selalu ngatain gue bego.

"Udah lo gak usah khawatir, minum nya gak beracun kok".

Gue bukan khawatir karna minumnya, tapi gue ngerasa takjub aja sama perbuatan baik dia. Gue lalu mengambil minuman tersebut dan meminumnya.

"Ngomong ngomong kok lo bisa ditendang pake bola sama Edo".

"Gue juga gak tau, gue cuma nanya kok dia tumben banget cepat datang kesekolah, tapi gue malah ditendang pake bola".

Dia tertawa mendengar penjelasan gue.

"Lo kok ketawa?".

"Ya lucu ajalah, tiba tiba lo ditendang tanpa alasan".

Beberapa teman gue udah pada masuk kekelas, dan gue semakin gak enak.

Tatapan mereka seperti memberikan kode kode menuju kematian.

Tunggu dari tadi gue belum tahu nama dia.

"Oi, tunggu dulu".

Dia berhenti dan berbalik menatap gue.

"Nama lo siapa?".

"Nama gue...".

Yo yo teman teman udah sampai part 11 aja ya, tetap setia sama Escape dan jangan lupa vote dan coment.

Btw , harusnya publishnya semalem tapi paket internet malah habis. Jadi nunggu jatah duit jajan dulu buat beli paket 😅.

Cerita yang kemarin aku masukin di snapgram juga dibaca ya , kalo misalnya belum tau akun instagram author cek di : @nurummishaleha22
Atau wattpad : ozoraaakhns29


ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang