"Buku tahunan."
"Hah buku tahunan? Maksud lo? Bu tahunan SMA kita? Selama gue sekolah di sini, gak ada anak yang meninggal karena pembullyan. Dan Kak Raya sama Kak Ansel itu punya image yang sangat baik di sini. Justru mereka bukan pelaku pembullyan melainkan pahlawan orang-orang yang terbully. Dan jujur sebenarnya gue gak percaya kalau mereka terlibat kejahatan kayak gitu. Ya karena mereka baik banget. Sama adek tingkat juga baik," jelas Leya panjang lebar.
"Gue gak bilang buku tahunan SMA kita. Justru maksud gue buku tahunan SMP-nya Raya dan Ansel. Lo gak tahu bagaimana orang baik di masa lalu. Belum tentu baik. Kalaupun mereka berubah, belum tentu para pendendam dengan mudahnya menghilangkan dendam mereka."
Leya berpikir sejenak, kemudian matanya menyipit menatap Gleen. Seperti meneliti dengan seksama. "Kok lo bisa tahu kalau Raya dan Ansel satu SMP juga?"
Gleen menghela nafasnya, "walaupun gue tuli di sekolah, gue gak benar-benar tuli. Masih punya telinga buat denger obrolan cewek penggosip sekilas."
Leya menganggukkan kepala sambil membuka mulut membentuk O. Benar juga. Memang sering sih Leya dengar setiap mereka menceritakan kematian Raya dan Ansel, pasti diselingi obrolan lain seperti ya ampun kan mereka temen lama, mati bareng lagi, atau, eh mereka satu SMP kan? Bareng terus, jangan-jangan SMP Juara itu terkutuk? Alumninya bakal mati kayak mereka. Hiii serem. Dan masih banyak obrolan tidak memiliki dasar lainnya. Tapi, dari obrolan mereka, Leya jadi tahu kalau Ansel dan Raya itu pernah satu SMP, yakni SMP Juara.
"Terus rencana lo apa Gleen? Ke SMP Juara buat liat buku tahunan di sana? Lo tahu ada berapa ratus muka orang di buku itu. And how can you know kalau ada sesuatu yang aneh di sana atau salah satu cara mengungkap hubungan Kak Raya dan Kak Ansel?" Tanya Leya lagi.
Gleen memutar bola matanya jengah, "lo nanya mulu Ya'. Kasian otak lo bekarat gak dipakai buat mikir," jawab Gleen sambil meletakkan telunjuknya di kening Leya, kemusian ia menyejajarkan wajahnya mendekati Leya, "gue gak suka partner yang banyak nanya, gue sukanya partner yang ngajak berdiskusi dan bisa bantu gue buat membuka otak gue lebih luas."
Gleen menjauhkan telunjuknya dari kening Leya, sementara Leya meniup keningnya jenuh dengan bibir bawahnya sambil berpikir. Benar juga, hari ini Leya belum ada menggunakan otaknya sama sekali dan malah terus-terusan bertanya pada Gleen. Ini tidak membantu sama sekali.
Hening sejenak saat Leya berpikir. Ketika Leya berusaha membuka otaknya, di depannya, Gleen justru memperhatikan wajah Leya yang sedang berpikir dengan seksama. Gleen tersenyum sedikit, Leya memang terlihat imut jika sedang berpikir maupun sebal.
"3 buku tahunan selama 3 periode masa SMP bakal memperlihatkan wajah Kak Raya dan Kak Ansel serta teman-temannya dari kelas 1 sampai kelas 3 seluruhnya tanpa terkecuali. Berarti, kita harus lihat muka temen Kak Ansel yang mungkin gak ada di periode tahun ke 2 atau tahun ke 3 masa SMP nya Kak Raya? Kemungkinan muka temen mereka yang gak ada itulah muka temen mereka yang mati karena Kak Raya dan Kak Ansel? Itupun kalau memang si pembunuh ini mengincar para pembully yang bikin korban terbully meninggal."
Gleen tersenyum lebar, "gitu dong, dipake otaknya. Jangan nanya mulu."
"Tapi, lo yakin kalau si pembunuh ini membalaskan dendam orang lain yang sudah meninggal? Gimana kalau ternyata orang yang mau dia balaskan dendamnya itu belum meninggal? Tapi dia nyuruh si pembunuh buat bunuh orang lain?"
"Gue yakin," jawab Gleen mantap, "pembunuh ini menurut gue adalah type orang yang mencari keadilan dengan cara yang salah. Dia mau nyawa dibalas dengan nyawa. Dan menurut gue, dia gak akan membunuh orang yang gak menyebabkan orang lain meninggal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon a Time (Dahulu Kala)
Mystery / Thriller[COMPLETE, TERSEDIA DI GRAMEDIA, SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS]Dongeng memiliki sisi gelap, terutama bagi mereka yang tak suka akhir bahagia. Mereka membuat dongeng sendiri. Namanya Gleen Warren Rajendra. Tampan, jenius, introvert, cold, namun begitu...